Eps 7 affection

545 55 0
                                    

Sekitar seminggu kemudian keadaanrayan mulai membaik, sejak kejadian di mana nandra dan renja bertengkar hebat. Pemuda itu tidak menunjukan batang hidungnya sama sekali seakan lenyap dan menghilang. Renja sudah menghubunginya dan mencari ke rumah serta kamarnya tapi tetap saja tidak ada ponselnya juga sepertinya tidak aktif. Seperti biasa dokter muda itu memeriksa rayan dokter itu bernama daniel. "Kondisinya membaik rayan kamu sudah di perbolehkan pulang. Tapi ingatkan untuk minum obatnya dan kondisinya benar-benar harus di jaga agar tidak drop lagi" perintah daniel, rayan mengangguk dan tersenyum padanya.

"Iya dok terimakasih" daniel membalas senyuman rayan.

"Panggil kakak aja. Kamu ini udah kakak bilangin masih aja" daniel terkekeh pelan bersama rayan. Renja sedang mengurus administrasi di luar tinggal lah mereka berdua di ruangan itu.

"Yaudah, kalo gitu kakak pergi ya. Masih ada jadwal kamu gak papa kan sendiri di sini?" Tanya daniel

"Ray udah besar ya kak, sendiri juga gak bakal takut" ucapnya kesal dan daniel terkekeh mendengarnya. ia lalu mengelus rambut pemuda itu dengan lembut dan pergi dari sana. Berselang renja datang.

"Ayo kita pulang"


























Di perjalanan menuju rumah, rayan menatap keluar jendela. Banyaknya pejalan kaki yang lewat dan kendaraan. Sesekali renja menatap adiknya itu. Sampai berhenti di lampu merah. Mata rayan menatap taman di sebrang, banyak yang bermain di sana membuatnya ingin juga sudah lama ia tidak pergi ke tempat itu, selama seminggu ia berada di ruangan yang serba putih membuatnya bosan.

Rayan menatap kakaknya "kak, ke taman yang di sana yuk?" Renja membalas tatapan adiknya melihat telunjuk tangan mungil adiknya ke arah sebrang.

"Gak! kamu baru aja pulang dari rumah sakit. Nanti kalo udah bener-benar sehat baru kakak ajak ke sana" tolak renjanya. Tampak wajah pemuda itu cemberut karena tidak di bolehkan.

"Yah... tapi kan ray udah sehat kan udah pulang dari rumah sakit" balasnya dengan memasang wajah sedih berharap kakaknya mau mengabulkannya.

Lampu merah berubah hijau dengan pelan renja menjalankan mobilnya melintasi taman itu "Gak ray,, kakak gak mau. Nanti kamu sakit lagi"

"Yaudah deh. Kakak juga udah lewatinnya" rayan memasang wajah sedih juga nada yang di sedihkan.

Melihat tingkah adiknya itu membuatnya terkekeh gemas "Jangan sedih gitu dong. Nanti kakak juga ikut sedih"

















PLAK

Tamparan yang tiba-tiba dari ayahnya membuat renja terkejut. Bagaimana tidak terkejut mereka baru saja pulang dan meninjakkan kaki mereka ke dalam sudah di sambut dengan tamparan keras yang ayahnya layangkan pada sang adik. Rayan hanya terdiam dan menunduk raut wajah adiknya itu seperti biasa saja tanpa ada rasa sakit padahal sudah jelas di pipinya merubah menjadi kemerahan.

Ayahnya mendorong renja yang barada di depannya agar dia bisa seluasa memarahi rayan "DARI MANA KAMU SELAMA SEMINGGU?! BUKANNYA BELAJAR MALAH KELUAR TIDAK JELAS CEPAT SANA MASUK KE KAMAR! JANGAN KELUAR KECUALI SEKOLAH MENGERTI?!" Bentak ayahnya geram. Rayan mengangguk sebagai jawaban. Tidak terima adiknya di perlakukan seperti itu Renja lantas kembali berdiri di depan adiknya dan kemudian menatap silang pada sang ayah "PAPA APA APAAN SIH!! RAY TUH BARU PULANG DARI RUMAH SAKIT TAPI MALAH DI TAMPAR! DIA ITU MASIH BUTUH ISTIRAHAT BUKANNYA BELAJAR PA!!" Bentak renja pada ayahnya hal ini membuat emosinya naik dan menatap pada rayan yang masih menunduk tajam.

Ayahnya lalu kembali menatap renja "MINGGIR PAPA AKAN MENGHUKUMNYA!!" ia menarik tangan rayan membuat pemuda itu  terdorong ke depan "SAYA TIDAK  PEDULI KAU SEDANG SAKIT APA TIDAK! YANG SAYA PEDULIKAN HANYA NILAIMU. SELAMA SEMINGGU KAU TIDAK SEKOLAH JADI APA YANG KAU PELAJARI HAH?! INGIN BERMALAS MALASAN? INGIN DI PERHATIKAN BEGITU? JAWAB SAYA!"

Homesick [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang