22 • Kontrol sendiri

2.1K 219 300
                                    

TOXIC 🥀


Lavy menggerakkan tubuhnya yang terasa sesak di dalam dekapan seseorang, ia mengerjapkan matanya ketika manik indah itu menatap wajah tenang dengan sedikit mengabur, tangan Lavy perlahan menyentuh wajah orang itu dengan hati-hati. "H-heza?"

"Egh.. Vy, lo udah bangun?"

Tangan Lavy memundur, ternyata tebakannya salah. Orang yang sedang memeluknya itu bukanlah lelaki yang ia rindukan. "U-udah," ucap Lavy sedikit melonggarkan pelukan itu.

"Jangan di lepas," titah lelaki itu kembali mengeratkan pelukannya. Setelah mengantarkan Lavy pulang, ternyata ponsel Hea tak sengaja tertinggal di rumah Lavy, sehingga mengharuskannya untuk kembali ke rumah Lavy. Namun saat ia sampai di rumah perempuan itu, betapa terkejut melihat Lavy tertidur di atas lantai dingin dengan kondisi kamar yang sudah tak berbentuk Lagi.

Lavy pasrah, ia mengizinkan Hea sementara untuk di posisi itu. "Hea..." Panggil Lavy.

"Kenapa?" Tanya Hea dengan suara beratnya. Lavy mulai menjatuhkan bulir bening yang kini sudah membasahi wajahnya, sontak hal itu membuat Hea menegakkan kepalanya menatap lekat wajah Lavy. "Lavender... Lo gakpapa? Ada yang sakit?" Tanyanya khwatir.

Lavy menggeleng lemah. "G-gue.. Gua kangen Heza..." ucapnya mulai terisak. Entahlah. Bodoh, mungkin Lavy sudah bodoh karena telah merindukan lelaki yang sudah menyakitinya, tapi entah kenapa ia sangat merindukan Heza, ia rindu berada di dekapan Heza, ia rindu memakan masakan Heza, ia rindu di manja oleh Heza, ia rindu dengan perhatian kecil yang Heza berikan padanya, ia rindu canda tawa bersama Heza, dan ia rindu segala hal bersama lelaki itu. Sangat rindu.

Ia pikir, itu mungkin hanya bawaan anak yang kini tengah ia kandung, mungkin sang anak sedang merindukan sosok ayahnya, mungkin ia ingin ayahnya tahu jika dia telah hadir di kehidupan mereka berdua.

Hea mengelus sayang puncak kepala wanita yang kini tengah berada di pelukannya. "Gakpapa kok, nangis aja, jangan di pendem. pasti capek, yah?"

Lavender mengangguk.

Lavy bisa saja berada di pelukan orang lain, namun tidak dengan hatinya. Ia masih sangat mencintai Heza. Mana mungkin ia bisa melupakan lelaki yang sudah hidup bersamanya sedari kecil dan kini dipaksakan untuk melupakan dalam waktu yang singkat. Tentu itu mustahil bagi Lavy, "Gua harus gimana, Hea? Gua kangen Heza tapi gua benci sama dia..." Isaknya.

Hea terdiam. Ia juga bingung apa yang harus ia lakukan, Hea merasa kasihan kepada Lavy dan juga anak yang kini tengah Lavy kandung. Namun, Hea juga tak tega jika Lavy terus-terusan tersakiti oleh lelaki Berengsek itu. "Lavender...?" Panggil Hea. Lavy menoleh ke atas menatap manik Hea dengan dalam. "Kita temui Heza, yah?" Tanya Hea, Namun dengan cepat Lavy menggeleng dan menyekal air matanya.

"Gak. Gue gak mau Hea... Gue gak mau Heza tahu kalo gue ngandung anak dia, dengan posisi dia masih belum bisa lepas dari Hanna. Gue gak mau anak gua kenapa-napa," lirihnya.

"Tapi, Vy... Heza harus tahu tentang ini, dia berhak tahu karena dia ayah dari anak yang lo kandung. Okey lo mampu ngebesarin anak ini sendirian, tapi apa lu tega ngeliat anak lo lahir tanpa sosok seorang ayah? ayolah, Vy... turunin ego lu demi anak lu," jelas Hea dengan lembut. Lavender terdiam, ia tak ingin mengambil keputusan yang salah tanpa berpikir panjang terlebih dahulu. "Mau, yah?" Tanyanya lagi.

Lavender memejamkan matanya sejenak. "Okey, Gua mau tapi... Biarin Heza tahu setelah gua habis kontrol nanti siang," jelas Lavy.

Hea mengangguk menyetujui itu, "Gua temanin, tapi gua pulang dulu buat ketemu papa gua. Lu gakpapa 'kan nunggu sebentar?"

TOXIC [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang