Part 3

1K 106 1
                                    

Awalnya Rara tidak ada rencana untuk melanjutkan ke jenjang perkuliahan setelah lulus SMA. Pikirnya dia pasti akan merepotkan banyak orang jika dia harus masuk ke dunia mahasiswa yang katanya penuh dengan lika liku. Apalagi kondisi tubuh Rara yang terkadang tak bisa ditebak. Untungnya Rara mempunyai orang tua dan sahabat-sahabat yang bisa mengerti dia dan memberi semangat agar Rara tidak berhenti begitu saja atas impiannya.

Omong-omong soal impian Rara, dulu sebelum Rara tau kalau dia punya 'hal special' di hidupnya, Rara ingin sekali menjadi seorang dokter anak. Waktu itu saat menemani Mama mengantar imunisasi Dek Juan di Rumah Sakit. Rara sempat terkagum dengan seorang dokter yang memegang stetoskop dengan telaten sedang menangani seorang anak yang kelihatannnya sedang kesakitan.
Sambil menunjuk dokter tersebut Rara pernah bilang ke Mama Rosa

"Ma, kalo mau jadi bu dokter harus punya alat itu ya Ma? Tanya Rara antusias
Alat yang dimaksud Rara adalah stetoskop

"Alat itu namanya stetoskop sayang..kenapa sayang? Rara pengen jadi Bu dokter?" Jawab Mama

"IYA MA...tadi bu Dokter nya keren masak anak tadi nangis terus habis diperiksa bu dokter anak itu jadi berhenti nangis"

"Waa, berarti anak itu udah disembuhin dong sama bu dokternya" ucap Mama

"Berarti kalo Rara suruh Papa beliin stetoskop, Rara udah jadi Dokter ya Ma?" Tanya Rara kecil yang polos

"Belum sayang, tapi kalo dari sekarang Rara belajarnya rajin terus sama selalu berdoa, Mama yakin Rara pasti bisa jadi Dokter"

"Oh.. gitu ya Ma, mulai hari ini Rara mau belajar yang rajin, jadi nanti kalo Rara udah jadi dokter dek Juan gak perlu ke rumah sakit lagi biar Rara aja nanti yang periksa hehe" ucap gadis kecil itu dengan riang

"Hehe..Iya..sayangg" ucap Mama sambil mengecup sekilas kening anak perempuannya

Kehendak manusia tidak akan mampu melampaui skenario Tuhan yang sudah dituliskan. Rara yang dulu penuh semangat untuk menjadi seorang Dokter, kini malah dia yang harus bergantung pada Dokter. Jantung yang dulu berdegup kencang karna semangat untuk belajar, kini malah harus dijaga jangan sampai bekerja terlalu berat.

Disini lah Rara sekarang, dengan senyum semerkah bunga dan ceria menatap gedung bernuansa warna putih, yang akan menjadi saksi bahwa semangat Rara belum sepenuhnya pupus. Walaupun Rara sekarang tidak bisa menjadi Dokter lagi, tapi Rara mempunyai tekad bahwa tak selalu menjadi dokter untuk menyembuhkan seseorang. Berkat semangat yang diberikan Mama,Papa dan sahabat-sahabatnya, akhirnya Rara melanjutkan pendidikannya dengan mengambil jurusan Psikologi. Setidaknya apabila nanti dia sudah mendapatkan ilmu dan gelarnya dia bisa menjadi seseorang yang akan secara tidak langsung mengobati mental seseorang. Dia akan mendengarkan segala keluh kesah seseorang yang psikisnya sedang ada masalah dan Rara akan memberikan sedikit saran sebagai obat untuk menyembuhkannya.

"Ra, tadi lo dipanggil sama Bu Tari tuh suruh ke ruangannya" panggil Lila sambil menepuk pundak Rara.
Lila adalah sahabat Rara yang sudah menemani Rara selama berkuliah di jurusan ini.

"Kayaknya gue udah ngumpulin tugas kajian artikel minggu lalu deh, kenapa dipanggil lagi?" Tanya Rara heran

"Ya gak tau, tadi si Juki bilang ke gue kalo ketemu Rara suruh menghadap ke Bu Tari gitu" ucap Lila

"Yaudah deh, sehabis kelas Pak Samsul gue kesana, btw lo mau nemenin gak?" ucap Rara

"Sorry, gue ada rapat dies natalis nanti jam 3, nah ada waktu dikit habis kelas Pak Samsul rencananya mau tiduran bentar tadi malem gua begadang Ra" jawab Lila dengan memelas

"Yaudah yaudah, gue gak papa, yuk ke kelas udah tinggal 10menit lagi nih"

"Lets Go Rara-kuuu" ucap Lila sambil mengandeng Rara..

OUR LAST SCENE [HAERYU FANFIC] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang