Bagaskara | 02

17 2 0
                                    

Bagaskara : Matahari

--|--

Nalara menjalani hidupnya dengan damai. Meski harus banting tulang untuk menyekolahkan adiknya yang baru saja memasuki sekolah dasar, Nalara bahagia. Kehadiran Gentala adalah alasan dia bernafas setiap harinya. Laki-laki yang sekarang berumur enam tahun lebih empat bulan itu adalah satu-satunya keluarga yang ia punya.

Setelah kecelakaan yang merenggut kedua orang tua mereka, Nalara merawat Genta yang masih bayi dengan seadanya. Saat itu umur Nalara masih 15 tahun, ia masih cukup muda untuk merawat seorang bayi yang jelas masih membutuhkan asi. Untungnya tabungan orang tua mereka yang memang di siapkan sejak awal untuk kebutuhan Nalara bisa di gunakan untuk membeli susu formula.

Sampai sekarang, di usianya yang sudah 21 tahun, Nalara tumbuh menjadi sosok kakak dan orang tua bagi Gentala. Jika di tanya siapa yang paling ia sayangi di dunia, maka Gentala akan menjawab tanpa berpikir lagi, bahwa sosok Nalara adalah jawabannya.

Dia memang masih anak-anak, tapi pikiran Gentala terbilang cukup dewasa di bandingkan anak seusianya. Dia memahami kesulitan Nalara. Bagaimana sulitnya saat kakaknya itu harus membagi waktu untuk berkerja di tiga tempat setiap harinya, juga membagi waktu agar Gentala tidak kesepian di rumah. Kadang Nalara rela pulang larut malam padahal dia bisa saja menginap di cafe tempatnya bekerja, tapi karena tidak mau membuat Gentala tidur sendirian, Nalara selalu pulang menemaninya tidur.

Sering pula, gadis itu hanya menyempatkan dirinya untuk menidurkan Gentala sambil menyanyikan lagu tidur agar adiknya tidur nyenyak, barulah setelah Gentala terlelap, dia akan kembali meninggalkan rumah untuk melanjutkan pekerjaannya. Gentala tidak pernah menuntut apapun, anak itu paham keadaan mereka.

"Tala, gimana sekolahnya? Seru nda?" Nalara menoleh pada adiknya. Mengelus lembut rambut Gentala yang sudah agak memanjang.

"Seru kak. Banyak teman di sekolah. Mereka juga baik-baik." Bohong. Gentala tidak seramah itu untuk mendapatkan banyak teman. Sosoknya yang pendiam membuat teman sekolahnya segan untuk mengajak Gentala berbicara. Tapi karena tidak mau membuat kakaknya cemberut, dia harus berbohong sedikit kan?

"Bagus deh kalau Tala punya banyak teman. Kakak bikin bekal yang cukup banyak, jadi Tala bisa bagi-bagi sama temannya." Gentala menerima bekal berwarna biru itu dan memasukkannya ke dalam tas. Begitupun dengan air minum yang sudah kakaknya siapkan.

Karena jarak rumah mereka dan sekolah Genta cukup dekat, maka anak itu memilih untuk berjalan kaki saja. Toh menghemat biaya ongkos kendaraan. Gentala menolak untuk di antar ke sekolah, lagipula dia sudah tahu arahnya. Dia juga takut apabila Nalara terlambat bekerja karena harus mengantarnya setiap pagi.

"Hati-hati ya Tala!" Gentala balas melambaikan tangan sebagai jawaban.

Nalara balik mengunci pintu dan meraih totebag yang berisi kue kering yang mulai ia jual di warung depan gang. Hasilnya tidak seberapa sih, tapi cukup untuk jajan Gentala selama seminggu.

Gadis itu berjalan dengan riang, sesekali menyapa tetangga dengan senyuman.

Sementara itu, di balik gang yang di lewati gadis itu, "Lapor, Kelinci keluar. Awasi!" Gumamnya pada orang yang tersambung ke benda di telinganya.

***

Bel istirahat berbunyi dengan nyaring, menandakan bahwa jam bermain sudah tiba. Beberapa murid sekelas Gentala keluar, ada juga yang bermain di kelas. Sedangkan, Gentala memilih untuk membuka bekalnya.

Nasi goreng dengan irisan sosis dan telur mata sapi, sebuah bekal sederhana yang membuat Gentala tersenyum. Porsinya cukup besar, lebih dari cukup untuk membuatnya kekenyangan. Tetapi, anak itu memilih menghabiskannya sendiri. Toh, dia harus berbagi dengan siapa?

Anak itu hanya berharap waktu dapat berjalan dengan cepat, membuat Gentala tumbuh dewasa sehingga dapat melindungi kakaknya dari dunia yang kejam ini.

Semoga, keinginannya terkabul.

Sibuk dengan makanannya, membuat anak itu tidak menyadari tatapan penasaran dari sepasang mata lugu di belakang bangkunya.

[]

[]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Retak Yang PatahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang