37 | Broken Promise

701 66 1
                                    

Sekarang Ruby tahu kenapa akhir-akhir ini tubuhnya terasa lemas dan mimisan. Dia sudah ngerasain itu beberapa tahun belakangan ini. awalnya dia pikir cuman sakit biasa hingga dia terus mengabaikannya dan sekarang penyakit itulah yang akan merenggut nyawanya.

Disisi lain kondisi Jennie kian membaik. Dia juga rutin ke rumah sakit untuk cuci darah dan selalu makan tepat waktu.

Perasaan Ruby lega mengetahui hal itu, sudah 3 bulan lamanya ia memendam penyakit itu sendirian. Tubuhnya semakin kurus dan sakit-sakitan tapi untungnya keempat kakaknya belum menyadari perubahan kondisinya.

"Ruby-ya kamu sakit dek?" Tanya Lisa yang entah sejak kapan memerhatikan wajah Ruby.

"Gapapa Unnie, cuman capek aja" bohongnya menyunggingkan senyuman tipis agar kakaknya itu tidak curiga.

"Jennie Unnie kemana Unnie?" Ruby mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan untuk mencari keberadaan kakak kesayangannya.

"Seperti biasa. Pagi pagi sekali dia sudah pergi ke kantor" ucap Lisa sembari memakan sarapannya membuat Ruby menghembuskan napas lelah.

*****

"Aku mohon jangan sekarang" gumamnya ketika merasakan cairan hangat keluar dari hidungnya.

Yeji dan Ryujin yang berada di bangku sebelahnya menyadari hal tersebut. Hampir saja ia berteriak ketika melihat Ruby mimisan. Soalnya sekarang mereka lagi di kelas.

"Ruby" bisik Ryujin menunjuk hidungnya mengode Ruby. Ruby menyentuh hidungnya dan melihat tangannya yang berdarah.

Ruby memeriksa saku bajunya dan mengeluarkan tisu dari sana lalu mengelap darahnya sebelum guru ataupun teman-temannya yang lain menyadarinya.

Kepalanya pusing dengan helaan napas yang terasa berat ia hembuskan. Dadanya terasa sesak. Ingin rasanya ia pulang sekarang dan membaringkan dirinya di kasur empuknya.

Jujur sebenarnya Ruby sudah tidak sanggup lagi menanggung semuanya sendirian. Dia ingin menceritakannya kepada kakak kakaknya soal penyakitnya tapi dia ngerasa waktunya masih belum pas jadi dia memilih untuk bertahan sebentar lagi.

Ruby merebahkan dirinya di sofa ruang keluarga sambil memejamkan matanya, dia membuka matanya saat mendengar suara derap langkah kaki bersahutan mendekat ke arahnya.

"Kenapa tidur disini, tidurlah di kamar" Ruby sejak tadi menunggu kepulangan kakaknya di sofa. Tubuhnya terlalu lemah untuk membawa kakinya ke lantai atas.

"Sebentar lagi Unnie, aku masih belum mengantuk" Ruby memperhatikan gelagat Jennie yang sedari tadi bolak-balik kesana kemari mencari sesuatu.

"Unnie nyari apa?" Tanyanya. Jennie menoleh ke arahnya sebentar.

"Nyari dokumen proyek perusahaan, kamu lihat gak" ucapnya kembali grasak-grusuk membuka laci meja.

"Yang map warna kuning" tanya Ruby.

"Loh kok kamu tahu" ucap Jennie heran.

"Tadi aku ngeliat Map nya di meja makan jadi udah aku pindahkan di meja kerja Unnie" jawabnya. Jennie langsung ke ruangan kerjanya untuk mengambil map yang dikatakan Ruby.

Jennie datang membawa map kuning ditangannya lalu menyambar kunci mobil yang ada di meja tempat Ruby duduk.

"Unnie mau kemana lagi?" Tanyanya dengan suara pelan.

"Mau ke kantor" Ruby melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 9 malam.

"Ini sudah malam Unnie, besok saja. Unnie gak boleh bekerja terlalu keras nanti kondisi Unnie drop lagi" nasehat Ruby yang kesekian kalinya membuat Jennie merasa bosan mendengarnya.

"Kamu gak perlu khawatirkan aku. Aku bisa jaga diri sendiri" jawabnya datar menatap Ruby yang menatapnya dengan wajah pucatnya.

"Unnie kan udah janji buat nurutin kata aku waktu dihari pertama Unnie cuci darah. Ini semua demi kebaikan Unnie juga. Aku gak mau Unnie masuk rumah sakit lagi" Jennie menghembuskan napas kasar. Ia menyugar rambutnya frustasi sambil berdecak kesal.

"Aku bosan setiap hari selalu kamu nasehatin. Aku bukan anak kecil lagi yang suka dilarang larang. Kau tidak berhak mengatur hidupku Ruby!" Ucap Jennie penuh penekanan.

"Aku masuk rumah sakit atau tidaknya itu bukan urusanmu. Yang sakit aku bukan kamu. Kalau kau tidak mau mengurusku yang penyakitan ini tidak apa-apa, aku juga tidak memaksamu untuk melakukan itu" sambungnya.

"Unnie berubah" gumamnya pelan masih bisa didengar oleh Jennie.

"Aku berubah juga karena sikapmu yang selalu membuatku muak" ucapnya lalu pergi dari rumah dengan keadaan marah.

"Aku melakukan itu karena aku menyayangimu Unnie. Aku tidak ingin kehilanganmu. Lebih baik aku yang pergi dulu daripada harus melihat kau meninggalkanku" ucap Ruby meneteskan air matanya.

*****

Pertengkaran Ruby dan Jennie malam itu membuat Ruby tidak pulang ke mansion hari ini. Jisoo, Rosè dan Lisa sudah menghubunginya namun ponsel adik mereka itu tidak aktif.

Disisi lain Jennie baru pulang dari kantor saat hari sudah mulai sore sepertinya dia juga menginap di rumah temannya atau mungkin tertidur di kantor.

"Unnie kau darimana saja" tanya Rosè melihat penampilan Jennie yang berantakan.

"Kantor" jawabnya singkat.

"Jennie-ya kau tau Ruby kemana, di belum pulang dari tadi" ucap Jisoo terlihat cemas.

"Mana kutahu mungkin lagi bikin tugas kelompok di rumah temannya" jawabnya acuh lalu berlalu ke kamarnya meninggalkan saudaranya.

Sementara itu di tempat lain kondisi Ruby tiba-tiba drop membuat Ryujin cemas bercampur khawatir.

"Kita ke rumah sakit ya" bujuk Ryujin lembut agar Ruby mau karena sedari tadi dia tetap menolak.

"Gue gapapa Ryu habis tidur nanti juga mendingan" jawabnya lalu memposisikan dirinya senyaman mungkin di ranjang Ryujin.

Ddrt ddrt ddrt

Ponsel Ryujin berdering menampilkan nama Jennie dilayar depannya.

"Yeoboseyo Unnie" sapanya dengan si penelepon. Ruby yang memunggungi Ryujin segera merubah posisinya menjadi menghadap ke arahnya.

"Apa Ruby bersamamu" tanya Jennie. Ryujin melirik ke arah Ruby yang sedang tidur menatapnya menggeleng, mengode Ryujin agar tidak memberitahu keberadaanya disini.

"Bukannya Ruby sudah ada di rumah Unnie" jawabnya. Ia menghidupkan speaker hp nya agar Ruby bisa mendengarnya.

"Dia belum pulang dari tadi. Aku fikir dia bersamamu karena hanya kamu yang dekat dengannya" Ruby bisa mendengar suara diseberang sana mengkhawatirkan dirinya.

"Maaf Unnie. Aku tidak tahu Ruby kemana" Jennie menghembuskan napasnya.

"Baiklah, kalau nanti kau tahu dimana keberadaannya segera hubungi aku" pesan Jennie dibalas anggukan oleh Ryujin kemudian memutus sambungan teleponnya.

"Sampai kapan kau harus menyembunyikan ini dari mereka" ujar Ryujin lesu.

"Tunggu sebentar lagi. Aku pasti akan memberitahunya" ucapnya lalu memejamkan matanya.

Sementara Jennie tidak bisa tenang di kamarnya. Kepalanya pusing tak berhenti memikirkan adiknya. Dia merutuki dirinya sendiri karena sudah membiarkan dirinya dikuasai emosi malam itu.

"Lagi-lagi aku melakukan kesalahan yang sama. Maafkan Unnie by. Unnie tahu Unnie salah jadi Unnie mohon pulanglah. Unnie rindu ingin memelukmu" monolognya sembari menghirup udara malam di balkon kamarnya.

Jennie terlalu sibuk dengan pekerjaannya hingga mengabaikan sang adik. padahal dia sudah berjanji pada mendiang orang tuanya kalau dia tidak akan membuat Ruby ke kurangan kasih sayang, namun apa yang dia lakukan sekarang. Mommy dan Daddy nya pasti kecewa diatas sana.

"Mommy Daddy maafin Jennie sudah mengingkari janji yang Jennie buat sama kalian" lirihnya menatap langit malam yang ditaburi indahnya cahaya bintang dan bulan.





TBC

My Dear Sister ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang