Ini dua enam

14.6K 1K 27
                                    

Kini Zora sedang duduk di taman madrasah sendirian sambil Videocall dengan kedua sahabatnya yaitu Ifah dan Maudy yang sudah lama ketiganya tak bertemu semenjak terakhir kali perpisahan sekolah.

"Kamu gimana Fah keterima di UI?" Tanya Zora.

Ifah tersenyum dan mengangguk bahagia.
"Alhamdulillah Ra, Aku keterima" balas Ifah girang.

"Alhamdulillah. Kalo Maudy?"

"Aku juga Alhamdulillah keterima di UIN Ra" Zora tersenyum senang mendengar kabar baik dari kedua sahabatnya.

Jujur di hati kecilnya sebenarnya tersimpan sedikit rasa iri karena Ia tak bisa seperti Maudy dan Ifah yang dengan bebasnya melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan.

Tapi bagaimanapun Zora tak boleh putus semangat, Ia harus tetap tegar menjalani hidupnya. Rencana nya memang gagal, tapi insyaallah Zora yakin rencana terbaik Allah tak mungkin gagal.

"Cie mau jadi Mamah" goda Ifah.

Zora terkekeh sambil menunjukkan perutnya ke arah kamera.

"Kamu beruntung banget si dapetin Gus Emir Ra. Aku udah kebayang gimana good looking nya anak kamu nanti"

"Iya. Pasti produknya gak ada yang gagal ini mah. Zora nya cantik Gus Emir nya ganteng. Mau mirip Mamah atau Papah nya juga sama-sama aja gak ada ruginya"

"Kalian bisa aja ih. Btw kapan-kapan kalian main lah ke ponpes, Gue kangen nih cerita-cerita bareng kalian"

"Insyaallah kalo kita ada waktu senggang kita pasti main kesana"

"Awas kalo wacana"

"Tenang aja Ra"

Pandangan Zora tanpa sengaja tertuju ke arah suaminya yang kini sedang berjalan sambil membawa buku-buku tebal di tangannya.

Tiba-tiba saja seorang gadis berhijab hitam berjalan menghampiri Emir dan menawarkan diri untuk membawakan buku-buku itu. Dan ternyata gadis itu sama dengan yang waktu itu di lapangan karate.

Terlihat di sana, Emir berusaha menolak tawaran gadis itu. Tapi gadis itu bersikeras bahwa dia ingin membantu Emir membawakan buku.

"Guys udah dulu ya" Zora pun mematikan panggil telvon nya dan berdiri bergegas menghampiri Emir.

Zora menatap gadis itu tajam dengan rasa kesal di hatinya.
"Heh, lo maksa banget si! Suami Gue itu gak mau bukunya di bawain sama lo! Gak usah modus deh" sewot Zora.

"Ssstt..." Emir melingkarkan tangannya di wajah Zora sambil menepuk pipinya pelan agar gadis itu tak tersulut emosi.

Silvi melongo kaget sambil terdiam memperhatikan Zora serta tangan Gus Emir yang sedang mengelus-elus pipi gadis itu.

'Suami? Astaga kenapa Gue lupa sama ucapan Kak Nia kemarennya kalo Gus Emir itu udah punya istri. Jadi... Dia istrinya Gus Emir?' batin Silvi

"Silvi, lebih baik sekarang kamu masuk kelas ya" perintah Emir dengan nada tenang. Silvi menunduk dan mengangguk seraya melanjutkan jalan.

Zora menyingkirkan tangan Emir dari wajahnya sedikit kasar. Ia menatap Emir tajam dengan tangan terlipat.

"Lain kali jangan kaya gitu. Gak baik kamu marah-marah. Seorang wanita haruslah menjaga kelembutan suaranya" nasehat Emir.

"Kakak belain dia? Kakak seneng deket-deket sama dia? Zora gak suka ya Kakak deket-deket sama cewek lain. Ini udah kesekian kali loh Zora liat dia modus sama Kakak" Emir menghela nafas dan membelai wajah Zora lembut.

My Absurd Ning [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang