Anindita : Sempurna
--|--
Gentala hanyalah anak kecil berusia 6 tahun. Dibandingkan bermain, anak itu lebih memilih untuk membaca buku atau menemani Miu-kucing tetangga. Walau pemikiran Gentala cukup dewasa, tapi kadangkala dia akan bersikap manja sesuai umurnya.
Dulu saat Gentala masih bayi, pekerjaan Nalara yang cukup padat, membuat gadis itu cemas harus meninggalkan adiknya sendiri. Untungnya salah satu tetangga selalu menawarkan diri untuk menjaga Gentala kecil selama Nalara bekerja.
Namanya tante Dian. Wanita paruh baya yang tinggal berdua dengan suaminya itu sering mengajak Gentala ke rumahnya. Keadaan keduanya yang tidak bisa di karunia anak karena insiden kecelakaan yang di alami Tante Dian mengharuskan rahim wanita itu di angkat, terobati dengan kehadiran Gentala di rumah, menambah warna rumah tangga mereka.
Saat ini.
Jam 11 lewat, Gentala sudah berjalan pelan sambil menggendong tas hitamnya di punggung, melewati gang seperti biasa. Anak itu berjalan santai, menatap lurus. Sampai di belokan, Gentala menoleh ke arah belakang sambil melihat ke sekeliling.
Ah, mungkin cuman perasaannya saja. Meski ini bukan pertama kali.
Gentala sudah sampai di depan rumah, aroma mawar tercium dari tanaman berwarna merah darah yang memenuhi pekarangan rumah, di batasi oleh pagar berupa papan kayu yang di cat abstrak setinggi lengan. Tanpa parfum pun, pasti dia akan harum tiap kali keluar.
"Tala! Sini sayang!" Teriak tante Dian yang tengah duduk di teras rumah sambil melambai singkat, membuat Gentala yang sedang membuka pintu menoleh. Anak itu berbalik dan berjalan menghampiri Tante Dian.
"Kenapa tante?"
Tante Dian menarik tangan Gentala, menyuruh anak itu untuk masuk ke rumah. Gentala hanya menurut.
"Kakak kamu tadi katanya mau lembur, jadi kamu di titipin di sini. Tala ganti baju dulu ya? Setelah itu kita makan siang." Gentala tidak banyak bicara. Dia langsung berjalan ke arah kamar di lantai dua yang memang di peruntukkan untuknya.
Setelah berganti pakaian, Gentala turun dan duduk di ruang makan.
"Oh iya, Tadi tante lihat ada temannya Kak Nala datang ke rumah kamu. Dia diam aja sih, berdiri di depan. Tapi seragam kerjanya kayak punya Nala, makanya Tante kira teman kakakmu."
***
Di sebuah ruangan luas dengan furnitur mahal, Gharta duduk di seberang meja dengan wajah datarnya. Di depan pria itu, ada sebuah komputer yang menampilkan rekaman vidio sebuah pekarangan rumah. Seringai tipis di sudut bibir Gharta terbit.
"Friz, bagaimana tugas yang ku berikan bulan lalu?"
Pria yang berdiri tidak jauh darinya mendekat. "Maaf tuan, saya belum tahu pasti apa tujuan mereka. Tapi di lihat dari tindakan mereka yang hanya memantau dari jauh, sepertinya orang-orang itu bukan suruhan dari keluarga Wijaya."
"Bukan? Lalu menurutmu siapa lagi yang mengincarnya selain keluarga sialan itu?"
Friz menundukkan kepalanya. Dia tidak menjawab, bukan karena tidak tahu salah satu dari mereka yang tuan Gharta maksud.
"Selain aku, Friz. Bajingan mana lagi yang mengincar kelinci itu?"
Gharta terusik. Mangsa yang sudah dia pantau bertahun-tahun, ternyata semenarik itu hingga membuatnya mempunyai banyak saingan. Saingan untuk mendapatkan gadis itu, nyawanya. Tak ayal, ada sebuah perasaan asing yang membuatnya lebih terganggu.
"Mereka bukan orang amatir, Tuan. Di lihat dari caranya kabur dari pengejaran Badan Keamanan."
Badan Keamanan, sebuah organisasi yang di bentuk Gharta. Organisasi yang bekerja di bidang keamanan khusus sesuai perintah dari Gharta, dipenuhi oleh orang-orang kompeten itu bahkan berhasil di kelabui. Gharta tertantang, juga geram karena fakta bahwa saingan mereka kali ini bukan main-main.
Jiwa iblis Gharta meraung, tapi pengeksekusian tidak boleh di lakukan sekarang, maka, "Biarkan saja mereka menjalankan rencana, Friz. Kita lihat, apa yang sebenarnya mereka inginkan. Barulah setelah rencana mereka selesai, kita akan membantai semuanya."
" ... Baik tuan."
Friz menatap datar ke arah tuan Gharta yang tengah duduk dengan bersandar di kursi. Bertahun-tahun mengenal Gharta, membuat Friz mengetahui beberapa gerak-gerik khas Gharta. Kaki yang di silangkan, dan jemari tangan yang di kepalkan di paha, hanya dari sikapnya saja, Friz menyadari bahwa Tuannya sedang di landa cemas.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Retak Yang Patah
Short Story(Slow update!) -Judul lama Efemeral (Nalgha)- (Efemeral : Tidak kekal hanya bersifat sesaat) Kehilangan kedua orang tuanya karena kecelakaan maut, membuat Nalara harus bertahan hidup berdua dengan sang adik yang baru berumur 4 bulan. Gadis itu berta...