💙Selamat Membaca💙
Semalam semua keperluan dan barang-barang yang akan dibawa Aji ke tempat baru sudah selesai dipacking. Dibantu oleh Mbok Sri kini semua barang-barang itu sudah tersusun rapi dalam mobil.
Sepulang dari rumah Rahayu, Aji bertemu dulu dengan Arman dan Andri sebentar sekedar ngobrol ringan di rumah Arman. Rencananya dua temannya itu akan ikut mengantarnya ke tempat baru nanti.
Mengecek sekali lagi kamar yang selama ini dia tempati karena takut ada yang tertinggal, Aji yang sedang fokus tidak melihat jika Lestari sudah berdiri tidak jauh dari tempatnya.
"Sudah siap semua, Mas?" tanya ibu dua anak itu.
"Lho, kapan Ibu masuk, aku kok nggak lihat." Aji balik bertanya.
"Baru saja, bagaimana sudah siap semua, Mas?" kembali Lestari menanyakan hal yang sama.
"Sudah, Bu. Ada beberapa barang yang memang Aji tinggal di sini. Tidak apa-apa, 'kan?"
"Kenapa tanya gitu, kaya ini rumah siapa aja. Ibu tetap berharap Mas nanti bakalan balik lagi ke sini."
"Iya, Bu. Bapak di rumah atau sudah pergi?"
"Tadi bilangnya pergi sebentar. Ada rapat tapi cuma satu atau dua jam saja. Mas berangkat jam berapa nanti?" Lestari memastikan keberangkatan anak sulungnya.
"Masih nanti malem kok, Bu. Nanti Arman sama Andri yang nganter." Lestari mengangguk tanda setuju dan mengerti.
Lestari dan Aji kini duduk di sofa yang berada di dekat jedela kamar itu. Dari sana tampak taman yang berada di samping rumah. Banyak sekali koleksi bunga milik Lestari yang ada di sana. Walaupun sibuk, tetapi Lestari masih sempat meluangkan waktunya untuk menyalurkan hobinya sejak remaja yaitu menanam bunga. Jadi tidak heran jika di halaman rumah besar ini ada berbagai jenis tanaman dari yang umum sampai yang langka.
"Mas, memang rencananya mau tinggal berapa lama di sana?" tanya Lestari ragu.
Sangaji tersenyum, "Tidak tahu, Bu. Mungkin perlu sedikit waktu untuk menepi memikirkan apa yang akan Aji lakukan kedepannya," paparnya.
Wanita paruh baya itu mengangguk, "Ya, Ibu tahu ini berat tapi Ibu yakin Mas sanggup menghadapi semuanya," katanya seraya memeluk tubuh tegap Aji.
"Iya, Mas yakin bisa menghadapi semua ini," yakin sang anak.
"Maaf sebagai anak, Mas belum bisa membahagiakan apalagi membanggakan Ibu. Tidak seperti Dik Ratih." Ada rasa sesak di dada Aji saat mengatakan hal ini. Bertahun-tahun dia selalu di banding-bandingkan dengan sang adik.
Letari tidak bisa lagi menahan air matanya yang sejak tadi sudah menggantung di pelupuk matanya. Bulir-bulir bening itu kini telah jatuh menghiasi kedua pipi wanita itu. Hatinya teriris mendengar perkataan sang anak. Sebagai ibu dia tidak pernah membanding-bandingkan antara Aji dengan adik perempuannya Sasmaya Ratih Prasetya.
"Jangan ngomong gitu, Mas. Semua anak adalah kebanggaan orang tua." Lestari tidak bisa lagi melanjutkan kata-katanya karena selama ini suaminya lah yang selalu membandingkan kedua anak mereka. Perlahan wanita itu mengusap jejak air matanya tadi.
"Mungkin nanti akhir atau awal bulan depan, Ibu mau berkunjung ke sana." Sang Ibu mengalihkan pembicaraan.
"Iya, Bu. Aku malah udah berapa tahun gak pernah ke sana, ya. Baru sekarang setelah berapa belas tahun yang lalu." tambah Aji.
"Sejak Eyang ikut pindah ke sini, ya memang kita sudah jarang pulang ke sana." Lestari menambahkan.
"Apalagi Bapak memang melarang kita ke sana setelah peristiwa itu." Aji sekilas teringat peristiwa belasan tahun lalu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Cinta Pertama
RomanceSangaji Prasetya seoarang lelaki yang baru saja menghadapi badai rumah tangga mencoba mencari ketenangan dengan pindah ke luar kota dan mengajar di tempat terpencil. Namun sayang, niatnya menyembuhkah luka malah membuka cerita yang sama sekali tidak...