Bab 88 : Teriakan dari Dinding Gudang Bawah Tanah

658 83 36
                                    

Ari dan Tata buru-buru keluar dari kamar. Beberapa saat tadi mereka sadar sudah terlalu lama berada di alam sana. Disana jarum jam tangan mereka tidak bergerak. Dan benar saja, mereka seperti cuma beberapa menit disana. Ari dan Tata sempat melihat jam dinding di kamar. Lebih dari tiga jam mereka berdua disana. Lalu ada tiga notifikasi miscall di ponsel Tata dari ibunya.

"Kamu nggak telpon balik mama kamu Ta?" tanya Ari.

"Ntar aja Ri, kalau udah di taxi," kata Tata yang buru-buru memakai sepatunya.

Tata tidak berpamitan dengan ibu Ari karena sedang tidur. Dan di luar hujan mulai turun. Ari pun mengambil payung untuk mengantar Tata mencari taxi. Di pinggir jalan, Ari dan Tata bediri di bawah satu payung. Kali ini, berdua mereka memegang payung sembari saling pegang tangan. Taxi yang mereka tunggu tak kunjung datang sementara hujan semakin deras.

"Ri, ingat nggak dulu pertama kali aku main ke rumah kamu?" tanya Tata di sela hujan.

"Iya Ta, dulu hujan juga ya waktu aku antar kamu cari taxi," jawab Ari.

Di bawah payung, Ari dan Tata bertatapan lama mengenang masa itu. Waktu itu, walau ada Tata, Ari masih memikirkan hantu yang dia anggap jadi biang kematian bapaknya. Sekarang Ari sudah tidak peduli lagi dengan hantu itu, karena Tata sepenuhnya sudah mengisi hidupnya. Lalu ponsel Tata bergetar di dalam tasnya. Ternyata ada panggilan dari ibunya. Tata jadi kelabakan karena dia belum berada di dalam taxi.

"Halo Ma..." jawab Tata dengan suara terbata.

"Kamu dimana Ta... Berkali-kali mama telpon nggak diangkat..." suara ibu Tata keras di ponsel Tata.

"Mmm... ini sedang nunggu taxi Ma... Di pinggir jalan... Tadi HP Tata lowbat... HP Tata dicharge di dalam rumah Astri... Tata ngerjainnya kan di kebon..."

"O gitu... Mama mau bicara sama Astri dong Ta."

"Mmm... Astrinya.... Astrinya nggak bisa nganter Tata Ma... Ini kan lagi hujan... Astri agak nggak enak badan... Jadi Tata cuman pinjem payung aja sama Astri..."

"Tata... Tata... Lagian kenapa sih kamu nggak mau dianterin sama Pak Rado aja..."

"Kan Tata udah bilang... Gangnya rumah Astri itu sempit... Nggak bisa masuk mobil Ma..."

"Kan Pak Rado bisa cari parkir di tempat lain... Nanti tinggal jemput kamu aja... Pokoknya besok-besok kamu harus dianterin Pak Rado..."

Ari yang diam di sebelah Tata jadi tegang mendengar Tata bicara dengan ibunya. Beberapa saat Tata masih berargumen dengan ibunya. Tapi pada akhirnya Tata berusaha untuk mengalah.

"Iya... Iya Ma... Kapan-kapan Tata dianter sama Pak Rado aja..." Lalu Tata menutup telponnya.

Saat itu juga ada taxi lewat di depan mereka. Ari dan Tata cepat-cepat menghentikannya.

"Ri... Kayanya aku harus bawa payungnya deh," kata Tata buru-buru,"Soalnya tadi aku cerita ke mama pinjam payung dari Astri... Gimana Ri?"

"Iya bawa aja Ta," Ari tahu, Tata harus bermasalah dengan ibunya gara-gara datang ke rumahnya.

Tata cepat-cepat masuk taxi. Cuma beberapa detik saja Ari dan Tata sempat saling melambaikan tangan. Selebihnya, dengan badan basah kuyup diterpa derasnya hujan, Ari hanya bisa memandangi taxi Tata yang menjauh. Lama-lama Ari berpikir semua ini jadi tidak adil buat Tata. Untuk datang ke rumah Ari, Tata harus bohong pada ibunya. Ada rasa bersalah muncul pada Ari, bagaimana Tata harus menanggung hubungan yang tidak baik dengan ibunya. Tapi di bawah guyuran deras hujan, Ari merasa hari hari ini adalah hari yang terbaik di sepanjang hidupnya. Dan Tata adalah hal terbaik yang pernah dia miliki.

Komplotan Tidak Takut HantuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang