Bonchap 2

1.4K 122 32
                                    

TOXIC 🥀

Sekolah adalah tempat yang paling tidak disukai oleh putri Heza ini. Entah apa yang membuatnya enggan untuk menimba ilmu. Ketidak nyamanan? Atau kah suatu kegiatan yang sangat membosankan? Entahlah. Seperti Berly sangat jauh berbeda dari kedua orang tuanya. Mobil Heza berhenti tepat di depan gerbang sekolah. Sudah menjadi suatu kebiasaan setiap paginya untuk Heza mengantarkan Berly ke sekolah sebelum berangkat ke kantor. "Berly sekolah dulu ya, pi," pamitnya sembari menyiumi tangan dan kedua belah pipi sang ayah.

"Iya, sayang. Ingat pesan papi, jangan buat keributan lagi. Paham?" titur Heza sembari mengelus kepala sang anak.

Dengan senyuman yang sedikt dipaksakan. Berly mengangguki ucapan sang ayah bersama dengan menyandang tas sekolah miliknya. "Iya, papi..."

"Pulang sekolah nanti om Daniel yang bakalan jemput Berly. Jangan bolos lagi buat latihan." Heza menasehati anaknya dengan lembut.

"Iya, papi... Papi itu kenapa, sih? Pagi-pagi udah kayak alarm pengingat," ujar Berly terlihat kesal. Pasalnya
sedari tadi Heza selalu ngingatkan Berly agar tidak bolos lagi, dan mengikuti class taekwondo yang sudah ia ikuti dari setahun yang lalu.

"Gimana papi gak jadi alarm buat ngingatin kamu, kamu itu setiap jadwalnya latihan selalu bolos. Kamu enak gak kena marah sama mami kamu, lah papi? Diomelin sepanjang hari cuma karena kamu bolos latihan." Sepertinya, gadis kecil ini memang telah ditakdirkan berbeda dari yang lain. Bolos, pemalas, nakal, dan juga suka mencari keributan adalah sifat tak biasa yang dimiliki anak Heza ini.

"Sorry papi... Gara-gara Berly papi yang diomelin sama mami," ucapnya telihat menyesal. Heza mengulas senyuman indah dari bibirnya. "Udah gakpapa, makanya Berly jangan bolos lagi, ya?"

"Iya papi..."

🥀

Dari atas gedung sekolah yang terlihat sepi, Berly mengedarkan pandangan sekeliling perkarangan sembari mengunyah permen karet kesukaannya. Meski Berly cukup nakal dan terkenal. Namun, Berly tidak memiliki teman bahkan tidak berniat untuk mencari teman. Berly pikir, ada atau tidaknya teman, hidupnya akan berjalan sama saja. Membosankan.

Menyendiri dan menjauhi dirinya dari keramaian adalah hal yang sangat Berly sukai. Berly membuang permen karet yang ia kunyah dengan mendengus kesal, suara pekikan dan tangisan menyapa indra pendengarannya, sangat mengganggu ketenangan. Lantas Berly pun menghembuskan nafas berat sebelum berjala ke arah sumber suara.

"Jangan di robek... Itu udah aku isi..." tangis sang gadis malang yang kini sedang di palak oleh segerombolan siswi.

"Makanya, gak usah pelit!" Hardik gadis itu tak suka.

"NADIRLA!!"

Gadis yang bernama Nadirla itu lantas menoleh ke arah seseorang yang meneriaki namanya dengan jelas. Setelah tahu siapa pelakunya, Nadirla mendecak kesal dengan kehadiran orang itu. "Lo tadi manggil gua apa?!"

"Nadirla. Kurang jelas? Mau aku perjalaskan lagi? KIM NA-DIR-LA!"

"BERLY!!"

"APA?!"

Seseorang yang meneriaki nama Nadirla dan menghentikan aksi bullyannya kepada gadis malang itu. Adalah Berly.

Berly yang sedari tadi melipatkan kedua tangannya di dada, lantas berjalan menghampiri Nadirla. "Kenapa? Gak di kasih uang jajan, ya. Sama papa kamu? Sok-sokan mau malak anak orang," Ucap Berly dengan remeh.

Nadirla menatap Berly dengan mata elangnya. "Gua gak mau berurusan sama lo di sini. Kalo lo berani, temui gua di belakang sekolah!" titahnya pergi dari hadapan Berly dan diikuti oleh beberapa temannya.

TOXIC [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang