Part 19

69 9 0
                                    

⊱ ────── ❁ ❁ ❁ ───── ⊰

John dan Susan tidak kunjung pulang. Hal itu membuat keluarga Golvench cemas. Mereka pun menelepon polisi.

Dave dan Alice lagi yang bertugas mengusut kasus tersebut. Mereka menemukan tubuh John dan Susan yang sudah terpotong-potong dikubur di halaman belakang rumah. Dalam waktu setengah hari, mereka langsung menemukan pembunuhnya yang tak lain adalah Paulina.

Namun, saat para polisi akan menangkap Paulina, wanita itu sudah ditemukan tak bernyawa karena bunuh diri dengan memotong pergelangan tangannya sendiri. Ia tidak ingin masuk penjara dan memilih untuk mati.

April bergumam pelan, "Seandainya Bibi Paulina sedikit lebih pintar, dia tidak akan dicurigai, bahkan ditangkap."

Hailey dan David sangat terpukul dengan kematian ibu serta ayah mereka, begitu juga dengan Natasha dan Jeremy yang kehilangan ibu mereka. Mereka semua menangis di pemakaman. Kakek Martin dan Nenek Sarah juga bersedih.

Nenek Sarah menangis sambil gemetar, sementara Kakek Martin berkali-kali mengusap air matanya yang membasahi pipinya. Sementara Jack terlihat biasa saja, sama halnya dengan April.

Keesokan harinya, anak-anak tidak pergi ke sekolah, karena mereka masih berduka. Jack tetap pergi kantor untuk melaksanakan tugasnya yang semakin bertambah setelah kematian kakaknya.

Kesehatan Nenek Sarah semakin buruk. Wanita tua itu berbaring di tempat tidurnya. Kakek Martin selalu setia menemaninya. 

Jeremy membawa skateboard-nya dan pergi ke halaman belakang. Ia melihat April bermain sepatu roda dengan lincah di landasan tempatnya bermain skateboard. Gadis itu bermain sepatu roda sambil membawa boneka beruang miliknya.

"Kau bisa bermain sepatu roda rupanya," kata Jeremy setengah memuji.

"Aku belajar sejak usiaku 4 tahun," jawab April tanpa menoleh sedikit pun pada Jeremy.

"Kak Hailey juga suka bermain sepatu roda. Sepertinya sepatu roda yang kau pakai adalah milik Kak Hailey yang sudah lama tidak dipakai," kata Jeremy.

April berhenti. "Apakah ini punya Kak Hailey? Kalau begitu, aku akan menyimpannya kembali ke gudang."

"Tidak apa-apa, pakai saja. Lagipula Kak Hailey sudah tidak memakainya, itu sudah tidak muat di kakinya," ucap Jeremy.

April tersenyum. "Benarkah? Jadi, aku boleh memakainya?"

Jeremy mengangguk seraya tersenyum. Ia terpesona dengan senyuman April.

"Kenapa tidak bermain bersamaku? Kau membawa skateboard, kan?" ajak April sambil menarik tangan Jeremy.

Jeremy pun bermain skateboard bersama April yang memakai sepatu roda. Mereka tampak akrab.

April meminta Jeremy melakukan beberapa aksi dengan skateboard-nya. Anak laki-laki itu dengan mudah melakukannya, sekali pun aksi yang berbahaya.

April terpukau dengan kemampuan Jeremy.

Jeremy mengulurkan tangannya. "Maafkan aku, aku selalu membuatmu menderita selama ini. Aku minta maaf."

April mendongkak menatap Jeremy yang menunjukkan ketulusan di matanya. Gadis itu pun mengangguk. "Tentu, dengan satu syarat."

"Apa syaratnya?" tanya Jeremy.

"Kau harus memotong sepuluh jarimu, maka aku akan memaafkanmu," jawab April.

"Apa?" Jeremy memundurkan wajahnya. "Kau pasti gila."

April mengeluarkan pisau dari dalam perut boneka beruangnya. "Aku punya pisau, jadi berikan tanganmu."

Jeremy segera melajukan skateboard-nya menjauh dari April, tapi April mengejarnya.

Jeremy tampak ketakutan, ia melajukan skateboard dengan cepat sambil sesekali melihat ke belakang. Ia tidak menyadari ada batu kecil di depannya sehingga skateboard Jeremy melindasnya. Anak laki-laki itu kehilangan keseimbangan. Ia pun terjatuh dengan kepala terbentur keras pada landasan skateboard yang menonjol.

Darah segar mengalir dari kepala Jeremy yang terbujur kaku.

April tersenyum kecil. Ia berlalu masuk ke dalam mansion lalu menelpon polisi.

Dengan suara bergetar dan menangis, April memberitahu polisi kalau Jeremy terjatuh dan tidak bangun lagi.

Tak lama kemudian, Dave dan Alice datang lalu memeriksa Jeremy. Malangnya anak laki-laki itu sudah tewas.

April menangis sesegukan dalam pelukan salah seorang polisi wanita yang ikut bersama Dave dan Alice.

Dave melihat empat piala kejuaraan skateboard di lemari. Ia mengambilnya salah satu dan melihat jika keempat piala itu adalah juara satu.

"Meski Jeremy anak kecil, tapi dia pemain skateboard yang berbakat. Dia tidak mungkin jatuh begitu saja lalu tewas. Pasti ada sesuatu yang membuatnya terjatuh," kata Dave.

"Apakah menurut Bapak, dia dibunuh?" tanya Alice.

"Kita harus menyelidikinya," jawab Dave. Ia melihat ke arah April yang masih menangis. Dave bergumam, "Tidak biasanya dia menangis."

Alice merespon, "Dia bilang, dia syok melihat langsung apa yang terjadi pada Jeremy. Apalagi Jeremy adalah teman dekatnya dibandingkan dengan yang lain, karena mereka seumuran."

Lagi-lagi keluarga Golvench harus bersedih atas kematian Jeremy. Natasha menangis dalam pelukan ayahnya. David dan Hailey juga terlihat sedih. Kakek Martin menghela napas berat sambil mengusap air matanya. April tidak menangis, tapi matanya sembab.

Pulang dari pemakaman, Hailey melihat ke landasan tempat Jeremy bermain skateboard. Ia merasa sedih. Meski Jeremy adalah sepupu yang paling menyebalkan, tetap saja Hailey merasa kehilangan.

Pandangan Hailey tertuju ke permen karet yang menempel di sana. Hailey membawa ranting pohon yang berserakan lalu ia menyingkirkan permen karet tersebut.

Hailey mengernyit melihat bagian yang tertutup permen karet itu terlihat kotor, sementara seluruh landasan tampak bersih. Biasanya bagian yang tertutup oleh benda akan lebih bersih ketimbang yang tidak tertutup, makanya hal tersebut membuat Hailey kebingungan.

"Landasannya seperti baru saja dibersihkan," kata Hailey sambil menyentuh landasan tersebut.

Hailey pergi ke kamarnya lalu mencampur cairan-cairan kimia tertentu yang dipelajari olehnya selama di kampus.

Hailey kembali ke halaman belakang lalu menumpahkan cairan tersebut ke landasan. Seluruh landasan berubah warna menjadi biru. Hailey melihat jejak roda skateboard dan juga jejak sepatu roda.

Dari jejak tersebut, Hailey bisa melihat kalau skateboard tergelincir atau terseok dan berakhir di batas landasan yang menonjol di mana Jeremy tewas karena kepalanya terbentur keras.

Sementara jejak sepatu roda juga ada di belakang jejak skateboard tersebut membuat Hailey mengambil kesimpulan, "Jeremy dikejar oleh seseorang yang memakai sepatu roda. Karena ketakutan dikejar, itulah sebabnya Jeremy jatuh di sana."

Ingatan Hailey langsung tertuju pada April yang mengaku pada polisi kalau dirinya memakai sepatu roda dan bermain bersama Jeremy yang menggunakan skateboard. Kemudian gadis kecil itu juga yang melapor pada polisi atas kejadian yang menimpa Jeremy.

"Artinya April ada di TKP dan dia yang membuat Jeremy secara tidak langsung terbunuh," gumam Hailey.

Di balkon kamarnya, April tengah memperhatikan Hailey di landasan skateboard di halaman belakang. April tersenyum tipis. "Dia lebih cerdas dari dugaanku. Tidak sia-sia dia menghabiskan uang untuk berkuliah."

Merasa ada yang memperhatikan, Hailey mendongkak menatap ke arah balkon kamar April. Pandangan kedua perempuan berbeda usia itu bertemu.

Hailey menautkan alisnya. "Benarkah dia melakukannya? Tapi, dia tidak seperti pembohong. Dia hanya gadis kecil yang polos."

⊱ ────── ❁ ❁ ❁ ───── ⊰

19.29 | 1 Januari 2022
By Ucu Irna Marhamah

APRILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang