40. Perjalanan pertama

771 67 17
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

40. Perjalanan pertama

Tidak ada yang lebih mengerikan selain mati nya hati di dalam jasad yang masih hidup.”

****
“Bidzar sayangnya Umma....Masya Allah...,” Ning Mila menghibur Abidzar yang tengah menatapnya. Tidak ada pekerjaan yang bisa wanita itu kerjakan setelah melahirkan selain bermain dengan bayinya itu. Nderes pun belum bisa karena masih dalam keadaan nifas.

Wanita itu mencondongkan tubuh ke depan supaya lebih dekat dengan sang putra yang berbaring. “Gemes banget, Ya Allah....,” lirih Ning Mila, greget.

“Bidzar diperut Umma prosesnya gimana, sih? Kok bisa ganteng terus gemesin banget, Masya Allah!” oceh Ning Mila memuji sang putra yang mengemut jari jemarinya.

“Jarinya enak, ya? Manis, ya? Ngemut terus daritadi?” Ning Mila mengusap-usap ubun-ubun Abidzar dengan sayang.

Hahhh....,” suara kecil bayi yang hampir genap sebulan itu membuat Ning Mila tersenyum.

“Kok, Hahhh? Kayak orang capek aja, sayang...,” Ning Mila terkekeh pelan. Ia mencium kening putranya dengan gemas.

“Assalamu‘alaikum....Abi pulang,” suara Gus Amir dari pintu depan menggema. Perlahan tubuh suaminya itu  terlihat diruang tengah, tepat dimana Abidzar dan Ning Mila berada.

“Wa‘alaikumussalam, Abi....” balas Ning Mila. Menyalami tangan suaminya dengan takdzim.

“Bersih-bersih dulu, Mas. Baru boleh nyentuh anaknya,” suruh Ning Mila yang diangguki Gus Amir.

Sebelum benar-benar pergi, pria itu mencuri kecupan dibibir sang istri.

“Hish....dasar! Sudah punya anak juga,” gerutunya yang mampu didengar Gus Amir.

Lelaki itu menyemburkan tawanya. Meninggalkan Ning Mila yang menggelengkan kepala lalu kembali kepada sang putra yang mulai merengek.

Ning Mila mengangkat Abidzar dan meletakkan dipangkuan nya. Ia mulai membuka satu persatu kancing baju atas dan menyusui Abidzar.

“Abi kamu, tuh, kebiasaan cium-cium Umma, nak. Bikin orang jantungan kerjaan nya,” curhat Ning Mila. Mana mungkin bayi sekecil itu bisa memahaminya.

Selang beberapa menit, Gus Amir datang dengan rambut setengah basah. Tampilannya sudah lebih segar dari sebelumnya. Ning Mila tersenyum melihatnya.

“Bagaimana hari ini, sayang?” tanya Gus Amir setelah mendudukkan diri dikasur busa ukuran sedang. Kasur itu khusus diletakkan diruang tengah.

“Alhamdulillah baik, meskipun Abidzar kebanyakan ngerengek hari ini, tapi setelah adek bawa keluar rumah ke area asrama putri dia udah diem.” jelas Ning Mila. Membawa Abidzar ke pangkuan sang suami. Bayi itu seolah tahu jika sedang bersama sang ayah, langsung mendusel didada Gus Amir.

“Eh, eh! Manja banget anak Abi...,” Gus Amir terkekeh pelan.

“Ini si dedek sudah boleh pergi-pergi, kan, Yang?” tanya Gus Amir sembari menatap sang istri yang membenarkan bajunya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AMILA [Season 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang