Lakuna | 09

5 2 0
                                    

Lakuna : Ruang kosong/ bagian yang hilang. (Kepada dia, yang hilang dan tak kembali)

(Playlist : Ailee - Breaking Down)


--}{--

Suatu malam, Gentala pernah meminta Nalara untuk membacakannya sebuah buku dongeng sebelum tidur. Cerita yang mengisahkan tentang seekor ibu tupai dan anaknya yang bertahan hidup di dunia yang keras. Saat itu Gentala bertanya mengapa dunia begitu tidak adil pada keduanya yang hanya menginginkan hidup damai berdua.

"Dunia itu tempat yang tidak adil, Tala. Tidak semua hal yang kita inginkan bisa di dapatkan. Karena itulah kita harus berusaha keras agar bisa bahagia."

Gentala yang berada di pelukannya mendongak, "lalu apa yang kakak inginkan di dunia ini?"

"Kedamaian juga. Supaya kita bisa terus hidup bahagia dan tanpa memikirkan apapun. Tapi rasanya sangat sulit, bukan?"

"Dunia memang buruk kak, tidak berbelas kasih pada kita yang hanya berharap hidup dengan damai." Ucap Gentala yang saat itu masih berumur 5 tahun.

Nalara tertawa kecil, ah adiknya ini memang cukup dewasa. "Iya kan? Kakak juga berpikir begitu. Kakak juga benci kehilangan, Gentala. Jika bisa kita hidup abadi, bukankah itu hal yang bagus?"

"Hm, itu bagus. Tapi hidup abadi juga tidak enak."

"Tapi kak, andaikata kakak kehilangan sesuatu, pasti akan datang hal yang lain. Yang lebih menyenangkan dari kehilangan yang kakak rasakan saat itu. Tuhan kan tidak pernah tidur," Lanjutnya.

Saat itu, Nalara hanya tersenyum dan memeluk erat adiknya.

***

Dunianya runtuh.

Semangat hidup dalam diri gadis itu melebur dengan air mata yang sedari tadi mengucur. Mengapa dunia selalu membuatnya ingin menyerah saat ia sudah berusaha untuk tetap bertahan?

Nalara tidak memperdulikan hal lain lagi, selain menemui adiknya di dalam sana. Adiknya pasti baik-baik saja. Ya, Gentala pasti akan baik-baik saja. Dokter pasti salah. Nalara memasuki ruangan UGD dengan terseok-seok. Mencoba memastikan bahwa apa yang dia dengar adalah sebuah kebohongan semata. Bahwa ketika dia bertemu, adiknya akan langsung tersenyum kepadanya. Mengabaikan suara tangisan tante Dian yang kian terdengar.

Nalara berlari dengan terhuyung, mendekati adiknya yang terbaring dengan luka yang sudah di obati. Luka di kepala adiknya sudah di tutupi perban, tapi kenapa adiknya belum bangun juga?

"Gentala ... " panggilnya dengan suara gemetar. Tenggorokannya kesakitan menahan isakan melihat kondisi Gentala yang di katakan jauh dari kata baik-baik saja. Sesuatu seolah menekan dadanya kuat, membuatnya kesulitan bernafas.

Nalara mengusap lembut mata terpejam milik adiknya. Tadi, mata ini masih menatapnya dengan binar cerah, sekarang malah menutup dengan erat. Ia bisa melihat beberapa luka goresan di wajah damai itu.

"Gentala ... bangun sayang ... " Pintanya getir

Suara tangisan di luar ruangan terdengar. Nalara tidak acuh, gadis itu masih sibuk mengajak adiknya berbicara.

"Gentala, tolong bangun. Jangan diam kayak gini!"

Nalara mengguncang tubuh Gentala. Tubuh itu sudah mendingin.

"Bangun Tala!"

Menyadari kebisuan Gentala, Nalara menatap nanar dan mulai memukuli kepalanya, bahkan menjambak rambutnya kuat-kuat.

Retak Yang PatahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang