Bab 45 : Perhitungan dengan Fatar

1K 141 6
                                    

"Udah Ri! Kita cari itu si Fatar sekarang!" kata Wira.

"Yakin lo dia ada di sekolah?" tanya Ari," Maksud gue, emang dia ada ekskul hari ini?" Ari mencoba untuk bersikap realistis, mengingat apa yang disampaikan Pak Riza padanya.

"Justru itu! Kalau dia ada ekskul hari ini, berarti emang bener-bener dia biang keroknya!" kata Wira.

Lalu Ari dan Wira mulai menyusuri sekolah mereka. Mereka mendatangi beberapa tempat ekstrakurikuler yang sedang berlangsung hari ini. Awalnya mereka ke laboratorium tempat ekstrakurikuler Karya Ilmiah Remaja. Ari dan Wira sampai melongok-longok ke jendela laboratorium mencari keberadaan Fatar di dalam. Tetapi mereka tidak menemukannya. Dari dalam, Tata yang memakai baju laborat sempat melihat Ari sedang melongok dari luar jendela. Ari pun memberikan kode dengan tangannya ke Tata kalau dia akan menjelaskannya nanti. Tata jadi sedikit cemas. Tata tahu, Ari pasti sedang melihat sesuatu di sekolah. Lalu Ari dan Wira ke tempat ekstrakurikuler Bulutangkis. Lalu ekstrakurikuler Tenis Meja, Tari, Pramuka, Pecinta Alam, Marching Band. Tapi mereka tidak menemukan Fatar. Baru setelah mereka ke aula, di sana ada ekstrakurikuler Pencak Silat. Dan ada Fatar di sana. Fatar memakai baju pencak silat. Dia sedang berlatih bersama-sama teman-temannya yang lain.

"Tuh Ri! Bener kan? Fatar ada di sekolah," kata Wira pelan.

"Iya..." jawab Ari seadanya. Karena kini dia sedang berusaha mengamati sekitar. Apalagi ini aula. Tempat yang sebelumnya pernah terjadi sesuatu. Tapi Ari tidak melihat sesuatu. Tidak ada Noni Belanda, tidak ada anak kecil bertangan hitam dan tidak ada yang lainnya.

"Kita tungguin aja pulangnya Ri," kata Wira," Bentar lagi juga pulang."

"Iya..." jawab Ari pelan. Ari masih ragu. Bukan karena Fatar ikut pencak silat dan banyak teman-temannya juga di sana. Tapi Ari merasa, mereka tidak punya sesuatu untuk dibuktikan.

"Lo yakin Wir?" tanya Ari ke Wira.

"Iya gue yakin," jawab Wira.

Ari benar-benar melihat Wira begitu yakin dengan apa yang akan dilakukannya.

Lalu Ari dan Wira menunggu di taman. Begitu Fatar terlihat berjalan keluar dari lorong kelas, Ari dan Wira segera menghampirinya.

"Hei, nama lo Fatar ya?" tanya Wira tanpa basa-basi.

"Iya... Kenapa emang?" jawab Fatar.

"Kita tahu, lo ada yang ngikutin,"kata Wira," Kita sebenernya nggak masalah kalau lo ada yang ngikutin, tapi kalau sampai ada kejadian onar di sekolah ini, asal tahu aja ya, lo lagi cari masalah."

Awalnya Fatar agak kaget saat Wira mengatakan ada sesuatu yang mengikutinya. Tapi cepat-cepat dia berusaha menguasai dirinya. Dan Ari merasa kata-kata yang digunakan Wira agak berlebihan.

"Gue nggak ngerti apa yang lo omongin," kata Fatar tanpa rasa takut.

"Jangan berlagak bego lo, kita tahu ada sosok kepala kijang yang ngikutin lo," kata Wira.

Sekali lagi Fatar terlihat kaget. Kali ini dia agak susah menutupinya.

"Juga ada anak kecil tangannya item, ada Noni Belanda..." kata Wira.

"Jangan ngaco lo!" kata Fatar dengan nada tinggi.

"Lo nggak usah mangkir deh," kata Wira,"Udah cukup kejadian di sekolah kita,"

"Denger ya! omongan lo semua ngaco!" suara fatar penuh amarah sembari mendorong Wira dengan tangannya.

"Hei jangan macem-macem lo!" kini suara Wira sarat emosi," Jangan sok jago lo!"

Lalu Wira mulai membalas mendorong Fatar. Selanjutnya mereka langsung terlibat baku hantam. Ari pun berusaha melerai. Lalu teman-teman ekstrakurikuter Fatar berdatangan. Sebagian ada yang melerai. Tapi sebagian lagi ada yang membela Fatar dengan ikut memukul Wira. Situasi makin tidak terkendali. Dan Wira sudah mendapatkan banyak pukulan di kepala dan badannya. Sampai akhirnya Wira tersungkur ke tanah. Untung pak guru pembina ekstrakurikuler pencak silat datang dan segera mengendalikan situasi. Semua murid yang ikut ekstrakuriluler pencak silat disuruh bubar dan pulang. Sebelumnya dia memberikan peringatan, jika hal ini terjadi lagi, siapapun akan dihukum berat. Lalu pak guru mulai merawat Wira. Ada beberapa lebam di muka dan badan Wira. Ada darah keluar dari hidung Wira.

Komplotan Tidak Takut HantuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang