Part 8 : Roh

19 1 0
                                    

Turvha, 17 Juli 2093

---

Iva menengok dari arah datangnya suara, Wajah Iva yang tersirami air mata membuat Murda sedikit terkejut, ketika Iva mengetahui bahwa itu Murda, Iva segera menyeka air mata yang membanjiri pipi dengan kedua tangannya.

"Murda, apa yang kau lakukan disini?"
"Eh! A-aku setiap hari selalu berjalan-jalan disini, bagaimana denganmu?"

Tentu saja Murda gugup karena ia tak sengaja mengetahui Iva yang menangis. Perasaannya jadi tidak enak, namun ia tak mau menanyakan sebab kenapa Iva menangis. Karena menurutnya tidak sopan melakukan hal itu.

"Melihat pemandangan disini cukup indah."

Iva berpaling melihat ke arah langit, Murda ikut memandangi langit pula, mencoba merasakan apa yang dirasakan Iva, meski sebenarnya ia tak mengerti. Angin yang cukup kencang serta debur ombak yang menerpa pantai setiap saatnya memang mendukung untuk menentramkan suasana hati. Jadi Murda pun terbawa suasana di tempat ini.

"Benar, memang rasanya menetramkan. Ngomong-ngomong, Nita mengkhawatirkanmu, kau kemana saja?"

Murda memberanikan diri untuk bertanya, setelah di ceritakan oleh Dopli, ia tidak bisa serta merta membawanya, atau menceritakannya pada Dopli sendiri, karena ia juga kurang percaya dengan cerita Dopli. Ia ingin tahu keadaan yang dialami Iva sebenarnya, bukan kata orang lain.

"Panjang ceritanya."

Iva kemudian berjalan menuju ilalang dan duduk di atasnya, sambil memandang ke arah barat. Murda mengikutinya dengan duduk bersila disampingnya, Iva kemudian hanya bercerita tentang kepindahannya dan pekerjaannya, ia tak menerangkan tentang tragedi yang telah dialaminya. Tentu saja Murda lebih percaya dengan Iva, ia tak mau bertanya tentang hal-hal yang dikatakan Dopli sebelumnya.

"Tolong, jangan ceritakan pertemuanku denganmu pada Nita."
"Heh? Kenapa?"
"Aku akan menemuinya sendiri ketika sudah siap."
"Baiklah."

Murda merasa Iva memang tidak seperti biasanya, ia terlihat berbeda. Ada sesuatu yang membuatnya tak bisa menggoda, pikirannya terlihat jauh berbeda dari Iva yang setiap hari ia temui di sekolah. Meski Murda 2 tahun lebih tua darinya. Tapi kali ini ia seperti orang yang lebih muda dari Iva. Iva saat ini terlihat sangat berbeda dari perempuan pada umumnya yang pernah Murda Temui.

**

Di layar monitor Louis sedang melihat beberapa penelitian yang sudah dilakukan, sesekali ia menyeruput kopi sambil memutar-mutar kursinya. Terkadang ia juga memutar-mutar bolpen yang ia pegang yang digunakan mencatat hal-hal yang sekiranya kurang.

"Permisi professor?"
"Lina. Selamat datang, bagaimana?"

Seorang wanita berkacamata dengan rambut pendeknya, menggunakan jas berwarna putih datang dengan mengapit beberapa lembar catatan di bahunya, ia terlihat marah terhadap Louis, sangat berkebalikan dengan ekspresi yang Louis tunjukkan.

"Apa maksudmu melakukan hal tersebut pada gadis di bawah umur."
"Hei-hei-hei, siapa kepala Lab disini."
"Kau memang kepala Lab, tapi kau bukan kepala negara?!"
"Baiklah, tapi dia juga sudah kuberi kebebasan beberapa waktu sekarang. Kuberi makan, kuberi tempat tinggal."
"Dia bukan binatang!"
"Aku bahkan juga memberinya uang untuk jalan-jalan. Memberikan orangtuanya yang sakit dengan fasilitas kesehatan. Apanya yang kurang?"
"Jangan membuat penelitian gila padanya."
"Semua penelitian itu gila, kalau tidak gila, kita tidak bisa menciptakan sesuatu."
"Apa sebenarnya yang ingin kau coba padanya Louis!? Kenapa kau merusak mental dan raga anak itu?"

Lina kemudian duduk di kursi dengan bertatapan dengannya, raut wajahnya terlihat serius menatap Louis. Amarahnya sedikit reda, namun ia memang tidak suka dengan pria tersebut, karena seperti seenaknya saja bagi Lina. Lina kemudian menghela nafas cukup panjang.

SoulbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang