💙Selamat membaca💙Sangaji sampai di tempat parkir dan segera menuju kendaraannya. Dari ekor mata, jelas terlihat Tama juga berada di sana. Namun, Aji berusaha tak acuh, sudah cukup rasanya selama beberapa waktu ini dia menahan diri dan mencoba bersikap biasa-biasa saja pada orang itu. Saat ini statusnya sudah bukan lagi pengajar di sini jadi dia tidak akan lagi menjaga sikap manis layaknya dulu. Jika Tama masih berusaha mendekatinya maka Aji tidak akan segan lagi untuk memberikan sedikit pelajaran padanya.
Namun rupanya Tama tidak se"jantan" yang Aji kira, nyatanya lelaki itu hanya berani memandangi dirinya dari jauh. Aji tersenyum sambil menggelengkan kepala menertawakan apa yang ada di dalam pikirannya sendiri. Dia tidak habis pikir, apa yang membuat Shinta lebih memilih lelaki seperti Tama. Ah, dia lupa, mungkin Tama bisa memberikan wanita itu anak, tidak seperti dirinya. Mengingat hal itu, seketika raut wajah Aji berubah menjadi sendu, disertai senyum miris menertawakan keadaannya sendiri.
Tidak lama kemudian mobil yang di kendarai oleh Aji sudah keluar dari gerbang sekolah. Tujuannya saat ini adalah kediaman orang tuanya. Ya, sejak konflik antara dirinya dan Shinta memanas, Aji memilih keluar dari rumah yang selama ini mereka tempati berdua. Baginya lebih baik melepas rumah itu, walaupun sejatinya itu adalah kado pernikahan dari kedua orang tuanya dulu. Lagi pula kalau dia bersikukuh mempertahan rumah itu juga untuk apa? Hanya menambah luka saja bukan? Karena disetiap sudut rumah menyimpan setiap kenangan bersama Shinta dan itu tentu akan lebih menyiksanya bukan?
Butuh waktu lebih dari tiga puluh menit untuk Aji sampai di rumah kedua orang tuanya. Saat pertama datang untuk meminta ijin tinggal lagi di sini, tentu saja Ayah dan Ibunya sangat terkejut. Selama ini mereka melihat rumah tangga Aji dan Shinta sangat harmonis dan saling mencintai. Walaupun Shinta bukan dari kalangan yang sama dengan mereka, tetapi bagi mereka asal Aji bahagia tidak menjadi masalah walaupun Shinta berasal dari keluarga biasa-biasa saja.
Sampai di halaman rumah besar milik kedua orang tuanya, Aji memarkirkan mobil sembarangan karena setelah ini dia berniat akan pergi lagi. Pintu utama tampak sedikit terbuka, sambil mengucap salam Aji langsung masuk ke dalam rumah.
"Baru pulang, Mas?" Lestari bertanya kepada anak sulungnya.
"Iya, Bu. Tadi ada acara perpisahan dulu di sekolah." Aji menjawab sambil melangkah mendekat. Setelah mencium tangan sang Ibu dengan takzim, dia ikut duduk di samping wanita yang telah melahirkannya.
Lestari memandang wajah Sangaji, ada rasa tidak rela saat mendengar kata "perpisahan" dari sang anak. Ada kalanya Lestari menangis jika mengingat nasib putra sulungnya kini. Sungguh tidak pernah terlintas dalam benaknya, Sangaji akan menyandang status duda.
Mencoba memberi senyum teduh untuk menghibur Aji, Lestari kembali bertanya, "berarti besok udah ndak ngajar lagi?"
Aji menggeleng pelan, "ndak, Bu. Semua udah beres kok, besok mau istirahat di rumah," jawab lelaki sambil menyandarkan punggung ke sandaran sofa.
"Yowes, sana bebersih dulu. Udah hampir Magrib ini," titah Ibu.
Aji menoleh lalu menyandarkan kepala ke bahu Ibunya, "iya, bentar lagi, Bu. Oiya, nanti habis magrib mau keluar sebentar, ketemu teman-teman," katanya pelan.
Mendapat sikap manja dari Aji, Lestari kembali tersenyum, menepuk pelan tangan anak lelakinya, dia kemudian berkata, "mau ketemuan di mana? Siapa aja?" tanyanya lembut.
"Arman sama Andri, di kafe yang biasa kita nongkrong, Bu," jawab Aji sedikit bergumam.
"Ouh, mereka. Kenapa ndak disuruh ke sini aja to?"
![](https://img.wattpad.com/cover/313911719-288-k291615.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Cinta Pertama
RomanceSangaji Prasetya seoarang lelaki yang baru saja menghadapi badai rumah tangga mencoba mencari ketenangan dengan pindah ke luar kota dan mengajar di tempat terpencil. Namun sayang, niatnya menyembuhkah luka malah membuka cerita yang sama sekali tidak...