Lembar Kedua

4.8K 341 13
                                    

Bunda, dan Jadwal

᯽•••᯽ AFKARA ᯽•••᯽

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••AFKARA ᯽•••᯽

Sepi...
Satu kata, berjuta cerita.
Satu kata yang dapat menjadi rangkaian kalimat penuh makna.

Satu kata, yang mampu mewakilkan kondisi sang perasa.

Seperti yang terjadi pada remaja 16 tahun, yang tengah terduduk di sebuah ruang besar nan sunyi itu seorang diri. Berteman kan dingin nya malam yang menusuk relung tulang, serta pikiran yang terus berkoar koar tiada henti.

Terhitung sudah beberapa jam dirinya mendudukkan diri di sini. Menunggu seseorang yang masih sibuk merayakan sebuah acara bersama sekumpulan manusia di luar sana.

Ruang tunggu. Tempat yang anak itu pilih untuk menunggu sang daddy. Afkara lebih baik memutuskan untuk memisahkan diri dari beberapa kerumunan di depan sana.

Kebahagiaan orang orang yang entah mengapa justru menimbulkan sesak pada ulu hati nya.

Lebih baik seperti ini, bukan?

Dari pada merasa sendiri di tengah keramaian, Afkara lebih baik merasakan ramai di tengah kesendirian.

Lihat? Jangankan mencari, bahkan Afkara yakin, mereka tak menyadari ketidakberadaan nya saat ini.

Perlahan kepalanya mendongak saat netra nya menangkap beberapa bayangan langkah kaki yang terdengar menghampiri.

Afkara kembali tersenyum ceria ketika matanya tak sengaja bertemu dengan obsidian hitam legam milik seseorang yang sedari tadi dinantinya.

"Daddy, hehe...." Afkara keluarkan cengiran khas nya untuk menghilangkan rasa canggung yang terjadi antara mereka.

Seperti biasa, hanya tatapan datar tak berekspresi yang diterima remaja kecil itu. "Hm, kenapa masih di sini?"

Afkara tampilkan deretan gigi rapinya, yang seharusnya bisa membuat siapa saja berteriak gemas bagi mereka yang melihatnya. "Mau ketemu Daddy, mau ucapin selamat buat Daddy sama, eumm...,"

Ucapannya terhenti ketika dirinya tiba tiba dilanda kebingungan memanggil dengan sebutan apa untuk wanita cantik yang tengah tersenyum lembut padanya ini.

"Kenapa diem, Dek?" tanya Aska saat adik kecilnya menoleh dengan tatapan kebingungan.

"Hehe, Adek bingung mau panggil aunty itu apa," cicit Afkara hampir tak terdengar.

Wanita terbalut gaun serta hijab pengantin itu tampak berjalan mendekat, mengusap lembut pipi gembul anak kecil itu. "Bunda, sayang. Nama Bunda, Fazira. Panggil saja Bunda Aza, hm?" tuturnya mampu menjawab kebingungan remaja itu.

Afkara mengembangkan senyumnya, "Oke, Bunda...," Afkara kembali menoleh, menatap ragu pada sang kepala keluarga. "gapapa 'kan, Dad? Adek panggil istri Daddy, Bunda?"

AFKARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang