21. Dalam Kesederhanaan

1.9K 173 2
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

21. Dalam kesederhanaan

"Sederhana lebih baik dari pada memaksakan untuk Ada."

****
Hidup itu pilihan. Dan pilihan itu ada disetiap individu. Kalau dimisalkan dari hal kecil, ketika kita memilih ingin kaya maka kita harus usaha. Kita harus kerja untuk memperoleh kekayaan itu. Kalau kita tidak berusaha maka kekayaan itu tidak akan datang ke kita dengan sendirinya.

Lelaki berusia dua puluh satu tahun yang menyandang sebagai suami muda ini telah melakukan hal yang menjadi prinsip hidupnya. Bahwa hidup adalah pilihan. Ketika Gus Amir ingin memenuhi keinginan istrinya tentang rumah baru itu, maka ia akan berusaha. Supaya bisa mendapat rumah seperti keinginan Ning Mila.

Selama tujuh bulan pernikahan, Gus Amir menyisihkan uang gaji mengajarnya dan bisyaroh ketika mendapat undangan. Jauh sebelum menikah Gus Amir sudah berpikir resiko menikah muda. Meski banyak rintangan, Gus Amir yakin bisa melewatinya dengan sang istri.

Ia punya Allah yang maha kaya. Perihal rezeki tidak pernah Gus Amir pikir berat. Allah sudah mengatur untuknya. Gus Amir menyandarkan tubuh disandaran sofa. Menerawang kembali ketika ia dan Ning Mila masih berdiskusi.

Perempuan itu meminta izin padanya untuk ikut mencari pekerjaan sampingan. Jelas Gus Amir menolak dengan tegas. Ia tak akan membiarkan istrinya bekerja. Biar Gus Amir saja. Setelah pindah rumah, Gus Amir pun berencana tidak mengizinkan Ning Mila mengajar lagi.

"Mas!"

Lamunan Gus Amir buyar ketika Ning Mila memanggilnya. Ia menoleh dan tersenyum. "Sini," titahnya sambil menepuk sofa sebelahnya.

"Melamun terus dari tadi, masih kepikiran, ya?" tebak Ning Mila.

"Enggak, tuh, untuk apa memikirkan hal yang tidak terlalu penting?" Gus Amir terlihat sangat sangai mengatakan nya.

"Tadi adek coba cari lowongan kerja disosial media, terus adek lihat ada beberapa lowongan di toko roti gitu, gak jauh dari pesantren Mas, kok." masih saja dibahas tentang ini.

"Mas tidak tertarik dengan izin adek."

"Mas, ihh!!!" Ning Mila memegang lengan suaminya. "Dengar dulu!"

"La! Adek yang harus dengerin Mas! Na'am?" Gus Amir menyela.

Gus Amir menangkup wajah istrinya yang tak tertutup cadar. "Mas mohon jangan meminta izin seperti ini lagi, ya? Kalau adek seperti tadi, berusaha mencari kerja, Mas merasa tidak berguna, sayang! Mas masih bisa mencukupi kebutuhan adek, kebutuhan anak-anak, kebutuhan rumah, dan kebutuhan Mas sendiri. Mas masih bisa mencukupi semua itu,"

Mata Ning Mila sudah berkaca-kaca. Semua ini memang salahnya. Ia yang memulai membahas hal ini lagi. Bukankah itu akan menambah pikiran suaminya lagi?

"Sekarang gini aja, adek sedang butuh apa? Adek pengen apa? Apa yang adek ingin beli sehingga adek memaksa untuk kerja dan punya penghasilan sendiri?" tanya Gus Amir dengan lembut sembari mengusap pipi istrinya yang terkena air mata.

"Adek hanya kasihan melihat Mas, Mas ngajar sambil kuliah, pergi dakwah kemana-mana, sementara adek hanya diam dirumah aja." terang Ning Mila. "Adek merasa beban banget, Mas. Apa-apa adek selalu minta sama Mas bahkan untuk hal kecil aja,"

AMILA [Season 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang