SEMBILAN BELAS

1.5K 147 68
                                    

Indahnya sinar bulan yang terpancar di langit malam,serta bintang-bintang yang bertaburan menambah kesan cantik langit pada malam ini.

Dinginnya angin yang terus berhembus,menerpa setiap kulit yang menjumpainya. Dalam kesunyian serta keheningan yang menyapa membuat seorang gadis yang sejak tadi memilih berdiri di balkon kamar miliknya tanpa ada niat untuk beranjak sekalipun.

Ditemani bintang dan rembulan,tatapan gadis itu sejak awal hanya fokus ke satu arah. Dengan pikiran yang menerawang jauh seakan ada banyak hal yang kini menghiasi isi kepalanya.

Terlihat dari mimik wajahnya serta dahi yang sesekali berkerut memikirkan sesuatu yang entah apa itu,hanya dirinya saja yang tau saat ini.

Mook

Gadis yang tengah berdiri di balkon kamar nya itu adalah Mook.

Entah apa yang ia lakukan disana,tapi yang jelas banyak hal yang tengah ia pikirkan saat ini.

Decakan pelan keluar dari bibir tipis nya ketika dirinya tak kunjung mendapatkan jawaban dari apa yang ia pikirkan.

Mook mengusap wajahnya kasar,raut muka yang terlihat frustasi menandakan bahwa ada hal serius yang sangat mengganggu pikirannya.

"Apa yang harus gue lakuin setelah ini..." Batin Mook berteriak

"Gimana caranya ngerebut Singto dari Krist." Gumam Mook

Ternyata sedari tadi Mook memikirkan cara untuk merebut Singto dari Krist. Ya,memang apalagi yang ada di pikiran Mook selain Singto?

Jujur saja Mook begitu benci saat Singto dan Krist terlihat bahagia bersama. Ingin rasanya ia menyingkirkan Krist dari hidup Singto dan membawa Singto masuk kedalam hidupnya. Sebenarnya bisa saja Mook menyingkirkan Krist saat ini juga,namun ia memilih untuk bermain bersih.

"Pokoknya Singto harus jadi milik gue!" Ucapnya penuh penekanan

"Tapi gimana caranya? Masa gue harus bunuh Krist dulu?" Sambung Mook

Ia menggigit kecil kuku tangannya,memikirkan ucapannya barusan. Haruskah ia melakukan hal nekat itu? Namun jika ia melakukannya,itu hanya akan merugikan dirinya sendiri,lagipula ia juga tidak ingin mengotori tangannya sendiri.

Drrtt drttt

Lamunannya seketika buyar ketika deringan ponsel menyapa pendengarannya.

Dengan penuh penasaran Mook berjalan ke arah meja kecil yang sengaja ia taruh disana lalu mengambil ponsel nya. Dilihatnya layar benda pipih miliknya itu untuk melihat siapa yang menelponnya malam-malam begini.

"Papah?" Batin Mook

Tanpa menunggu lama,Mook segera mengangkat panggilan dari papah nya itu.

"Kenapa pah?" Tanya Mook langsung to the point

"Lagi dimana kamu?" Tanya sang papah dari sebrang sana

"Di kamar pah." Jawab Mook dengan jujur

Terdengar helaan nafas ringan dari sebrang sana.

"Bagaimana sejauh ini?" Tanya sang papah

Glup

Mook menelan ludahnya dengan susah payah,ia tahu pasti sang Papah menelponnya hanya untuk menanyakan hal ini padanya. Hal yang sebenarnya sudah jengah ia dengar.

"Hallo? Kenapa diam. Apa belum ada kemajuan?" Tanya sang papah menuntut sebuah jawaban dari sang anak yang dirasa sedari tadi hanya diam tak kunjung membuka suara.

"A-ah? Gimana pah?"

"Kenapa hanya diam? Jangan bilang-"

"Udah kok Pah,udah ada kemajuan." Potong Mook dengan cepat karna tak ingin mendengar ocehan sang papah setelah ini

MY BULLY SENIOR | SINGTOXKRISTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang