"Lo gak pa pa Ren?" Tanya Razka padanya. Mereka sedang di kafe untuk mengerjakan beberapa tugas untuk besok. Setelah Renja lomba tentunya.
Renja tersentak dan beberapa menit kemudian ia menyadari bajunya basah karena minuman di sampingnya tumpah "Eh gak papa Ka gue ke toilet dulu kalo gitu"Melihat Renja pergi, Razka hanya menatap pemuda itu yang berjalan menjauh dari sana. Akhir-akhir ini pemuda itu lebih sering melamun. Razka tau sahabatnya itu merindukan adiknya yang jauh di sana. Sama sepertinya yang merindukan adiknya. Tapi setiap saat ia akan menelpon dan menceritakan semua kejadian hingga sang adik bosan mendengarnya.
Berbeda dengan Renja yang hanya bisa menahan rindu. Sebab untuk menghubunginya saja tidak bisa. Karena Rayan tidak punya ponsel. Dan cara satu satunya adalah lewat Nandra.
Beberapa menit kemudian Renja kembali dari toilet dan duduk di depannya.
"Lo yakin gak papa?" Tanya Razka khawatir. Renja mengangguk menyakinkan sabahatnya itu jika ia benar baik baik saja."Iya Ka gue gak papa"
Mereka lantas melanjutkan kembali mengerjakan tugas itu hingga selesai.
****
Perlahan kedua mata itu terbangun. Meliaht bau khas rumah sakit. Ia sekarang berada, ia mencoba bangkit dan segera mengambil tasnya. Ia harus pulang cepat kalau tidak ayahnya bisa marah lagi padanya. Ia melihat jam di dinding yang menunjukan pukul tujuh malam yang artinya sebentar lagi ayahnya akan pulang. Rayan mencabut jarum infusnya dan keluar dari sana diam diam. Saat di depan pintu hendak keluar, sosok yang dikenalnya berdiri di depan pintu dengan napas yang masih memburu. Pemuda itu diam dan hanya menatap sosok itu.
"Mau ke mana lo?" Tanya yang tertua
"Mau pulang...." ucapnya pelan menatap kakaknya bingung
"Lo abis ngapain aja sih? Beban banget. Lo gak bisa ya sehari aja ga buat masalah, capek gue liat kelakuan lo yang bikin gue beban! Muka lo kenapa? Berantem? Dan sekarang lo bukannya mau di obatin malah mau pulang? Jangan jadi kek orang miskin ga bisa bayar rumah sakit" ucap Nandra marah. Pemuda kecil itu hanya menunduk mendengar penjelasan dari sang kakak. Benar iya hanya beban dan harusnya ia sadar diri untuk tidak merepotkan mereka.
"Denger ga lo?!!" Bentak Nandra lumayan keras. Pemuda itu masih tau batasannya sekarang berada di mana.
Rayan mengangguk, ia mendengar semuanya. Namun memilih diam.
"Obatin dulu luka lo baru pulang!"
"Tapi.."
"LO BISA NURUT KAN RAYAN WISTARA!!"
*****
"APA YANG KAU PELAJARI DI SEKOLAH HAH!!?"
"KENAPA BISA NILAIMU TURUN"
"LAGI LAGI, KAU HANYA MENYUSAHKANKU SEJAK DULU TIDAK BISA KAH KAU MENJADI KEDUA KAKAKMU ITU HAH?! KAU BERNIAT SEKOLAH TIDAK. PERCUMA AKU MENYEKOLAHKANMU DISEKOLAH MAHAL!! SIA SIA AKU MEMBAYAR BIAYA SEKOLAHMU YANG BEGITU MAHAL. YANG AKU MINTA HANYA SATU JADIILAH PINTAR. APA ITU SULIT?"
Rayan hanya bisa menangis, meremat ujung bajunya. Sudah sering ia mendengar itu tapi kenapa masih sakit mendengarnya.
"m-maaf Yah"
KAMU SEDANG MEMBACA
Homesick [END]
Teen Fiction"Kau hanya pembawa sial. Aku menyesal mengadopsimu. Kau sama sekali tidak bisa diandalkan!!" Rayan pemuda yang beranjak dewasa. Anak kecil yang dulu bahagia bersama keluarga yang sayangnya bukan keluarga aslinya. Kehidupannya dulu penuh akan kasih s...