37. Malaikat Tak Bersayap

1.8K 117 18
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

37. Malaikat Tak Bersayap

“Tidak ada puluhan ribu kalimat pun yang mampu menjelaskan banyaknya  pengorbanan seorang Ibu.”

****
Dua bulan berlalu dengan begitu cepat. Tepat usia kandungan Ning Mila ke sembilan. Perut wanita itu semakin besar bahkan untuk sekedar berjalan saja sudah kesulitan dan nafasnya cepat ngos-ngosan.

Pagi ini dimulai dengan olahraga ringan yang dilakukan Ning Mila. Ia duduk diatas gymball ditemani Gus Amir yang memegang tangan nya. Didalam ruangan luas keadaan hening karena keduanya sibuk dengan olahraga Ning Mila. Mendekati hari persalinan membuatnya takut.

Takut jika ia gagal melahirkan bayi nya, juga takut jika ia gagal menjadi ibu. Apalagi perkiraan dokter persalinan nya seminggu lagi.

“Mau minum, Mas.” pinta Ning Mila. Duduk diatas gymball saja mampu membuatnya ngos-ngosan. Bahkan mereka sampai pindah ke kamar bawah sejak usia kandungan Ning Mila memasuki delapan bulan.

Dengan sigap Gus Amir mengambilkan botol minum tupperware favorit sang istri. “Ini, pelan-pelan, ya!”

Wanita itu meneguknya hingga setengah botol. Setelah selesai, ia meletakkan dilantai.

“Tinggal seminggu lagi, Mas sudah ada namanya?” tanya Ning Mila. Dia sendiri belum punya nama sama sekali untuk anaknya.

Gus Amir menepuk jidatnya. “Aduh! Lupa! Sebentar, ya...,” ucapnya kepada sang istri.

Ning Mila menatap suaminya yang keluar kamar dengan kening berkerut. Kemudian mengendikkan bahunya. Ia mengelus perutnya yang besar itu.

“Kita akan segera ketemu, dek....bantu Umma, ya? Kita berjuang sama-sama,” ucapnya pelan kepada sang bayi didalam perut.

Beberapa menit kemudian, Gus Amir kembali dengan membawa dua potongan kertas kecil. Ia duduk bersila dihadapan Ning Mila yang masih diatas gymball.

“Apa itu?” tanya Ning Mila.

“Ini dua nama dari Habib utsman dan Habib Dzikri,” Gus Amir menyerahkan kertas itu kepada istrinya. “Mas lupa kasih ke adek, beliau memberi nama ini pas Mas dakwah ke Kudus.” bahkan kertas itu sudah agak usang dan berdebu.

“Masya Allah....namanya bagus banget,” puji Ning Mila. Dan spesialnya lagi nama itu dari ulama’ hebat dan alim.

“Kita pilih salah satu, sayang. Tergantung jenis kelamin anak kita nanti,” tutur Gus Amir. Meskipun dokter sudah mengatakan anaknya lelaki, tapi itu hanya prediksi.

“Kemarin juga dapat kurma langsung dari  makkah, masih ada, kan?” tanya Gus Amir. Kurma itu didapat dari Pakde nya Gus Amir yang baru saja pulang dari ibadah Umroh dua hari yang lalu.

“Masih, adek simpan di kamar. Kenapa?”

“Mau untuk tahnik anak kita. Insya Allah, Mas juga sudah mengatakan kepada Habib Dzikri untuk ikut mentahnik dedeknya juga,” Gus Amir mencium perut istrinya.

“Masya Allah banget, Mas. Anak kita sangat beruntung dikelilingi orang-orang baik bahkan sebelum dia lahir, adek jadi gak kepikiran kalau seandainya adek mening----,”

AMILA [Season 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang