Part 6.1 : Bunga Layu

27 1 0
                                    


Turvha, 16 Juli 2093

---

Sesaat setelah memastikan area sekitar sudah aman, Nita kemudian masuk dengan membuka pintu yang terlihat akan rubuh tersebut. Murda mengikuti dari belakang dengan sangat berhati-hati memperhatikan sekitarnya, ruangan nampak berdebu, beberapa kayu berjamur dan sudah di tumbuhi tanaman liar.

Ia kemudian mengetuk pintu kembali, pintu tersebut berbeda dengan pintu lainnya, berwarna biru kusam dan nampak lebih bersih, dari dalam timbul suara derap kaki yang berjalan semakin mendekat. Murda yang ikut mendengar hal tersebut penasaran sekaligus ingin pulang karena tempat yang tak terawat ini bisa jadi dihuni oleh orang gelandangan ataupun orang-orang yang standar hidupnya di bawah rata-rata.

"Silahkan masuk," ucap Dopli, seorang pria tua dengan tubuh yang sangat kurus seperti jarang makan, matanya terbelalak dan rambutnya putih acak-acakan. Jenggot dan kumisnya putih cukup panjang hingga menyentuh dada.

"Heh Nita, siapa kakek-kakek ini?"
"Kau akan tahu nanti, aku dipanggil ketika ia melihatku mencari Iva di rumahnya."
"Kelihatannya dia cukup mencurigakan, apakah ini cukup aman?"
"Tentu aman Nak, bahkan ini lebih aman daripada rumahmu maupun sekolahmu," ucap Dopli sembari menyiratkan senyum yang membuat bulu kuduk Murda berdiri sesaat setelah ia mendapat tanggapan dari perkataannya, senyumnya sedikit menyeramkan menurut Murda, dan juga meski dekat harusnya orang normal pun tidak dapat mendengar karena Murda hanya berbisik, namun Pria tua tersebut sebenarnya tidaklah normal. Ia pun duduk di sebuah bangku, dan mempersilahkan mereka berdua.

"Hei, anak muda! Mau coba main tebak-tebakan?"
"Tebak-tebakan apa?"
"Berapa umurku?"
"Untuk apa main tebakan seperti itu pula Kek?"
"Coba tebak saja, kisaran berapa, jika benar maka aku akan membiarkanmu pulang."

Nita diam saja karena sudah tahu, sementara Murda terus mencoba menanggapi perkataan kakek tersebut, ia tak mengerti alasan kenapa Nita membawanya ke tempat lusuh seperti ini. Sementara saat Pria tua tersebut berkata seperti itu, Murda jadi berniat menjawab pertanyaan tersebut.

"Sudah pasti kakek sudah tua kan? Sekitar 70 tahun?"
"Salah, masih kurang muda."
"60 tahun."
"Salah lagi."
"50."
"Masih terlalu jauh."
"Dengar Kek! aku tidak mau tahu alasan kenapa aku ikut kemari, tapi menurutku orang berperawakan seperti Kakek tidak mungkin umurnya kurang dari 50, kecuali Kakek memiliki kelainan genetika sehingga sebenarnya kita seumuran."
"Ah, hampir benar."
"Tunggu Kek, jangan bilang umur Kakek?"
"Ya, kakek masih remaja, sekitar 18 tahun."
"Hah? jadi umur Kakek masih 18 tahun dan menderita kelainan Progeria."
"Ah, Kakek tidak menderita progeria. Panggil saja aku Dopli"
"Ah, baiklah. Aku pulang," ucap Murda yang kemudian berdiri.

Tentu mendengar perkataan Dopli, membuat Murda sedikit naik pitam, ia seperti dipermainkan oleh Nita, membawanya ke sebuah tempat yang aneh dan disitu terdapat orang aneh. Yang sebenarnya ingin mencari Iva, malah terperangkap dalam obrolan yang sudah keluar dari topik menurutnya.

"Tunggu Murda, dengarkan penjelasannya dulu."

Murda kemudian duduk kembali, mencoba mengikuti apa kata Nita, Dopli mulai menjelaskan bahwa ia adalah korban dari penelitian pusat, ia diselamatkan oleh Ayahnya Iva waktu itu. Pusat penelitian memang banyak menyembunyikan teknologi, dan hanya mempublikasi hasil temuan yang terbilang ringan saja. hal itu membuat Murda merasa sedikit tak percaya namun ia mencoba memikirkannya dulu, Dopli juga menjelaskan beberapa hal di dalam laboratorium tersebut, hal tidak manusiawi yang sudah terjadi padanya.

Melalui metode tertentu orang-orang dipaksa naik tingkatan spiritualitas maupun kemampuan supranaturalnya, dalam penjelasannya disebutkan bahwa setiap orang memiliki energi Roh. Dan dari Energi Roh tersebut dapat ditingkatkan kemampuannya, orang-orang akan memiliki selayaknya kemampuan seperti halnya cerita rakyat dimana seseorang dapat melakukan perjalanan dalam waktu singkat, meraga sukma, melakukan hal-hal yang diluar akal manusia awam pada umumnya.

"Aku tak percaya semua ini."
"Aku sudah mengalaminya, dan sekarang teman kalian ada disana."

**

"Tempat ini?"

Iva heran, ia tersadar di tempat yang berbeda. Sebelumnya ia berada di ruangan Ayahnya dan tertidur. Saat ini ia terbangun di ruangan bercatkan putih, berbentuk persegi. Suhu udaranya cukup dingin serta ruangannya cukup sempit.

Saat ia akan bangun tangannya sudah di borgol di tiap sisinya, begitu juga dengan kaki. Perasaannya takut dan bingung dengan keadaannya saat ini, terlebih ia tak memakai sehelai benangpun, ia berpikir bahwa orang-orang itu sedang melakukan eksperimen terhadap tubuhnya lagi, tapi ini diluar jadwal, seharusnya mereka selalu memberitahunya bila ada perubahan jadwal, namun kali ini berbeda. Beberapa saat kemudian datanglah seorang pria yang tidak ia kenal, tekstur badannya lumayan tinggi dengan otot tubuhnya yang besar. Kulitnya hitam pekat, yang tidak lain ia adalah orang luar.

"Siapa Paman? Dimana paman Louis?"

Siratan wajah panik begitu jelas terlihat pada Iva, ia melihat niat yang buruk pada orang tersebut. Akibat eksperimen terhadap dirinya yang ia jalani membuat kepekaannya kepada suasana sekitar semakin jelas. Dalam beberapa waktu terkadang ia mampu mendapat gambaran masa depan.

"Kau tak perlu tahu siapa aku."

Wajahnya tersenyum, ia memutari Iva melihat-lihat tiap sudut lekuk dan bagian tubuh Iva. Bagi seorang gadis yang baru berumur 15 tahun, hal itu benar-benar menakutkan. Tatapannya bagi Iva terlihat sangat menjijikkan.

"Kumohon, jangan lakukan Paman!"

Orang tersebut mulai memegang pipi Iva dengan perlahan dan mengelus menggunakan tangannya yang besar dan tekstur permukaannya cukup kasar, Iva mulai meneteskan air matanya meski ia berusaha menahan tangisannya itu. Disini, tidak akan ada siapapun yang menolongnya, jadi ia mencoba untuk pasrah dengan segala sesuatu yang terjadi, ia berpikir bila ia meronta atau yang lainnya bakal ada kemungkinan lebih buruk lagi yang bakal terjadi. Ia memang sudah tak berharap bisa keluar hidup-hidup dari tempat ini, namun ia tak menyangka harus melakukan hal semacam ini pula.

"Kumohon Paman, tolong beritahu professor Louis, aku akan menuruti apa-"

Ia mencoba memohon, namun belum sampai Iva menyelesaikan perkataannya yang terisak itu, orang tersebut dengan agresif langsung membelai bibir Iva yang tak pernah tersentuh oleh lelaki manapun, ia kemudian memainkan lebih dalam meski Iva tak menginginkannya.

Beberapa menit Pria tersebut melakukan hal itu, membuat nafas Iva tersengal beberapa kali, setelah itu pria itu berhenti melakukannya, lalu melihat bagian lain dari tubuh Iva.

"Paman kau boleh meneruskannya, tapi biarkan aku berbicara dengan Paman Louis."

Orang tersebut tak menggubris perkataan Iva, ia lebih fokus mengamati mana bagian tubuh Iva yang akan ia serang terlebih dahulu.

"Paman, kumo- ... Akhh-"

Beberapa bagian tubuh sensitifnya dijamahi dengan rakus, membuat Iva sedikit melakukan pergerakan untuk menghindarinya, namun percuma karena ia tak mampu lepas dari borgol tersebut. Sebelumnya Iva berusaha pasrah, namun tetap ia tak bisa begitu saja menerimanya.

Iva berusaha memohon setiap kali orang tersebut melakukan perbuatannya ke bagian tubuh Iva yang lain, namun ucapannya sudah tak berguna, kali ini ia pun benar-benar tak berdaya, ia diam sambil menjalani setiap hal akan yang dilakukan orang tersebut dengan perasaan penuh was-was. Sampai akhirnya orang tersebut melepas kain yang menutupinya. Iva yang tahu hal itu, berusaha mengapitkan bagian bawah tubuhnya namun tenaganya tidak cukup kuat, pertahanannya pun terbuka lebar oleh tangan kasar pria itu. Orang itu langsung mencumbui Iva sambil menikmati bagian yang lain, Iva hanya bisa menangis ketika bagian penting dirinya mulai dijamah oleh orang tersebut. Rasa sakitnya cukup terasa menjalar ke seluruh tubuhnya.

Selama lebih dari sejam, Iva dipaksa melakukan hal tersebut. Ia yang baru pertama kali, tentu saja cukup menderita, membuatnya berpikir dirinya sudah tak berharga lagi dan merasa menyesal atas pilihannya mengikuti paman Louis. Namun yang tak kalah menyesal lagi baginya adalah saat melakukannya dengan orang itu, tubuh Iva menggelinjang beberapa kali, mendapat perasaan yang aneh meski ia tak menginginkannya, hal itu membuatnya merasa bahwa tubuhnya sudah menghianati dirinya.

SoulbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang