Pagi ini adalah pagi pertama Zora berada di ponpes Al-anam. Dan pagi ini juga pertama kalinya Ia masuk di sekolah barunya.
Dengan rasa malas Zora berjalan memasuki koridor Madrasah Aliyah. Beberapa santri yang berada di sekitar, nampak memandangnya dengan tatapan aneh.
Jelas saja si. Lihatlah hijab yang Zora kenakan sekarang. Ujungnya di sampirkan ke bahu, anak rambutnya terlihat dari cotong hijabnya. Berbeda dengan para santriwati yang lain, hijab mereka cukup panjang dan menutup dada serta, merekapun menggunakan ciput agar anak rambutnya tak keluar.
'Mereka kenapa si liatin Gue kaya gitu'. Batin Zora dengan bola mata terputar.
"Itu Zora tuh" Dari kejauhan nampak Ifah dan Maudy sedang berjalan ingin menghampiri Zora.
"Astaghfirullah tuh anak kenapa pake kerudungnya gitu amat" Ifah menepuk jidatnya dan geleng-geleng kepala melihat penampilan Zora.
"Eh tunggu" Maudy menghentikan langkah Ifah. Mereka berdua pun menghentikan jalan dan memperhatikan seseorang yang sedang otw menghampiri Zora.
Zora yang awalnya sedang berjalan santai tiba-tiba saja langkahnya terhenti saat seorang laki-laki berbadan tinggi berdiri di depannya.
Ia menggeser langkah ke kanan untuk melewatinya tetapi laki-laki itu ikut bergeser ke kanan menghalangi nya lagi. Ia bergeser ke kiri dia pun mengikuti juga.
"Apa si?" Ketusnya mendongak ke arah laki-laki itu menatapnya sebal.
'Kak Emir?' Batin Zora terkejut menyadari bahwa yang menghalangi jalannya ternyata Emir sepupunya.
"Bisa di benerin gak hijabnya" Ucap Emir dingin tanpa menatap wajah Zora.
"Ini udah bener kok" balas gadis itu sambil memegang-megang hijabnya.
"Kalo kaya gitu aurat kamu masih keliatan" Zora memutar bola matanya malas. Ia hampir akan pergi melewati Emir tetapi, Emir dengan cepat menahan pundaknya.
"Benarkan atau hukuman?" Ancamnya dengan pandangan masih kedepan tanpa menatap Zora.
Zora sekilas menatap wajah datar Emir dan berdecak sebal.
"Ck, ribet banget si lo. Iya-iya Zora benerin" Zora pun berlalu pergi ke arah toilet untuk membenarkan hijabnya.
Emir menatap punggung Zora sekilas dan geleng-geleng kepala. Ia pun akhirnya melanjutkan jalan kembali.
Interaksi keduanya tentu saja tak luput dari perhatian para santri terutama santriwati. Mereka semua nampak berbisik-bisik membicarakan Zora dan Emir.
Ifah dan Maudy di sudut sana nampak saling memandang dengan mata melotot. Mereka panik karena Zora baru saja mendapat teguran langsung dari Emir.
Karena Biasanya jika ada santriwati yang melanggar, Emir tak pernah menegur langsung melainkan mengadukan sang santriwati kepada ustadzah, dan ustadzah lah yang nantinya akan memberikan teguran.
Keduanya pun berlari kecil menuju toilet untuk menyusul Zora. Sesampainya di toilet, merekapun akhirnya dapat menemukan Zora yang nampak sedang menggerutu kesal sambil merapihkan hijabnya.
"Ra, lain kali yang bener kalo pake kerudung. Sampe di tegur gitu sama Gus Emir" Peringat Ifah.
"Iya iya" Balas Zora dengan malas.
"Btw ini gimana sih? Gue gak biasa pake kerudung yang rempong-rempong panjang kaya kalian" Ifah dan Maudy geleng-geleng kepala melihat kelakuan Zora.
"Yaudah sini tak pasangin" inisiatif Maudy.
Maudy pun mendekati Zora dan membantunya membenarkan hijab. Mula-mula Ia melepas hijab yang Zora kenakan terlebih dahulu untuk Ia bentuk ulang agar lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Absurd Ning [END]
RomanceSEQUEL AESTHETIC GUS_ ( Bisa di baca terpisah) - - " Turun Zora!". Tegas Emir sambil menatap sepupu perempuannya itu yang kini sedang nangkring di atas genteng. " Gak mau, Zora lebih tenang disini". Balas Zora acuh. " Zora Alifia!... Turun atau sa...