38. Ka A eN Ge eN

30 14 76
                                    

🍄Happy Reading🍄

.

.

.

"Perginya sama siapa, Ayi?" tanya Dhira.

Ayi menoleh sejenak. "Hm? Bisa naik taksi kok."

"Jangan. Sama Abang aku saja perginya." Ayi ingin menyangkal dan menolak namun Dhira sudah lebih dulu memanggil Arun untuk mengantar gadis itu ke kampus. "Hati-hati, ya. Ayi aku dijaga, Bang."

"Aman. Palingan kalau rewel gue singgahin di lampu merah," jawab Arun.

Ayi melotot. "Sembarangan! Gak usah kalau gitu!" sungutnya.

Arun hanya terkekeh di belakang menyusul anak kecil itu keluar. Setelah melepas pamit dari sang adik untuk berangkat ke kampus.

"Awas, di parkiran banyak om-om loh, Ayi," tegur Arun.

Kaki gadis itu seketika berhenti. Pandangannya mendelik ke arah Arun dengan mata yang menyipit. "Termasuk Abang, kan?"

"Heii~ Umur gue belum om-om asal lo tahu."

"Ya ya ya, terserah."

Mengantar Ayi ke kampus sama saja seperti mengantar seorang adik menuju Sekolah Dasar. Kalau biasa penumpang Arun yang berisi Dhira penuh dengan kedamaian kegiatan hal yang layaknya orang dewasa, lain Ayi yang malah sibuk bermain game di ponselnya seraya berceloteh riuh tidak jelas. Kalau sudah bosan, berganti menjadi aksi menatap luar jalan dengan jendela yang dibuka seluruhnya. Dan mungkin kalau Arun tidak mengawasi anak itu, kepalanya sudah hilang karena tersambar mobil lain.

"Gila lo?! Jangan keluarin kepala di situ!"

"Ya, maap," jawab Ayi seraya menggaruk pelipisnya.

Arun menghela napas berat dan menggeleng. Beruntung mobil yang melewati tidak berhenti demi melakukan protes ribut. Bisa dipungkiri anak kecil berstatus mahasiswi ini nyatanya masih seorang bayi.

Sampai di parkiran kampus, Ayi turun lebih dulu. Membungkuk kala mendapat Arun yang juga turun dari mobil seraya berucap terima kasih. Lepasnya melongos pergi tanpa peduli bahwa lelaki itu masih mematung di tempat. Mengalami culture shock akan duality Ayi yang benar-benar aneh.

"Oi! Bayi!"

Ayi seketika berhenti dan menolah. Dari ujung terpampang Haris yang tengah setengah berlari menghampiri.

"Hari, Ris," sapa Ayi.

Haris mengangguk sejenak membalas. "Datang sama siapa?"

"Sama kakaknya Dhira. Kenapa?"

"Ah, si Dhira. Dia gak masuk lagi?"

Ayi berdeham dan mengangguk. "Lagi sakit dan masa istirahat. Dia ada kelas bareng kamu, kah?"

"Bukan bareng gue. Lebih tepatnya mata kuliah yang sama dengan dia beberapa hari ini gue mengulang. Hehe." Cengiran Haris yang hanya dibalas gelengan kepala dari Ayi. Keduanya lantas masuk area fakultas bersama.

"Oh, iya. Lo lagi berantem sama si asam?" Ayi menoleh untuk sekedar menanyakan maksudnya. "Dia curhat ke gue pasal lo yang susah diajak ketemuan. Padahal gue dengan mudahnya ketemu tiap hari. Kenapa? Lo menghindari dia?"

College or ConfessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang