15 | Her Laugh

816 81 0
                                    

"aku ke kamar dulu" ucapnya berlalu pergi meninggalkan Jennie yang menatap sendu punggungnya yang mulai hilang dari pandangan.

"Ada apa dengannya" tanya Jisoo heran.

"Gara gara kau ini anak ayam" marah Rosè pada kembarannya itu.

"Ya maaf aku tadi hanya bercanda" ucap Lisa lesu. dia tidak berniat melukai perasaan adiknya.

"Jangan meminta maaf padaku minta maaflah padanya"

Ruby mengunci pintu kamarnya lalu membuang tas ke sembarang arah dan melepas kasar almamater itu dengan paksa.

"Arrgghh" ia memukul kuat pembatas balkon kamarnya meluapkan amarah yang sedari tadi ia tahan.

"Pembunuh kau pembunuh Ruby. kaulah yang membuat Mommy dan Daddy pergi selamanya" ia menarik rambutnya dan memukul kaca yang ada di depannya bahkan ia tidak memperdulikan tangannya yang berdarah.

Lisa yang ingin masuk ke kamar sontak menghentikan langkahnya kala mendengar tangisan pilu adiknya. Ini pertama kalinya dia mendengar adiknya itu menangis.

Tanpa sadar ia menitikkan air matanya, ia tidak mendengar jelas apa yang dikatakan oleh adiknya itu di dalam tetapi itu cukup membuatnya sedih.

Akhirnya ia mengurungkan niatnya untuk meminta maaf pada sang adik dan memilih kembali ke ruang keluarga dimana terdapat 3 kakaknya disana.

"Loh Lisa kenapa nangis, Ruby marahin kamu" sambar Rosè ketika melihat Lisa datang dengan wajah sembab.

"Nggak aku nggak sempat masuk ke kamarnya" jawabnya sesegukan.

"Unnie biarkan dia dulu sendiri" cegah Lisa menahan pergelangan tangan Jennie yang ingin ke atas.

"Wae? Aku hanya ingin melihatnya. sebenarnya apa yang terjadi kenapa kau menangis" tanya Jennie mengusap lembut punggung Lisa.

"Aku mendengarnya menangis di dalam Unnie dan juga suara benda pecah aku rasa dia menyakiti dirinya sendiri" isak Lisa dipelukan Jennie. Jennie melepas pelukannya dan menatap adiknya itu.

"Tenanglah biar Unnie yang melihatnya ke atas"

Tok Tok Tok

"Ruby-ya ini Unnie buka pintunya sayang" panggil Jennie dari luar. Ia segera menghapus air matanya dan menenangkan dirinya sebentar agar Jennie tidak curiga jika ia habis menangis.

"Nee Unnie camkaman" Jennie menatapnya dengan tatapan tak bisa diartikan.

"Ada apa Unnie apa Unnie butuh sesuatu" tanyanya tersenyum tipis kala melihat Jennie hanya terdiam di tempat.

Jennie tidak menjawab, atensinya beralih pada meja nakas di sisi ranjang Ruby.

"Ini kenapa bisa pecah Ruby" tanyanya meyakinkan ucapan Lisa beberapa menit tadi.

"Kesenggol tadi Unnie" bohongnya. Dia beralih menatap tangan kanannya yang terluka. Ruby mengikuti arah matanya.

"Ah igeo tadi terluka saat aku membereskan ini"

"Owh begitu Unnie fikir ada apa, sudah ganti baju sana" suruhnya. dia berjalan membereskan pecahan kaca yang berserakan disana. air matanya mengalir begitu saja saat melihat darah adiknya berceceran diantara pecahan kaca itu belum lagi tadi dia melihat seragamnya terdapat bercak darah disana.

"Apa yang sebenarnya terjadi padamu Ruby" batin Jennie.

"Sini Unnie obatin lukanya" Ruby menatap tangannya yang sedang diobati Jennie itu dengan tatapan kosong hingga suaranya membuyarkan lamunannya.

"Lain kali hati-hati" peringatnya tanpa aba-aba Ruby memeluknya erat membuat Jennie terlonjak kaget.

"Sebentar saja Unnie biarkan aku seperti ini"

My Dear Sister ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang