18. Antara Bego dan Polos

35 14 78
                                    

🍄Happy Reading🍄

.

.

.

"Melvian!!"

Yang dipanggil lantas tengok kebelakang pas baru sampai diparkiran kampus. Lepas helm dan baru berkaca dispion motor, dapat cewek yang lagi lari-lari manis sambil senyum lambaikan tangan sama dia.

"Oh, Berlin. Hai," balas Melvian ketika gadis itu sudah berdiri di depannya.

"Tumben datangnya agak pagian," ucap Berlin.

Melvian mengangguk singkat, "Ada kelas pagi soalnya dan ada janji juga."

"Kebetulan juga gue ada kelas pagi. Masuk bareng, yuk!"

"Boleh, sih. Tapi gue masih tunggu seseorang. Lo gak keberatan?"

"Tunggu siapa? Cewek lo yaa~" Melvian hanya tertawa canggung dengan senyum paksanya. "Ngapain ditunggu? Kan, cewek lo sudah datang."

Melvian berkedip pelan, "Hah? Siapa?"

Berlin tersenyum lebar membuat kedua matanya sedikit menyipit, "Gue!" serunya seraya menunjuk diri.

Kedua alis Melvian lantas terangkat. Dirinya bingung ingin memberikan reaksi apa pada teman tingkatannya ini. Memang Melvian kenal sama Berlin, orang tuanya juga kenal. Karena tidak jarang Bundanya sama Mamanya Berlin sering keluar jalan bersama. Entah untuk sekedar belanja atau minum teh.

Tapi bukan berarti Melvian dekat dengan Berlin. Dia tipe orang yang hanya kenal berarti sekedar kenal. Tidak membawa diri untuk terlalu mengetahui seseorang kalau merasa dirinya tidak cocok. Seperti Berlin.

Anak gadis ini Melvian kenal waktu semester kemarin. Mamanya Berlin datang kerumah untuk sekedar bertamu ria. Melvian tidak begitu tertarik lebih tepatnya karena dari awal sikap gadis itu terlalu lengket kesana kemari. Banyak memaksakan, baik untuk dirinya maupun Berlin sendiri. Dan jujur saja kalau Melvian mempunyai rasa sedikit tidak mengenakan dengan anak ini.

Berlin terkekeh kemudian selepas mengatakan kalau dirinya adalah gadis Melvian. Bahkan lelaki itu masih setia dengan ekspresinya.

"Tegang amat muka lo. Biasa saja," ujar Berlin. Melvian hanya memberinya senyum yang dipaksa.

Dari arah gerbang, Ayi yang mendatangkan dirinya seorang diri. Tumbenan tidak bersama dengan tiga orang pawangnya. Diwaktu yang lebih pagi, gadis kecil itu melahkahkan kakinya dengan sedikit terburu-buru. Rambutnya yang masih sedikit berantakan hanya dibiarkan diterpa angin. Melvian tersenyum.

"Ayi!!"

Dirinya seketika berhenti. Melayangkan pandangannya dengan merapikan kata matanya sejenak. Melvian berjalan menghampirinya.

"Oh, Ajam."

"Buru-buru banget. Kelas pagi?"

"Kan kamu sudah aku kasih tau. Kok nanya?"

Melvian terkekeh sejenak, "Sensi banget pagi-pagi. Nanti keriput muncul loh," ucapnya seraya mencubit sebelah pipi gadis itu.

Lain Berlin yang masih terdiam ditempatnya. Menatap interaksi antara Melvian dan Ayi yang membuatnya kesal. Kepalan tangan disisi badannya nampak terlihat kuat dengan wajah yang kusut.

College or ConfessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang