23 • Pembalasan

2.1K 218 170
                                    

TOXIC🥀

Heza menduduki dirinya di atas kursi taman bermain. Ia juga tak tahu, kenapa ia mempunyai niat untuk berkunjung ke tempat ini. Sepanjang malam ia merasa gelisah dan tak bisa tidur karena meresahkan hal aneh pada dirinya, memimpikan hal-hal buruk yang membuatnya tak ingin memejamkan mata dan memutuskan untuk berjaga sepanjang malam. Ia memandangi banyaknya anak yang tertawa ria bersama kedua orang tuanya, dan bermain bersama teman-teman seusianya.

Heza melukis senyuman manis di wajahnya manakala dirinya mengingat mantan kekasihnya itu yang selalu meminta kepadanya agar di izinkan mengadopsi seorang anak, dan selalu mengajak Heza untuk bermain ke panti asuhan setiap minggunya.

"Heza... Aku mau bawa dia pulang," rengek Lavy seraya menggoyangkan lengan kekasihnya itu.

"Gak bisa, Veve... Kita masih sekolah, nanti kalo kamu sibuk dan gak sempat ngurusin dia, gimana? 'Kan kasihan anaknya... Gak usah, yah?"

"Tapi aku mau... Aku janji bakalan ngurusin dia mau sesibuk apa pun itu, yah? Yah? Boleh yaa, sayang..." rengeknya kembali sambil melengkungkan bibir imutnya ke bawah.

Heza tersenyum, ia menundukkan tubuhnya sedikit untuk menyamaratakan tingginya dengan Lavy, sembari mengelus sayang puncak kepala kekasihnya itu. "Gak bisa, sayang... Kita masih sekolah, daddy sama papa juga gak bakalan setuju kalo kita bawa dia pulang."

Air mata Lavender pun mulai berderai, dan dengan sigap tangan Heza menghapusnya perlahan. "Nanti... Kalau kita udah tamat sekolah. Kita bikin sendiri aja, okey?" Ucap Heza ngasal.

"Tapi aku maunya dia... Dia imut, liat tuh," tunjuk Lavy pada anak laki-laki yang kini tengah menatapnya dengan senyuman yang tak luntur dari wajah imutnya. "Pipinya imut banget, Za... dia ganteng juga," ucapnya sambil terisak.

Heza mati-matian menahan Senyumannya karena gemas melihat wanitanya. "Iya... Dia imut sama kayak kamu, tapi bukan berarti kita harus bisa milikin dia..."

"Heza jahat! Kesel sama Heza! Awas aja, aku kadui sama papa! Biar kamu di marahi," ucapnya lantas meninggalkan Heza yang terus mentertawakan tingkah lakunya.

Lamunan Lelaki itu pun buyar kala maniknya menatap bola yang baru saja mengenai kakinya. "Maaf yah. kakak... Aku gak sengaja," ucap anak kecil itu dengan sesal.

Heza tersenyum, ia berjongkok menyamaratakan tingginya dengan anak itu, seraya mengambil bola yang baru saja mengenai kakinya. "Gakpapa adek ganteng, lain kali... kalau main bola hati-hati, yah..." Ucapnya lambut sambil mengelus pipi bocah lelaki itu.

"Iya kakak, terima kasih, yah. Kakak ganteng..." ucap bocah itu seraya mengambil bola di tangan Heza dan berlari pergi menuju lapangan. Heza menatap anak itu dengan tatapan berkaca-kaca, entah kenapa akhir-akhir ini, setiap kali matanya bertemu pandangan dengan anak kecil, ia selalu teringat pada mantan kekasihnya itu, dan tiba-tiba saja hatinya menjadi sakit.

"Aku kangen kamu, Ve..." Heza berpikir sejak, ia harus meminta maaf kepada Lavy dan akan memperjelaskan semuanya pada perempuan itu, agar tak ada kesalahan pahaman lagi di antara mereka. Perlahan tangannya meraih kantong saku celananya untuk mencari benda pipih guna menelpon mantan kekasihnya itu. Namun, ia tak menemukan benda yang ia cari. "Sial! Handphone gue 'kan ketinggalan di apartemen Hanna. Gua jemput dulu lah." Heza pun beranjak pergi meninggalkan taman itu.

TOXIC [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang