26💎

1.6K 383 181
                                    

Jihoon terperangah. Kejadian itu terasa setengah nyata, karena otaknya berusaha menolak kenyataan di depan matanya. Ia berusaha menyadarkan diri dari yang ia anggap mimpi, namun nihil, ternyata kejadian ini memang di alam atas sadarnya.

Drap! Drap! Drap!

Asahi tanpa berpikir panjang segera berlari ke lokasi. Rautnya panik, berkomat-kamit dalam hati berharap akan ada ketakjuban.

"Hoshh... hosh... Cih!"

Asahi menjatuhkan tubuhnya marah diatas aspal. Air matanya turun begitu saja dengan wajah datarnya, sesekali tetap melihat kebawah sambil berangan-angan.

"Anjing." umpat Jihoon.

Ia segera menyusul Asahi. Menatap dasar jurang yang tertutupi kabut tipis tanpa adanya tanda-tanda kehidupan.

"BANGSAT INI SEMUA GAK BENER KAN? HIKS- JUNKYU BANGSAT JAWAB GUA!"

Tangannya bergetar, mencengkram marah pembatas jalan yang setengah hancur itu. Sedang tangan satunya setia menggenggam ponselnya yang sudah terputus dari panggilan Junkyu.

"GUA HARUS KEBAWAH HIKS- BANGUN ASAHI. LO MAU GUA TONJOK HAH? MEREKA SEMUA MASIH HIDUP!"

Asahi menggeleng tanpa ekspresi, menatap kosong pada Jihoon.

"BANGUN ANJING, GUA BILANG BANGUN!" teriak Jihoon marah.

Jihoon menarik kerah Asahi kasar, memaksanya berdiri. Jihoon bukannya marah dengan Asahi. Tetapi raut Asahi membuat Jihoon takut, ia tak ingin menerima kenyataan.

Bugh!

"Hoon, udah! Lo jangan nambah korban!" tenang Yoshi.

Ia menarik Asahi dari Jihoon. Jihoon masih emosi, Yoshi tahu temannya itu tidak berniat memukuli Asahi. Junghwan pun ikut menenangkan Jihoon.

"MEREKA MASIH HIDUP, JANGAN NGALANGIN GUA BANGSAT?!"

"Bang, udah Bang!"

"Gua hiks- gak punya siapa-siapa lagi hiks... Jun, lo bisa-bisanya ninggalin gua sat! Hiks-"

Junghwan menyalakan senter dari ponselnya, mengarahkannya ke dasar jurang. Di tengah samar dan gelapnya malam, ia masih dapat melihat bangkai mobil yang belum lama meledak. Ia lalu mengotak-atik ponselnya dan hanya bisa menggeleng pasrah.

"Gak ada jalan buat ke bawah, Bang."

Srak! Srak!

Mereka menoleh ke semak-semak tak jauh dari mereka. Junghwan dengan sigap mengarahkan pistolnya, sembari mengkode yang lain agar segera mendekat ke mobil.

"Grrrh!"

Dor! Dor!

"Cepet masuk!"

























































.

.

.

















































"Perasaan gua ga enak." monolog Doyoung.

Doyoung bergelung resah di atas sofa. Pertengahan malam sudah lewat, jarum jam hampir tiba di angka tiga namun Doyoung sama sekali belum mengantuk.

Ia mendengus sebal, "Huft, anjirlah."

Doyoung bangkit dari tidurnya, merenggangkan tangan ke kanan dan kiri. Ia memposisikan tubuhnya menghadap televisi yang hanya dipenuhi titik hitam-putih, tidak ada sinyal. Ia meraih ponselnya di saku. Menyalakannya, lalu menekannya asal, mencari hal apa pun yang bisa ia lakukan. 

Train to BusetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang