Turvha, 28 Agustus - 1 September 2093---
"Murda, kau tidak pernah melakukan hal itu dengan pacarmu sebelumnya ya?"
"Hal itu?"Seperti biasa, sore hari mereka selalu bersama di pantai ilalang ini, Iva memang tak seperti biasanya, ia memakai baju bermotif bunga, dengan renda-renda di ujungnya, dandanannya cukup cantik dan natural. Lantas Murda tak mengerti apa yang dikatakan Iva. Ia bertanya-tanya tentang hal tersebut. Raut wajahnya terlihat bingung dan memang cukup polos. Iva sedikit tertawa ketika mendengarnya, ia sebetulnya tak percaya orang disampingnya yang sekarang resmi menjadi kekasihnya, belum tahu hal-hal yang tabu dalam dunia percintaan.
"Hei, kenapa tertawa?"
"Habisnya kau tidak tahu hal yang kumaksud."Iva setelah itu langsung memegang tangan Murda, Iva terlihat tenang dan santai akan hal itu, seorang pria yang menurutnya saat ini cukup membuatnya sedikit bahagia, meski terkadang ia ragu dengan perasaan untuk menerimanya tersebut.
Murda yang tangannya dipegang langsung tersipu palu, ia pun memalingkan wajahnya ketika Iva melakukan itu. Tentu saja hal itu membuat Iva mendapat perasaan yang lucu dimana laki-laki yang seharusnya lebih agresif, malah dia yang dipaksa untuk agresif terhadapnya.
"Kenapa kau berpaling dariku?"
"Eh, bukan apa-apa."
"Apa kau malu memiliki kekasih sepertiku?" ucap Iva dengan nada yang terdengar pelan.Hal itu sontak membuat Murda langsung menatap wajah Iva. Ia tidak mau pasangannya itu menjadi bosan padanya, sebagai laki-laki ia harus menunjukkan kedewasaannya untuk serius menjalani hubungan.
"Tidak, tidak sama sekali."
"Kalau begitu buktikan."Iva menutup matanya. Saat itu Murda tahu bahwa sebenarnya Iva menginginkan ciuman yang diberikan olehnya, hal itu membuat Murda gugup, dengan perlahan ia mendekat ke arah Iva semakin dekat hingga berjarak beberapa inci antara bibirnya dengan bibir Iva. Namun kemudian Murda membatalkan yang akan dilakukan itu.
"Kenapa tidak kau lanjutkan?"
"Tidak, bukan begitu ... Aku?"
"Belum siap?"
"Bagaimana kalau besok, aku janji."Sebenarnya Iva sedikit kecewa dengan hal yang dilakukan Murda, ia tak menunjukkan kejantannya terhadap perempuan, meski Iva pernah melakukan sesuatu dengan orang lain sampai ke hubungan intim, tapi itu karena terpaksa, ia tak dapat melawan. Namun sekarang ini adalah keinginanannya sendiri, maka dua hal tersebut adalah hal yang berbeda. Saat Murda akan mengatakan sesuatu lagi, Iva menutup mulut Murda dengan jari telunjuknya.
"Tak usah berjanji Murda, kau tahu seorang gadis tidak suka bila ada janji yang tidak ditepati kan?"
"Tapi?"
"Kau memang beanr-benar payah, sama sepertiku. Dengar cukup lakukan saja, tak usah berjanji."Iva pun kemudian berdiri dan beranjak ingin pergi dari tempat tersebut, ia memandang Murda sejenak yang masih berusaha memahami isi hatinya.
"Yah, tapi itulah, hal yang kusuka dari dirimu," ucap Iva.
**
Murda menggulingkan tubuhnya di dalam kamar, ia selalu teringat tentang Iva, pagi, siang maupun malam selalu teringat akan berbagai tingkah dari gadis pujaan yang sudah menjadi miliknya. Ia teringat saat terakhir kali Iva mengatakan sisi yang disuaki darinya. Setelah pertemuan terakhirnya itu pun saat ini ia benar-benar telah di mabuk cinta. Jam menunjukkan pukul 11 malam. Tapi tetap ia tak bisa tidur untuk menunggu hari esok.
"Apa dia masih bangun ya?" ucapnya.
Ia pun mengambil ponselnya di meja, kemudian menggulir kontak untuk mencari nomor Iva. Ia mulai mengetikkan pesan kepadanya. Beberapa kali menanyakan kabar yang ternyata Iva juga masih terbangun. Iva menginginkan esok untuk pergi ke rumahnya, dalam kesempatan itu Murda mau tidak mau menyetujuinya.
Seketika Murda bangun, melihat tempatnya berantakan meski dalam keadaan larut malam, ia mulai membersihkan sampah di dalam kamar dan di sekitar rumah. Ia memakai masker dan peralatan pembersih untuk membersihkannya, karena terlalu banyak debu di sekitar.
Memang orang tuanya hanya akan pulang beberapa bulan sekali karena pekerjaannya di luar negeri, maka ia hanya membersihkan tempat ketika ada hal penting saja. Murda memang sebenarnya memiliki beberapa rumah dan juga pembantu dari orang tuanya, namun ia lebih memilih tinggal di rumah lamanya dengan hidup mandiri.
**
"Hei, Iva!"
Murda meneriaki Iva yang berada di pantai ilalang yang sedang mengamati pemandangan, Iva lebih cepat datang dari sebelumnya. Murda kemudian berlari ke arahnya.
"Apa sudah menunggu lama?"
"Tidak, baru saja."Murda melihat Iva dengan dandanan yang cantik seperti halnya kemarin, gaun dengan motif bunga berenda dan memiliki kerah, rambutnya di kuncir sebelah memberikan kesan cukup muda.
"Kau jadi seperti adikku saja?"
"Kau punya adik."
"Tidak, hanya saja saat ini, umurmu jadi 3 tahun lebih muda."
"Kau jadi terlihat menjadi penyuka anak kecil."
"Apa katamu?"
"Becanda, apa kau tidak suka aku memakai ini."Murda melihat dari bawah ke atas, sebenarnya ia menyukai penampilannya. Hanya saja ia takut bila orang lain memandangi Iva karena penampilannya yang cukup menarik tersebut.
"Ah, aku menyukainya kok."
Mereka berdua kemudian berjalan keluar dari wilayah pantai ilalang tersebut, memasuki kendaraan bus. Murda terlebih dahulu masuk, ia kemudian mengulurkan tangannya ke Iva, Murda berniat membantunya karena lantai untuk memijakkan kaki cukup tinggi.
"Aku bisa melakukannya sendiri."
Namun niat Murda tersebut di tolak oleh Iva, Iva menganggap bahwa hal tersebut terlalu aneh. Karena baginya hal tersebut seperti halnya putri, dan dia memang kurang menyukai seorang putri kerajaan dalam cerita-cerita romantis. Ia kemudian menginjakkan kaki kanannya untuk naik, perlu mengangkat cukup tinggi sehingga ia juga menggunakan tangannya sambil berpegangan pada pintu. Saat ia mengerahkan tenaganya untuk masuk, tak sengaja ia terlalu mendorong tubuhnya sehingga hampir saja terjatuh ke depan. Namun di depan sudah ada Murda yang menangkapnya.
"Maaf."
"Tidak apa-apa."Mereka berdua menjadi malu-malu ketika saling bersentuhan tubuhnya meski berbatasan oleh kain. Namun kehangatan tubuh masih terasa bagi Murda maupun Iva. Murda merasa tubuh Iva kecil dan cukup ringan. Baru kali ini ia mendapatkan pelukan yang tak sengaja dari seorang gadis. Hal itu membuatnya cukup gugup dan segera mencari tempat duduk bersama dengan Iva. Saat Murda mulai berjalan, Iva memegang tangan Murda. Karena ia sudah mengabaikan bantuan sebelumnya, ia meminta untuk berjalan ke tempat duduk.
"Bantu aku."
"Em."Murda hanya mengangguk, ia tak berani melihat Iva. Dan mencari kursi kosong, ia pun menuntun Iva sambil mengenggam tangannya. Hal tersebut memang cukup sederhana. Tapi bagi seorang pasangan itu memberikan efek yang luar biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulbit
Science Fiction(Tamat) ... 10 tahun lalu, seorang ilmuan yang sedang meneliti siklus hidup sebuah tanaman secara tak sengaja menemukan unsur baru yaitu Roh, yang sebelumnya menjadi mitos bagi masyarakat modern. Hal tersebut menjadi keberadaan baru dalam ilmu penge...