39 | The Last Request

837 69 1
                                    

Setelah mendengar kondisi Ruby Jennie kembali drop dan dibawa ke rumah sakit. Jisoo selaku yang tertua tidak tahu harus melakukan apa. Pikirannya kacau, lingkaran disekitar matanya terlihat jika dia tidak cukup istirahat. Hati seorang kakak mana yang tidak hancur saat mengetahui kedua adiknya sedang berada diantara hidup dan mati. Jisoo belum sanggup kehilangan mereka, dia tidak ingin kehilangan untuk yang ketiga kalinya.

"Nona Jennie membutuhkan donor ginjal secepatnya kalau tidak, kemungkinannya untuk selamat tidak ada lagi" penjelasan dari dokter tersebut membuat kakak beradik Kim itu menangis berbeda dengan Ruby gadis itu nampak tenang seolah mempunyai rencana.

"Tapi masalahnya kita tidak memiliki pendonor. Saya juga sudah menghubungi rumah sakit lain dan mereka juga sama" sambungnya.

"Untuk saat ini nona Jennie harus bertahan sampai dia mendapatkan pendonornya" ucapnya lalu berlalu meninggalkan para gadis Kim yang masih larut dalam pikiran mereka masing-masing.

Tanpa pamit atau mengatakan sepatah kata Ruby juga pergi meninggalkan ketiga kakaknya disana. Dia ingin menemui Irene, dokter yang selama ini menangani Jennie.

Ceklek

"Apa aku bisa bicara" tanya Ruby menyembulkan kepalanya di celah pintu. Irene menoleh ke arahnya dan menyuruhnya masuk.

Ruby duduk berhadapan dengan Irene dan menyampaikan maksud tujuannya kemari.

"Eum, Unnie pasti sudah mengetahui kondisi Jennie Unnie kan" ucapnya memulai obrolan. Irene memusatkan perhatiannya sepenuhnya pada Ruby.

"Iya, lalu" jawabnya.

"Aku ingin mendonorkan ginjal ku" ucapnya berhasil menyebutkannya tanpa tersendat sedikitpun.

"Mwo? Kau gila. Kau sendiri sedang sakit Ruby" tegas Irene menolak mentah-mentah permintaan adik sahabatnya itu.

"Aku tidak peduli dengan diriku. Yang paling penting sekarang adalah keselamatan kakakku. Dia prioritas utamaku" ujarnya tak gentar sedikitpun. Jennie adalah hidupnya, dia rela memberikan nyawanya pada sang kakak asalkan Jennie sembuh dan tidak merasakan sakit lagi.

"Aku tidak bisa melakukannya dan resikonya terlalu besar jika kau tetap melakukan operasi saat ini" Ruby menatap dalam mata Irene.

"Nyawaku tak ada artinya tanpa pengorbanannya karena dirinya aku masih bisa berpijak di bumi ini. Aku akan melakukan apapun demi dirinya walau nyawaku sendiri yang harus aku berikan" Irene menyugar rambutnya kasar. Dia dihadapkan dengan dua pilihan sulit.

"Jennie tidak akan setuju jika tau kau yang menjadi pendonornya"

"Kau tinggal merahasiakan orangnya. Apa itu susah?" Irene bimbang. Dia menggigit bibir bawahnya kuat.

"Kau bisa meninggal Ruby" ujar Irene dengan suara bergetar.

"Sudah ku katakan aku tidak peduli" jawab Ruby tegas namun serak.

"Aku tidak memiliki harapan untuk sembuh lagi. Jadi biarkan aku melakukan tugasku sebagai seorang adik. Aku tidak ingin kehilangannya. jadi aku mohon tolong penuhi keinginan ku" mohon Ruby memelas pada Irene.

"Jika hari ini adalah hari terakhirku di dunia maka kabulkanlah permintaanku untuk yang terakhir kalinya" Irene meneteskan air matanya namun dengan cepat ia menghapus sisa air mata itu.

"Dan tolong berikan ini padanya saat waktunya sudah tepat" Ruby memberikan sepucuk surat untuk Jennie. Irene menerimanya dengan tangan bergetar.

"Aku percaya padamu Unnie" ucap Ruby memberikan senyuman manisnya.

Irene mendatangi ketiga gadis Kim yang sejak tadi terdiam di dalam ruangan Jennie sambil menatap wajah Jennie yang terbaring pucat.

"Jennie bisa melakukan operasi saat ini" ucap Irene membuat ketiga gadis itu menoleh ke arahnya.

My Dear Sister ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang