Setelah mengenakan kaos hitamnya, Emir pun turun ke bawah lebih tepatnya menuju ke arah dapur untuk menemui sang Ummah.
Ia celingukan sebentar mencari keberadaan sang Ummah, dan akhirnya Ia pun mendapati Icha yang sedang mencuci piring di wastafel."Ummah" Icha yang di panggil pun menoleh ke arah sumber suara.
"Ada apa Emir?"
"Mm... Tadi pagi yang piket disini siapa ya Ummah?" Icha terdiam sejenak mengingat-ingat. Akhirnya Ia pun teringat bahwa yang piket tadi pagi adalah Meira dan Zora.
" Oh, itu Zora sama Meira". Emir mengangguk-angguk dan ber-oh.
'Kak Mei sama Zora?' Batin Emir. Fix Ia menduga bahwa yang telah mencoret-corer fotonya adalah Zora. Tak salah lagi!
"Ada apa Mir?" Emir pun membuyarkan lamunannya.
"Eee... Enggak papa Ummah, nanya aja" valas Emir sambil tersenyum tipis. Icha pun mengangguk-angguk dan melanjutkan aktivitas mencuci piring nya.
******
Terlihat seorang gadis berhijab putih tengah duduk di sebuah bangku taman sambil melamun menatap langit yang cerah. Matahari nampak menyinari kulit putih wajahnya tanpa takut kulitnya akan menghitam.
Raut sedih tercetak jelas di wajahnya. Pikirannya kini sedang memikirkan mantan pacarnya, Rayan. Bukannya Ia gamon atau apa tapi, sampai saat ini Ia seolah masih tak percaya jika Rayan yang sangat manis itu berhianat kepadanya. Apakah Ia telah terkena love bombing?
Entah kenapa Ia menjadi kecewa dengan dirinya sendiri karena awalnya telah sangat percaya dengan orang modelan Rayan. Sebenarnya keberadaannya di pesantren ini dapat Ia manfaatkan juga untuk melupakan cowok itu serta agar Rayan tak dapat mencarinya juga.
Zora benar-benar ingin melupakan semuanya dan memulai lembaran baru tanpa Rayan.
"Zora" Ifah dan Maudy pun datang menghampiri dan duduk di sebelah Zora.
Ifah nampak membawa dua buah roti dan berniat untuk memberikan 1 ke Zora. "Nih makan biar perut kamu ada isinya. Kamu kan dari pagi belum makan" Ifah menyodorkan satu rotinya tersebut.
Zora berdecak dan menggeleng tak mau. "Sakit makannya Ifah, kan lo tau bibir Gue lagi sariawan" Zora menunjukkan bibirnya yang nampak memerah dan berdarah.
Zora memang sering sariawan karena bibirnya selalu kering. Jika Ia sedang berada di rumah Ia bisa tak makan seharian karena tak mood merasakan sakit di bibirnya.
Saat Zora sedang sariawan, Almi sering membuatkannya bubur. Dan selalu memasak yang lunak-lunak supaya Zora mau makan. Ah, Zora jadi rindu dengan Mamah nya.
"Pelan-pelan aja Ra gak akan sakit kok" bujuk Ifah. Zora melengos dan menggeleng tak mau.
"Ra... Nanti kamu sakit kalo gak makan" Kata Maudy dengan raut khawatir.
"Gue gak mau!"
Zora yang merasa bad mood karena di paksa-paksa makanpun akhirnya memutuskan untuk beranjak pergi meninggalkan kedua sahabatnya.
Ifah dan Maudy saling memandang dan geleng-geleng kepala. Mereka bingung harus berbuat apa agar Zora mau makan. Mereka khawatir Zora akan sakit jika tidak makan seharian seperti ini
Di kelas, Zora nampak lemas dan tak fokus dengan penjelasan guru di depan. Tapi, Ia berusaha memperhatikan walaupun rasanya Ia tak bisa menangkap apa yang sang guru jelaskan.
Raden teman sebangkunya menoleh ke arah Zora yang nampak sedikit aneh. Wajahnya terlihat pucat dan matanya sedikit sayu.
"Kamu gak papa?" Tanya Raden.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Absurd Ning [END]
RomanceSEQUEL AESTHETIC GUS_ ( Bisa di baca terpisah) - - " Turun Zora!". Tegas Emir sambil menatap sepupu perempuannya itu yang kini sedang nangkring di atas genteng. " Gak mau, Zora lebih tenang disini". Balas Zora acuh. " Zora Alifia!... Turun atau sa...