Lembar Ke Sembilan Belas

3.7K 279 36
                                    

Runtuhnya topeng kekuatan

Runtuhnya topeng kekuatan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

᯽•••᯽ AFKARA ᯽•••᯽

Pagi hari, Fazira melangkahkan kaki menuju lantai dua dimana kamar anak anaknya berada. Setelah sebelumnya, disibukkan dengan beberapa macam masakan dan peralatan dapurnya.

Tepat saat giliran kamar si bungsu, Fazira mengernyit heran ketika pintu ber cat putih itu tak kunjung di buka oleh pemilik kamar meski dirinya telah mengetuk pintu itu dengan beberapa kali ketukan.

Tidak seperti biasanya yang akan dengan cepat mendapat sahutan dari sang anak.

Fazira menerka nerka. Mungkin, si bungsu itu antara memang belum bangun, atau tengah mandi?

"Adek...."

"Bunda buka, ya, Nak?" Tetap saja, untuk kesekian kalinya, panggilan Fazira tak mendapat sahutan apapun.

Cklek

Fazira membuka perlahan pintu tersebut, setelahnya, melangkahkan kaki jenjangnya masuk kedalam.

Wanita itu tersenyum tipis melihat pemandangan didepannya. Terlihat si bungsu Afkara yang masih terlelap dengan posisi membelakanginya.

Fazira mulai membuka gorden gorden kamar, membiarkan sinar matahari memasuki celah celah jendela. "Adek?"

"Adek bangun, yuk?" Ujarnya mendekati Afkara yang tampak tak terganggu sama sekali.

Fazira semakin mengerutkan alisnya heran, tumben?

"Adek bangun dulu, Nak. Katanya mau sekolah? Ayok bangun dulu, nanti telat loh, Dek." ujarnya kembali dengan tangan menepuk nepuk bahu sang anak.

Fazira membulatkan matanya kala wanita itu mulai menyadari sesuatu. "Hey?? Adek??"

Wanita itu panik, dengan reflek, dibaliknya posisi Afkara menjadi terlentang. Agar dirinya bisa melihat dengan jelas raut wajah sang anak.

"Adek?? Hey, bangun, sayang!!"

"TOLONGGG!!"

"MASSS ADEKKK MASS!!"

"Adek, bangun, Nakkk. Ya Allah..." Kalut Fazira mengusap usap tangan dingin Afkara yang mulai terlihat kebiru biruan diujung jarinya.

"Kenapa, Bun--"

Askara menjadi orang pertama yang tiba setelah mendengar suara sang ibunda yang berteriak meminta pertolongan. Remaja yang sedang sibuk mengeringkan rambutnya itu, sontak langsung berlari menuju sumber suara yang berasal dari kamar adiknya.

Keduanya terlihat buruk, dengan posisi sang adik yang berada dalam pelukan sang bunda. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa bunda nya menangis?

Semua terlalu tiba tiba untuk Askara cerna. Anak itu ingin mendekat, tapi kakinya terasa sangat berat. Seperti ada ribuan tali yang menahan kakinya untuk berdiam di tempat.

AFKARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang