⊱ ────── ❁ ❁ ❁ ───── ⊰
Jeremy mengikuti lomba skateboard anak. Hanya David yang hadir untuk mendukungnya. Ayah dan ibunya tidak datang, karena sibuk dengan urusan pribadi mereka.
Ada banyak atlet skateboard cilik yang hadir di perlombaan tersebut dan menunjukkan kebolehan mereka.
FYI : Di negara tersebut, skateboard dianggap sebagai olahraga atau aksi yang digemari oleh anak-anak muda. Jadi, ada banyak perlombaan skateboard setiap tahunnya.
Dalam perlombaan tersebut, Jeremy memenangkan peringkat ke-1 untuk skateboard freestyle.
David bangga dengan pencapaian saudara sepupunya itu. Ia mengusap rambut Jeremy.
"Kau benar-benar luar biasa! Kau melakukannya dengan baik. Aku sempat berpikir, apakah kau Jeremy yang aku kenal atau bukan," celetuk David.
Selain mendapatkan piala, Jeremy juga mendapatkan uang dalam jumlah yang cukup besar.
Di mansion, ia menunjukkan piala tersebut pada para sepupunya.
"Wow, kau keren juga." Hailey bereaksi positif.
"Ya, aku tahu kau bisa melakukannya," kata Natasha yang juga memberikan komentar positif.
Di sekolah, April masih terus di-bully. Bahkan semakin hari, teman-temannya semakin menggila. Mereka pernah memasukkan ulat agresif ke dalam tasnya.
Apakah April menangis atau marah?
Tidak, ia memasang ekspresi datar seperti biasa meski tubuhnya menjadi gatal-gatal dan muncul ruam merah gara-gara ulat bulu tersebut.
Laura melaporkan kejadian pembullyan tersebut pada kepala sekolah agar segera ditindaklanjuti. Tapi, bagaimana tanggapan kepala sekolah?
"Mereka masih kecil, mereka hanya bermain-main dan bercanda. Selama tidak ada korban jiwa, kita tidak perlu khawatir berlebihan," itu yang dikatakan kepala sekolah sebagai jawaban.
Laura tidak mengira kepala sekolah akan bersikap dingin dan tidak peduli pada murid yang di-bully.
"Tapi, Apriley Golvench tidak berani melaporkan apa yang terjadi dengannya padaku atau pada guru lainnya. Mungkin dia takut dan diancam oleh teman-temannya, sehingga kita tidak tahu apa saja yang dialami olehnya selama ini," ucap Laura. Terselip permohonan dalam kalimatnya agar kepala sekolah mengabulkan permintaannya untuk menindaklanjuti kasus bullying tersebut.
"Kau berhati baik, Nyonya Laura. Tapi, kau juga memiliki banyak murid yang harus kau perhatikan, bukan hanya anak itu." Kepala sekolah memutar kursinya membelakangi Laura kemudian ia membaca koran.
Laura menghela napas berat.
Suatu hari, ada mobil yang menabrak kucing di pinggir jalan dekat sekolah. Sebagian anak sekolah yang sedang beristirahat berteriak ketakutan dan meringis melihat kejadian miris itu di depan mata mereka.
Tanpa merasa bersalah, pengendara mobil itu melajukan mobilnya pergi begitu saja seolah ingin lepas tangan dari apa yang telah ia perbuat.
April menghampiri kucing sedang sekarat itu. Darah segar menodai bulu putihnya yang indah. Belum lagi ceceran organ tubuh si kucing yang keluar secara paksa dari perutnya.
Berbeda dengan ekspresi anak sebayanya yang ketakutan dan menangis melihat kejadiaan na'as yang menimpa kucing tersebut, April terlihat tenang, tidak menujukkan ekspresi apa pun.
"Aku akan membantu mengakhiri penderitaanmu." April mengambil batu besar di tepi jalan lalu memukul kepala si kucing yang tak berdaya dan sedang sekarat itu dengan batu tersebut hingga tewas seketika. Darah terciprat ke wajah dan pakaian April.
Semua murid berteriak ketakutan melihat itu. Mereka berlarian pergi.
💠💠💠
Di ruang guru.
Laura duduk di mejanya. Ia terlihat khawatir.
Tak lama kemudian, April masuk ke ruang guru dengan percikan darah yang masih terlihat jelas di bajunya dan kini mulai mengering.
Beberapa guru melihat ke arahnya dengan tatapan aneh. Mereka berbisik-bisik membicarakannya.
"Duduklah," kata Laura.
April duduk di kursi berhadapan dengan guru kelasnya itu.
"Kau baik-baik saja?" tanya Laura.
April menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Aku mendengar dari teman-temanmu tadi... ah, bukan teman, tapi murid-murid yang satu kelas denganmu. Mereka bilang, mereka melihatmu... membunuh kucing yang sedang sekarat," kata Laura hati-hati.
Dengan ekspresi dingin dan nada datar, April menjawab, "Aku tidak membunuhnya, aku menolongnya."
Laura mengernyit bingung mendengar jawaban April. "Menolongnya?"
"Iya, aku mempercepat kematiannya. Dengan begitu, penderitaannya berakhir," jelas April singkat.
Laura cukup terkejut mendengar pola pikir April yang jelas saja berbeda dengan pola pikir anak kecil seusianya. Laura merasa jika April memiliki gangguan mental yang serius.
Karena Laura tidak memberikan tanggapan, April kembali bersuara, "Apakah yang aku lakukan adalah kejahatan?"
Laura tidak langsung menjawab. Ia tampaknya juga bingung dengan cara berpikir April yang kompleks.
"Bukankah pengendara mobil itu yang jahat? Dia menabrak kucing dan membiarkannya sekarat. Proses kematiannya menjadi lama dan rasa sakit yang dialami kucing itu bisa membunuhnya secara perlahan. Itu lebih mengerikan," ucap April lagi.
"Iya, tapi...." Laura mencoba menjelaskan dengan akal sehatnya, "bukankah sebaiknya kau menolongnya dengan membawanya ke rumah sakit hewan atau kau bisa memberitahu orang dewasa di sekitarmu. Bukan membunuhnya."
Laura menyandarkan punggungnya ke kursi. "Kucing itu sudah tidak memiliki harapan hidup. Jika dia dibawa ke rumah sakit hewan, mereka (dokter hewan) hanya bisa menyembuhkan atau mengoperasi lukanya. Tapi, kucing itu akan menjadi cacat seumur hidupnya. Kakinya sudah remuk terlindas mobil. Bukankah itu akhir yang sama buruknya bagi kucing itu?"
Laura tidak tahu harus bicara apa lagi. April terlihat seperti orang dewasa saat berbicara serius. Baru kali ini Laura mendengar gadis kecil itu berbicara panjang lebar.
Laura mengangguk pelan, bukan berarti ia membenarkan ucapan April. Laura hanya ingin mengakhiri pembicaraan di antara mereka yang semakin menjurus ke arah creepy.
"Hari Minggu kau ada waktu?" tanya Laura mengalihkan pembicaraan.
April mengangguk. "Aku selalu di rumah saat hari libur."
"Setelah kau pulang dari Gereja, aku akan menjemputmu untuk pergi berjalan-jalan, apa kau mau?" ajak Laura.
April tampak berpikir lalu ia mengangguk. "Tentu, aku mau pergi bersama Bu Guru."
Laura tersenyum.
Kabar tentang April membunuh kucing sekarat tersebar ke seisi sekolah membuat para murid menjadi berubah. Yang tadinya mengganggu dan membully April, sekarang menjadi takut pada gadis kecil itu. Tidak ada yang berani mendekatinya, karena mereka berpikir kalau April mungkin saja bisa membunuh siapa pun termasuk mereka.
Para guru juga banyak yang tidak suka dan lebih menjaga jarak dari April. Tatapan dingin dan senyuman tipis April membuat kesan misterius dan menakutkan bagi mereka.
Kepala sekolah tidak mau banyak pikiran dan tidak mau menanggapi.
Dari teman-temannya, Jeremy mendengar kabar pembunuhan kucing yang dilakukan oleh April. Anak laki-laki itu percaya dengan ucapan teman-temannya, karena Jeremy memang pernah melihat April membunuh katak.
Tapi, itu tidak membuatnya takut atau berhenti menjahili April. Ia menganggap April hanya bisa membunuh hewan lemah dan hewan-hewan kecil, tidak dengan manusia.
⊱ ────── ❁ ❁ ❁ ───── ⊰
22.55 | 1 Januari 2022
By Ucu Irna Marhamah
KAMU SEDANG MEMBACA
APRIL
General Fiction⊱ ────── ❁ ❁ ❁ ───── ⊰ April, dia gadis kecil berusia 6 tahun yang sangat cantik. Mata sayu yang indah dengan pupil berwarna hijau kebiruan, hidung kecil yang mancung, bibir mungil merah merekah. Wajah imutnya dibingkai dengan rambut berombak berwar...