45. Lemah

36 11 114
                                    

✨ Happy Reading ✨

"Gue gak balik langsung ya, masih ada urusan." Diva membereskan barang-barangnya, saat ini Diva dan Nayla sedang berada di kantin, hanya berdua karena kedua sahabatnya yang lain masih berkutat dengan buku dan dosen.

"Mau kemana?" tanya Nayla penasaran.

"Ada deh." Tepat saat Diva hendak beranjak, Yuda dan yang lainnya datang menghampiri meja yang ditempati oleh Diva dan Nayla.

"Hai sayang." Aksa mengusak rambut Nayla lalu duduk disamping Nayla.

"Pacaran terooss," sindir Diva. "Udah ah gue mau cabut dulu ya." Diva melangkahkan kakinya.

Saat sedang menunggu taksi tiba-tiba tangannya di genggam membuat Diva kaget.

"Gue mau ngomong."

"Gue nya males." Diva melepas paksa genggaman tangannya.

"Gue gak bisa kaya gini terus."

"Gue bisa," singkat Diva, ia celingukan mencari taksi.

"Gue yang gak bisa Div, selama ini lo anggap gue apa? Seenaknya aja lo acuhin gue."

Diva menatap Yuda dengan tatapan tajam. "Lo nanya gue? Lo nanya, gue anggap lo apa? Sekarang gue tanya lo balik, lo anggap gue apa? Mainan? Yang bisa seenaknya lo mainin? Mikir dong Yud, gak semua cewek bisa lo mainin, mentang-mentang banyak yang mau sama lo bukan berarti lo bisa seenaknya deket sana sini. Anjing tau gak!" Diva melambaikan tangannya saat melihat taksi lewat.

"Kita perlu bicara." Yuda menarik paksa tangan Diva, namun Diva memberontak melepasnya.

"Lo bicara sama jablay yang lo temuin di club aja sana!" Dengan cepat Diva memasuki taksi. "Cepet jalan pak," suruh Diva pada supir taksi, ia mengabaikan Yuda yang menggedor-gedor kaca taksi.

Taksi sudah berjalan cukup jauh dari area kampus dan tiba-tiba saja air matanya turun, entah mengapa ia menangis saat ini. Hatinya memang sudah terlanjur jatuh pada Yuda, ia juga tak mau jauh dari Yuda namun apa boleh buat, kejadian malam itu selalu muncul dalam otaknya membuat ia mengingat betapa brengseknya Yuda malam itu.

"Mau kemana mba?" tanya supir taksi, Diva pun menunjukkan sebuah alamat.

✨✨✨

Dikerumuni oleh anak-anak kecil memang sebuah kebahagiaan bagi sebagian orang, anak-anak lucu yang masih belum memikirkan betapa kerasnya dunia dan beban yang harus ditanggung.

Bu Indri, si pemilik panti asuhan ini memang sudah mengenal Diva sejak Diva mengantar salah satu anak yang tersesat, dari situ Diva sering mampir kesini karena ada kesenangan tersendiri saat ia bermain bersama anak-anak di panti.

Senyum tipis dan lambaian tangan Diva berikan saat salah satu anak kecil melambai padanya.

"Udah gue tebak pasti kesini." Ia duduk di samping Diva.

"Lo pasti lacak hp gue kan?" Radit yang barusan duduk di samping Diva hanya tersenyum manis.

"Selain itu gue juga tadi lihat lo di depan kampus." Radit menarik Diva agar Diva menyenderkan kepalanya di pundak Radit.

"Gak usah di bahas males." Diva menaikkan kedua kakinya lalu memeluknya. Mengerti?

"Gak usah di pikirin, kasian otak mungil lo walau isinya emang kosong tapi tetep kasian."

College or ConfessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang