16 • Seperti semula

2K 201 73
                                    

TOXIC🥀

Satu minggu telah berlalu. Sejauh ini hubungan Lavy dan Heza sudah kian membaik dari pada sebelumnya. Perubahan-perubahan kecil telah Heza lakukan untuk mengembalikan kepercayaan sang kekasih padanya. Seperti pulang-pergi sekolah bersama-sama, sering menemani Lavy ke perpustakaan, dan beraktivitas seperti biasanya ia lakukan bersama Lavy, hingga di mana ada Lavy di sana ada Maheza.

Pagi ini, Lavy dan Heza berangkat ke sekolahan hanya untuk mengisi absen saja, Pasalnya ujian kelulusan telah selesai dilaksanakan dari dua hari yang lalu. Sedari tadi Lavy tampak sedikit lesu dan tak banyak bicara seperti biasanya, ia hanya duduk diam seraya menatap jalanan dari dalam jendela mobil yang Heza kendarai. "Kamu beneran gak mau sarapan dulu? Muka kamu pucet banget loh, Ve..." Tanya Heza sangat khwatir dengan kondiri kekasihnya itu.

"Aku gak laper." Hanya itu yang keluar dari mulut perempuan itu selagi ia fokus menatap jalanan tanpa menoleh ke arah sang empu yang bertanya.

Heza menghela napas berat. Jujur ia begitu khwatir dengan kondisi Lavy, sudah masuk dua hari ini sang kekasih terlihat sangat pucat dan tidak berselera untuk makan. "Kita ke dokter aja, gimana? Aku beneran khwatir sama kondisi kamu, Ve."

Gadis bermata biru itu menggelengkan kepalanya dengan lemah. "Aku gak kenapa-napa kok, Heza. Kamu gak usah sekhawatir itu, paling juga aku cuma kecapean doang. Kamu tahu sendiri 'kan? Akhir-akhir ini aku sibuk belajar buat ujian kelulusan kita." sebisa mungkin Lavy menyakini Heza agar tidak terlalu panik.

"Tapi aku gak bisa gak sekhawatir itu sama kamu, Ve. Wajar aku khwatir sama kamu kar__"

"Iya udah ... Beliin aku sarapan, gih! Aku laper." Lavy sengaja memotong omongan kekasihnya dan menyuruh Heza untuk membelikan sarapan untuknya, agar Heza tidak merasa khwatir dan tidak menyeramahi dirinya lagi. Meski pun perutnya tidak terasa begitu lapar tapi ia harus melakukan pengalihan.

Heza menghentikan mobilnya di salah satu toko roti langganan Lavy. Heza sangat tahu kesukaan kekasihnya ini, gadis bermata biru itu tarbiasa sarapan dengan roti dan susu vanilla di pagi hari. "Kamu tunggu di sini dulu ya, aku mau beliin kamu sarapan." titah Heza sambil mengelus puncak kepala Lavy.

"Iya, sayang."

Heza meninggalkan Lavy di dalam mobil lantas ia pun berjalan menuju toko roti. Tak lama setelah kepergiannya ia pun datang kembali dengan satu paper box berisi roti di tangan kirinya dan susu vanilla kesukaan Lavy di tangan kanannya. Mata Lavy berbinar menatap roti yang dibelikan kekasihnya itu. Awalnya ia memang tidak merasa lapar. Namun, setelah melihat roti dengan selai strawberry kesukaannya itu mampu membangkitkan selera makannya yang hilang. "Waa! Ini pasti enak banget. Kok kamu cuma beli satu, sih, Za? Buat kamu mana?" Tanya Lavy sembari menatap roti yang dibelikan Heza itu hanya untuk dirinya saja.

"Aku udah kenyang 'kan tadi aku udah sarapan sebelum berangkat." apa yang di ucapkan Heza itu benar-benar adanya, jika ia tidak merasa lapar karena sudah makan sebelum pergi.

Lavy menepuk jidatnya dengan pelan. "Oh, iya. aku lupa."

Heza tersenyum lantas mengeluh sirai hitam sang kekasih dengan sayang. "Ayo! Di makan rotinya jangan di lihatin aja."

"Tapi kita gakpapa telat ke sekolahnya?" Tanya Lavy. Perempuan itu takut jika mereka berdua telat ke sekolah hanya karena menunggu ia sampai selesai makan.

"Kamu lupa? Kita ke sekolah 'kan cuma sekedar hadir doang. Jadi gakpapa kalau telat." Heza berucap tanpa melunturkan senyumannya. Benar sekali, jika sistem di sekolahan mereka tidak di permasalahankan jika harus telat atau pun tidak hadir menjelang pengumuman kelulusan sekolah keluar.

"Ohiya. Aku lupa lagi!" ucap Lavy sembari menerima suapan roti yang Heza ulurkan kepadanya. "Waa! Enak banget!" Mata Lavy tampak berbinar seraya menikmati rasa roti yang manis dengan selai kesukaannya. Senyuman yang terukir di bibir Heeza tak bisa luntur disebabkan sang kekasih tidak murung lagi seperti tadi. Namun, baru tiga gigitan ia memakan roti itu, perutnya tiba-tiba saja merasa mual yang tidak bisa untuk ditahan. "Huek ... Huek ..."

TOXIC [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang