41. Sesak

26 12 56
                                    

Happy Reading

Semilir angin menerpa wajah gadis cantik yang kini sedang duduk di sebuah bangku panjang. Melihat pemandangan kota dari atas gedung memang hal yang menarik.

Menghisap rokok yang terselip di tangannya lalu ia hembuskan asapnya. Yap, kalian tidak salah baca, gadis cantik satu ini memang sedang menikmati nikotin yang bisa merusak bagian dalam tubuhnya.

Tak banyak yang tau memang, hanya ia dan satu temannya yang tau bagaimana Diva sebenarnya. Iya, Diva yang kini sedang menghisap rokoknya dengan alasan itu bisa membuat dia merasa sedikit lebih baik. Walau kadang ia juga was-was karena takut ketahuan oleh yang lain apalagi Radit, bisa diomeli habis-habisan jika Radit tau kalau Diva merokok.

"Gue kira udah pensiun," ucap seorang lelaki yang sedang berjalan menuju arah Diva.

Diva terdiam sejenak lalu membuang rokoknya tak lupa ia juga menginjaknya, saat lelaki itu sudah cukup dekat.

Bugh!

Diva memberikan satu pukulan dan akhirnya mereka berkelahi, Diva ingin menendang wajahnya namun meleset.

Ingat ya Diva itu perempuan tenaga nya pasti tak akan seimbang dengan lelaki yang kini jadi lawannya. Lelaki itu mengunci pergerakan Diva dan sudah siap untuk membantingnya.

"Banci berani nya sama cewek! Masa mau banting cewek, cemen!" Cerocos Diva.

"Dasar cewek! Siapa yang nyerang duluan coba." Lelaki tadi membebaskan Diva.

"Ya harusnya ngalah dong."

"Bacot betina."

"Aaaa buaya gue, kangen gue sama lo." Diva kegirangan karena ia baru melihat lelaki dihadapannya ini. Maklum mereka berpisah sejak mereka lulus SMA.

"Orang kalo kangen tuh di peluk, di kasih kiss, lah ini dikasih bogeman cuk."

"Dih bacot lo! Ko bisa ada disini?" tanya Diva setau dia lelaki jangkung ini melanjutkan kuliahnya di Hongkong.

"Kangen lo, jadi gue mutusin buat kuliah disini, because gue gak bisa jauh-jauh dari lo, si cantik nya gue," ucapnya dengan senyuman yang mengembang.

"Idih najis buaya!"

"Gapapa deh di bilang buaya asal lo pawangnya, ini serius gak ada pelukan selamat datang gitu buat gue? Kalo kiss emang gak bakalan mungkin." Dia merentangkan tangannya.

"Kas kis kas kis gue aduin bang Radit lo!" Diva berhambur ke pelukan lelaki itu.

"Radit doang mah enteng tinggal betot lehernya aja udah kelar." Perkataannya berhasil mendapat respon pukulan dari Diva.

"Lo lagi ngomong sama adeknya ya!" Diva mendusel di dalam pelukannya. Pelukan ini memang selalu menjadi pelukan ternyaman.

"Ko bisa tau gue ada disini?" Keduanya melepas pelukannya lalu duduk di bangku panjang yang Diva duduki tadi.

"Feeling gue emang kuat, tau aja kalo belahan jiwanya lagi ada dimana." Ia melihat kearah Diva yang sudah siap menbakar rokoknya. "Merokok menbunuh mu," ucapnya sembari mengambil satu batang rokok yang sudah dicapit oleh bibir Diva.

"Itu kan membunuh mu bukan membunuh gue!" Kesal Diva.

"Lo gak berubah ya," ucapnya yang masih menatap Diva.

"Lo mau gue berubah jadi apa? Ultraman?"

"Ultramine aja gimana?"

"Idih gue kira lo pergi ke Hongkong bakalan insaf eh malah lebih parah."

College or ConfessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang