Egois jika aku menahan mu, agar terus bersamaku.
-Badai & Lukanya-
Tidak menghiraukan seseorang menghalangi jalannya. Ian berlari cukup buru-buru menghantam beberapa pundak teman yang berlalu lalang. Seseorang bahkan menatap heran dan hanya berlalu tanpa jawaban. Ketika lelaki itu mungkin akan membuat onar lagi.
Suara pintu terbuka cukup keras membuat kedua pemuda yang berada di ruang UKS terkejut. Ian menarik napas yang memburu. Mengedarkan pandangan lalu segera melangkah mendekati seseorang yang ia cari. Alasan kenapa dirinya berlari seperti orang gila.
"Bagaimana bisa? Lo kenapa bisa kayak tomat penyok?" Ian menatap ngeringis wajah mengenakan Jakson yang mencoba menahan sakit, ketika Malvi menyetujuh memarnya mengobati.
"Lo bisa diam gak? Nanti aja keponya." Gadis tomboi itu melirik sinis Ian yang tentu kaget. Suara ketus Malvi yang tidak biasanya.
"Siapa yang buat lo kayak gini? Biar gue hajar orangnya!" Ian mengepalkan tangan. Tidak memperdulikan akan perubahan sifat Malvi. Ian pikir gadis itu kesal karena melihat Jakson babak belur.
"Gue bilang diem Ian! Lo gak liat apa, Jakson kesakitan? Dia sekarang butuh di rawat. Bukan pertanyaan gak penting lo!" Ada kilatan kebencian yang baru Ian sadari dari mata coklat Malvi.
"Pertanyaan gak penting? Dia aja mau mati." Perkataan Ian melebih-lebihkan dan dirinya sadar itu. Kenapa juga ia terpancing akan kemarahan Malvi. Gadis itu tentu memiliki alasan bersikap kasar kepadanya.
"Lo mau Jakson mati? Kalo gue gak tepat waktu buat nolongin dia, mungkin memang dia akan mati." Malvi menatap tajam ke arah Ian. Gadis itu segera mempercepat mengobati luka-luka Jakson yang keningnya mengeluarkan darah.
"Lo nolongin dia? Tanpa panggil gue?" Ian menyipitkan mata menatap punggung Malvi yang terlihat tidak memperdulikan dirinya sekarang. Gadis itu sibuk menenangkan Jason yang selalu mengeluh kesakitan. Lelaki lemah!
"Kenapa juga gue panggil lo? Buang-buang waktu." Gadis itu memutar bola matanya malas. Tanpa menatap Ian sedikitpun.
Jason yang sedari tadi diam tidak menggubris perkataan teman-temannya. Hanya bisa menatap heran. Ia tidak memperdulikan kenapa mereka bertengkar. Lelaki itu hanya peduli dengan wajahnya yang mungkin terlihat kacau. Seragamnya basah karena air toilet. Rambutnya lembab sangat berantakan. Baru pertama kali ini ia mendapatkan perlakukan menyebalkan seperti ini. Andai kakaknya berada disini, mungkin Jason akan membunuh berandalan yang hanya karena dirinya tidak sengaja memergoki mereka menonton video tidak senonoh di toilet, lalu menghajar dirinya.
"Seharusnya lo panggil gue. Lo gak bisa meredam kekacauan. Lo perempuan. Perempuan ceroboh." Malvi menghentikan gerakannya. Ia membalikkan badan menatap sengit Ian.
"Perempuan ceroboh lo bilang?"
"Dengar Malvi. Jakson, dia sahabat gue. Seharusnya lo panggil gue dulu. Lo gak tau, apa yang akan mereka lakukin dengan lo yang sok jadi pahlawan menerobos toilet cowok." Setiap perkataan Ian bagaikan jarum kecil yang satu demi satu menancap tepat hatinya.
Ian mengalihkan wajah. Mengusapnya gusar. Beberapa menit yang lalu dirinya khawatir akan informasi yang ia dapat. Mendengar Malvi menghadapi beberapa laki-laki di toilet sendirian? Rasanya Ian tidak bisa membayangkan meskipun gadis itu memiliki cukup banyak tenaga melerai mereka.
"Jason juga sahabat gue! Cewek ataupun bukan. Gue bisa melindungi dia. Gue bukan cewek lemah."
"Kalian bisa diam? Ini UKS. Bukan ring tinju," ungkap Jakson tidak tahan. Apalagi Malvi tidak segera mengobati luka-lukanya.
Gadis itu menarik napas panjang sebelum mefokuskan kembali kepada Jakson. Ingatan akan Ian dan Kyara menyerobot masuk membuat hatinya kembali meradang.
***
"Lo mau kemana?" Suara dari belakang tubuh Ian yang akan beranjak keluar kamar menghentikan langkah.
Lelaki itu menoleh. Mendengus kesal, "kenapa lo tanya? Mau aduhin ke Papa?" tanyanya memicingkan mata.
Malam ini pakaian yang dikenakan Ian terlihat rapih dari sebelumnya. Tentu itu mengundang perhatian Kian. Adiknya selalu acak-acakan dan berantakan ketika keluar malam bersama teman-temannya. Tapi malam ini terlihat berbeda.
"Tergantung," gumamnya pada akhirnya. Kian beranjak dari ranjang lalu meletakkan buku yang baru saja ia baca di nakas.
"Gue mau nonton. Lo mau ikut?" Senyumnya licik lalu melangkah membuka pintu. Karena suasana hatinya malam ini cukup baik, ia tidak terlalu membanting pintu dengan keras. Membuat Kian semakin curiga. Apalagi mendengar alasan Ian. Menonton? Menonton apa? Film? Balapan? Atau sesuatu yang tidak Kian mengerti?
Untung malam ini Papanya lembur. Membuat Ian sedikit lega karena Aryan tidak akan tau dan bertanya kemana ia akan pergi.
"Mau kemana Ian?" Lelaki itu menegakkan tubuh. Kedua matanya menoleh ke arah Ayu yang ternyata baru saja keluar dari dapur. Kenapa Ian harus bertemu dengan wanita ular itu, di saat suasana hatinya baik.
Ian memutuskan untuk tidak membalas pertanyaan tidak penting Mama Kian. Bodo amat jika Aryan selalu menginginkan dirinya menghormati Ayu. Lagian wanita itu bukan siapa-siapanya. Yang pantas ia panggil dengan sebutan ibu adalah Eila. Tidak wanita lain.
"Dengan sikap mu seperti ini, aku tidak perlu menggunakan cara licik untuk menyingkirkan kutu kecil seperti mu." Langkah lelaki itu terhenti. Meskipun tidak mendengar dengan jelas, tapi ia tau benar apa yang ingin Ayu sampaikan kepadanya.
"Wanita ular," terangnya menoleh ke arah Ayu, "layaknya jalang." Kelanjutan dari perkataan Ian mampu membuat wanita itu mengepalkan tangan tidak terima. Berani sekali anak bau kencur mengatainya seperti itu.
🏆
Hari ini update 1 Bab dulu ya. Aku bakalan update setiap hari (entah ada yang baca/enggak.)
Biar takdir yang menentukan akhir dari cerita ini. Manusia hanya bisa berusaha.
Semangat!
KAMU SEDANG MEMBACA
BADAI & LUKANYA (menemani dikala libur sekolah.)
RomanceIkuti kisah cerita Kian dan Ian, dua bersaudara yang tidak memiliki hubungan baik. Mereka saling diam layaknya orang asing. Memiliki kepribadian yang bertolak belakang satu sama lain. Kesamaan mereka hanya satu. Tidak percaya cinta dan memiliki luka...