24. Takut Kehilangan.

45 5 5
                                    

Halo haiii!!

Alangkah baiknya sudah meninggalkan jejak yah, sebelum baca! Maaciw💫🌻✨

Selamat membaca!!!!

__________________________

※ 24. Takut Kehilangan.

***

Bugh!

Pukulan tiba-tiba itu jelas membuat seorang lelaki segera tersungkur ke atas lantai. Sheeka dengan napas yang memburu segera berdiri di depan Naumi dan Kirana, untuk melindungi mereka berdua. Matanya menatap nyalang ke arah lelaki yang tengah mengusap kasar sudut bibirnya.

Wanita dengan anak berambut ikal yang semula diam, kini mulai takut dan panik. Wanita yang menggunakan pakaian ketatnya segera mendorong lengan Sheeka, membuat sang Empu melirik tajam.

"Apa yang kamu lakukan?! Tiba-tiba memukul suami saya?!"

Suara protesan itu justru membuat Sheeka menyeringai kecil. Dia menunjuk lelaki yang mulai menatapnya, lalu berkata dengan penuh penekanan, "Bilang dengan suami Anda, jagalah mulutnya agar tidak merugi di masa depan. Bunda saya bukanlah beban seperti apa yang dipikirkan suami anda."

Wanita yang semula hendak memaki Sheeka, kini menciut dan hanya membantu Suaminya untuk berdiri lagi dengan tegak.

Naumi memeluk Kirana dengan begitu eratnya, dan juga menutupi kedua indra pendengaran putrinya itu. Wajahnya yang pucat pasi begitu mengkhawatirkan Sheeka yang sedang pasang badan. Tangannya yang gemetar terulur untuk menyentuh bahu putranya itu.

"Ka, udah, jangan buat keributan. Nggak baik, Nak." Naumi berkata pelan sembari menurunkan tangannya kembali dan memeluk Kirana lagi.

"Dia duluan yang mulai, Bun. Mulutnya seperti tidak pernah di didik dengan benar. Caranya berbicara seperti tidak memiliki otak untuk berpikir!" Sheeka menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari lelaki yang juga menatap lurus ke dalam jiwanya.

"Sheeka,"

"Oh, anak saya sudah bisa mengatakan hal yang menusuk sedemikian rupa, ya? Ha ha. Betapa waktu sudah terlewati begitu cepat." Lelaki itu berkata sambil menatap sinis ke arah Naumi, lalu melanjutkan, "Padahal dulu dia hanya anak ingusan yang kalau dibentak saja pasti akan menangis, dan mencari perlindungan."

"Bahkan sudah berani menonjok saya, Ayahnya sendiri." sambung Lelaki itu, Ariq––– Ayah Sheeka. Setelah berkata demikian, dia meludah kasar ke arah samping. Bibirnya menyunggingkan senyum sinis.

Sheeka mendecih dan mengangkat bahunya acuh tak acuh. Dia merasa bulu kuduknya merinding setelah mendengarkan perkataan sang Ayah. "Cih! Ayah ... untuk apa baru muncul sekarang? Anda tidak ada gunanya untuk keluarga saya. Bahkan sudah tidak ada lagi tempat bagi anda. Sekarang, tanpa tau malu, anda mengatai Bunda saya dan ingin mengambil adik saya?"

"Oh, betapa menggelikannya anda. Wajah anda ada berapa lapis, Bapak Ariq Mahendra?" sambung Sheeka dengan nada mengejek dan wajah yang sudah tersungut emosi, namun masih bisa ia tahan. Setidaknya untuk saat ini.

Ariq yang mendengar itu lantas hanya mengepalkan buku-buku jarinya dalam diam. Rahangnya mengeras, bersamaan dengan urat-urat yang menonjol pada dahi keriput lelaki itu.

"Sheeka ... udah, ayo kita pulang ...," lirih Naumi sembari menggenggam lengan Kirana begitu eratnya. Kirana pun demikian, lantaran tidak mengerti mengapa lelaki dengan baju jas abu-abu itu ingin sekali memisahkan dirinya dengan sang Bunda dan Kakak.

PSYCHE [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang