18. UPAYA GAGAL

521 95 1
                                    

"Kalau anda masih siap mati demi membayar dosa itu... Serahkan nyawa anda padaku."

Samar-samar, (Y/N) membaca gerakan mulut seorang bangsawan yang bernama William James Moriarty. Ia tidak dapat mendekat dan mendengar diam-diam, terlalu riskan. Matanya fokus melihat gerakan dan aksi sekelompok orang tersebut lewat sebuah teropong.

Richard yang berada di sebelahnya menatap dengan bosan, di tangannya terdapat sebuah kertas yang ditulisi percakapan dari Whiteley dan bangsawan Moriarty. "Apa yang mereka katakan?"

"Kalau anda masih siap mati demi membayar dosa itu, serahkan nyawa anda padaku."

"Huh, kenapa dia berkata begitu?"

"Kau ingin tahu Richard?"

"...Dipikir lagi tidak usah, aku masih sayang dengan hidupku."

"Sudah terkonfirmasi, merekalah bangsawan kriminal."

"..." Mulut Richard terbuka, ekspresinya tidak dapat dibaca tapi (Y/N) tahu Richard sedang khawatir akan nasibnya.

"Kau tidak akan dibunuh Richard, asalkan kau tutup mulut." (Y/N) mengendikkan bahunya. "Mycroft sialan, apa sulitnya langsung memberitahu identitas mereka." Ia mendengus sambil merentangkan tubuhnya.

Richard tidak menjawab, matanya masih terpaku pada sekelompok orang itu. (Y/N) disebelahnya mulai beranjak dari tempat duduknya semula. Si pria mengangkat alisnya, seolah-olah hendak berkata mau kemana?

"Pulang, badanku rasanya remuk semua."

"Bagaimana dengan Whiteley?"

"Tenang saja." (Y/N) menguap, "Sekalipun bangsawan kriminal atau Whiteley ingin mati, kalau aku bilang tidak ya tidak."

Richard mendengus, merasa konyol dengan sikap percaya diri (Y/N) yang ia pikir tidak punya dasar. "Kau yakin sekali." Ucapnya dengan nada mengejek.

(Y/N) menatap Richard dengan senyum miring, "Lihat saja nanti." Balasnya singkat sebelum meninggalkan ruang kosong yang penuh debu itu.

ꜱᴡᴇᴇᴛʜᴇᴀʀᴛ

Di pagi harinya, Whiteley berjalan menuju arah kereta kuda di depan rumahnya. Suara berisik dari orang-orang memenuhi pendengarannya. Whiteley menutup matanya, merasa risih.

Sekalipun merasa risih, Whiteley tahu sendiri ada sesuatu yang lebih besar menunggu.

Hari ini adalah hari kematiannya.

Sesuai rencana, tepat saat ia menginjakkan kaki keluar, terdengar suara tali dan besi yang saling bertabrakan. Bangsawan kriminal sudah datang padanya.

Whiteley tidak merasa takut, sama sekali tidak. Jika dengan kematiannya mimpi akan kesetaraan dapat diwujudkan, maka Whiteley dengan senang akan memberikan nyawanya.

Wajah para polisi berubah pucat kala melihat orang berjubah hitam melaju ke arah Whiteley dengan pisaunya. Si pria menutup matanya, siap dengan rasa sakit.

Ini dia, ini adalah akhir untuk Whiteley. Ia akan bertemu dengan adiknya di surga. Selesai sudah tugasnya di dunia. Itu yang ada dipikirannya.

Sam.

Sam, oh adiknya tercinta.

Apalah hidup Adam Whiteley tanpa kehadirannya.

Whiteley menunggu. 1 detik, 2 detik, 3 detik dan rasa sakit maupun ajal tak kunjung menemuinya. Yang ia dengar hanyalah suara tembakan dan ringisan pria yang suaranya ia kenal.

Bang!

"T-TANGKAP DIA!" Teriak salah satu polisi yang langsung bergerak membentuk formasi melindungi Whiteley. "JANGAN SAMPAI LEPAS, DIA SUDAH TERTEMBAK!" Sambungnya.

Whiteley membuka matanya, bingung terpapar dengan jelas di wajahnya. Ia melihat bangsawan kriminal alias William melarikan diri dari kerumunan dengan berlari diatas atap. Hanya punggung dan rambut belakangnya yang kelihatan. Tangannya yang memegang pisau terlihat luka.

"Huh?" Whiteley melihat ke arah sekitarnya, termasuk ke kerumunan. Barulah ia sadar akan kehadiran seorang wanita yang ia pikir tidak akan pernah ia lihat lagi.

(Y/N) Petterson.

Mana bisa ia melupakan wajah dan mata bak Dewi itu?

(Y/N) tersenyum dengan menang, sorot matanya yang tajam menatap ke arah Whiteley dengan pesan tersirat. Membuat si pria bergidik. Dari kejauhan, (Y/N) berkata dengan pelan:

Kau belum boleh mati Adam Whiteley.

𝐒𝐖𝐄𝐄𝐓𝐇𝐄𝐀𝐑𝐓 || 𝕄𝕋ℙ 𝕏 ℝ𝕖𝕒𝕕𝕖𝕣Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang