55. Lampu Hijau

31 10 94
                                    

🍃Happy Reading🍃

.
.
.

Nayla berjalan ragu menghampiri Aksa yang memang sudah menunggunya di depan asrama. Beberapa kali Nayla menarik napas panjang guna mempersiapkan dirinya akan segala kemungkinan yang akan terjadi setelah ini.

“Aksa ...” Suara lirih Nayla berhasil membalikkan tubuh Aksa. Dapat ia lihat ekspresi wajah Aksa yang begitu sulit untuk dijelaskan. Nayla tahu, Aksa pasti kecewa karena memang ia tidak menceritakan tentang apa yang sudah terjadi lebih awal.

“Kenapa kamu baru mengatakannya sekarang? Apa aku sudah tidak ada artinya lagi buat kamu?” Dengan cepat Nayla menggeleng sebagai bentuk sanggahan akan pertanyaan yang Aksa lontarkan.

“Bukan begitu. Sebenarnya hari itu aku sudah berniat untuk menceritakan semuanya padamu. Tapi siapa sangka kalau kita justru bertemu dengan papa kamu. Maafkan aku.” Nayla menundukkan kepala. Kalau sudah seperti ini Aksa tidak akan bisa mempertahankan kekecewaannya.

Meskipun memang tidak seharusnya Nayla mengatakan hanya lewat jaringan telepon. Ini bukan masalah yang ringan. Aksa hanya tidak ingin Nayla menanggung semua ini sendirian. Terlebih lagi masalah ini terjadi juga karena dirinya.

“Sudah tidak apa-apa. Jangan takut, kita akan menghadapi ini bersama-sama.” Nayla mendongak. Menatap Aksa yang kini tengah tersenyum teduh ke arahnya. Perlahan ia mengulas senyuman meski sedikit samar. Perasaannya berubah menjadi lebih baik ketika tangan Aksa dengan lembut membelai permukaan wajahnya.

“Sekarang kita temui mama kamu. Biar aku yang jelaskan semuanya. Selama kita masih bersama, aku yakin kekuatan dan keajaiban pasti akan datang. Cukup percayakan semuanya padaku.” Nayla mengangguk.

Aksa merangkul pinggang Nayla. Menuntunnya berjalan menuju ke arah sebuah mobil yang terparkir tepat di belakang keduanya. Nayla sudah tak lagi terkejut ketika melihat Aksa membawa mobil setelah tahu seperti apa latar belakang keluarga Aksa.

“Pakai sabuk pengamannya dulu.” Nayla sedikit memundurkan kepalanya saat Aksa memasangkan sabuk pengaman pada tubuhnya. Membuat jarak di antara keduanya hanya setipis benang sutra.

“Nyaman?” Nayla mengangguk kaku. Setelah itu Aksa menjauhkan kembali tubuhnya. Menghidupkan mesin mobil dan mulai melajukannya perlahan bergabung dengan kendaraan lain di jalan raya.

...

Setelah hampir empat puluh menit, mobil milik Aksa akhirnya berhenti di depan sebuah rumah minimalis sederhana yang berada tepat di pinggiran kota. Rumah itu tampak asri dengan pepohonan rindang di sekitarnya. Belum lagi aliran sungai jernih yang juga tak berada jauh dari sana. Membuat siapa saja yang menatapnya takjub dan terkesima.

Aksa menggenggam tangan Nayla ketika gadis itu mulai merasa ragu untuk melangkah. Seolah mendapatkan keberaniannya kembali, Nayla mengangguk pasti. Memutuskan untuk melangkah bersama dengan Aksa yang tak pernah melepaskan tangannya.

Tok Tok

Nayla mengetuk pintu. Menunggu beberapa saat hingga pada akhirnya pintu itu terbuka lebar. Nayla tersenyum manis mendapati kakak perempuannya baru saja memberikan celah untuk dirinya menerobos masuk ke dalam rumah.

Plak!

Nayla terkejut bukan kepalang. Satu tamparan keras ia dapatkan dari sang kakak. Aksa yang melihat hal itu berniat untuk memasang badan. Namun Nayla mengisyaratkan untuk diam.

College or ConfessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang