Apa yang kamu ucapkan dan janjikan. Harus kamu buktikan dan tepati.
-Badai & Lukanya-
"Lo payah banget sih jadi laki!" cibir Ian melirik ke arah Kian yang berupaya menahan sakit. Ketika Kyara mencoba mengobati lukanya.
Perkelahian kian terhenti dengan kehadiran Ian. Awalnya lelaki itu tidak ingin mengambil pusing akan kondisi kakaknya. Hanya saja karena desakan Malvi. Akhirnya Ian mau membantu. Tentunya dengan kesepakatan yang mereka buat.
Ian yang duduk di salah satu kursi, menatap pintu UKS yang baru saja terbuka. Malvi dengan senyum tipisnya membawa minuman dingin. Ian segera meraih dan meminumnya.
"Minum dulu," gumam Malvi menyodorkan botol minum ke arah Kian yang langsung mengambilnya. Kyara masih fokus dengan luka-luka yang di dapat ketua kelasnya.
"Gue minta dong!" Jakson yang sendari tadi diam dia samping Ian. Menatap Malvi memelas.
"Beli sendiri." Meskipun begitu, gadis tomboi itu memberikan minuman kepada Jakson. Ia sengaja membeli beberapa untuk di bagikan.
"Makasih." Kian menatap wajah Kyara yang begitu dekat dengannya. Wajah itu tegas dan khawatir. Apakah Kyara mengkhawatirkannya? Tentu iya. Tidak ada teman yang tidak akan mengkhawatirkan teman yang lainnya. Jika keadaannya seperti ini. Kian tidak ingin berasumsi terlalu tinggi. Kyara hanya menganggapnya lelaki angkuh dan dingin. Kian sama sekali tidak percaya dengan cinta pandangan pertama. Itu gila. Memikirkan bagaimana awal mereka bertemu.
"Lo seharusnya berterimakasih sama gue!" ujar Ian sinis. Wajahnya jelas-jelas menyiratkan ketidak sukaannya kepada Kian. Apalagi lelaki itu tidak menganggap usahanya. Memisahkan Kian dari banyaknya brandal di sekolah ini.
"Gak usah perhitungan." Nada sinis Malvi mengalihkan perhatian Ian. Lelaki itu berdiri dan langsung menyambar lengan gadis tomboi itu yang pastinya terkejut.
Kyara kembali fokus ketika pintu UKS tertutup. Menghilangkan Malvi dan Ian. Hati gadis itu menghangat ketika dengan tulus Kian berterimakasih kepadanya. Tepat di depannya yang hanya berjarak beberapa senti.
"Gue juga cabut, semoga cepet sembuh." Jakson yang merasa canggung, akhirnya ikut keluar. Tugasnya sudah cukup sampai disini dan ia harus cepat-cepat pergi ke kelas. Karena bel masuk sudah berbunyi beberapa menit yang lalu.
"Setelah ini, sebaiknya lo belajar bela diri sama Ian." Dengan perlahan Kyara meletakkan plester ke dahi Kian yang meringis tertahan.
"Gue bisa bela diri. Mereka aja yang keroyokan seenaknya." Kian mendongak menatap Kyara. Membuat gadis itu kesal, karena tidak bisa mengobati sisa luka ketua kelasnya. Kian tidak akan meminta Ian mengajarinya bela diri. Ia masih bisa membela diri. Meskipun begitu, Kian berterimakasih akan pertolongan Ian kepadanya tadi. Ia sama sekali tidak mengharapkan akan tindakan itu. Setelah dirinya menuduh Ian mendorong Mamanya. Kian semakin ragu akan semua yang dikatakan Papa dan Mama. Dan ia tidak menyukai itu.
"Keroyokan atau enggak, lo harus mengantisipasi. Apa masalahnya kalo belajar bela diri sama adik sendiri?" Kyara menaikkan sebelah alis. Lalu mundur beberapa langkah untuk melihat wajah babak belur Kian yang sudah lumayan tidak berantakan seperti tadi. Apalagi melihat plester hello Kitty di kening lelaki itu.
***
"Lo apa-apaan sih, narik gue?" Malvi mencoba melepaskan genggaman Ian yang lumayan erat. Untungnya koridor sekolah sepi. Jadi Malvi tidak terlalu khawatir jika ada seseorang yang melihat mereka berdua. Bergandengan tangan layaknya sepasang kekasih.
"Gue minta janji lo yang tadi," gumam Ian tersenyum nakal. Menyipitkan mata dan itu, mampu membuat Malvi merinding takut.
"Apa?" tanyanya pada akhirnya. Malvi sudah berjanji kepada Ian akan melakukan apapun, ketika lelaki itu mau menolong Kian. Dan sekarang ia menyesal. Membuat perjanjian dengan Ian bukanlah hal yang benar. Lelaki itu memiliki pikiran yang tidak mudah di baca.
"Sekarang kita bolos sekolah." Malvi membulatkan mata ketika Ian menarik tangannya lagi. Dengan buru-buru dan terkejut, ia mencoba menghentikan tarikan itu.
"Lo gila? Gue gak bisa! Gue OSIS! Masa OSIS bolos sih? Gak! Gak! Gak bisa!" Malvi menggeleng-gelengkan kepalanya panik. Sebelumnya dalam hidup, dirinya tidak pernah bolos sekolah. Malvi takut. Bagaimana jika nanti ada guru yang memergoki? Jika Bunda tau. Namanya pasti akan hilang dari kartu keluarga.
"Janji tetap janji. Lagian ini akan menjadi pengalaman yang menyenangkan. Bertahun-tahun lo sekolah, lo harus coba bolos!" Ian mencoba menarik tangan Malvi yang berusaha keras untuk lepas. Keras kepalanya sama dengan Ian. Dan lelaki itu tentunya tidak ingin kalah dan menyerah, "lo harus nepatin janji Malvi."
Gadis tomboi itu berhenti memberontak. Bibirnya cemberut kesal. Akhirnya Malvi mengangguk enggan. Mimpi buruk apa semalam. Kenapa ia harus mendapatkan dirinya dan Ian akan melakukan hal berbahaya seperti ini, "gimana kalo ada guru yang tau?"
"Gak akan. Hari ini kelas kita kosong, gak ada guru. Tenang aja, ok?" Meskipun wajah Ian meyakinkan akan ucapannya. Tapi Malvi masih takut. Bahkan ingin sekali ia menghilang detik ini juga. Ian sudah membuat jantungnya berdetak kencang.
"Gimana dengan tas? Pasti guru akan tau, kalo kita bolos. Tas kita masih di kelas." Malvi dengan pikiran buntu mencoba mencari cara agar Ian mengurungkan niat. Ia benar-benar tidak bisa membayangkan jika Malvi akan melanggar peraturan.
"Jakson yang bakalan ngurus, lo gak usah cari alasan. Janji harus di tepati!" Ian menarik Malvi jengah. Gadis tomboi itu sangat penakut. Terlalu memperdulikan aturan yang berlaku. Manusia tidak sempurna dan karena itu, manusia harus sedikit melenceng. Meskipun pernyataan itu sepenuhnya salah.
🏫
KAMU SEDANG MEMBACA
BADAI & LUKANYA (menemani dikala libur sekolah.)
RomanceIkuti kisah cerita Kian dan Ian, dua bersaudara yang tidak memiliki hubungan baik. Mereka saling diam layaknya orang asing. Memiliki kepribadian yang bertolak belakang satu sama lain. Kesamaan mereka hanya satu. Tidak percaya cinta dan memiliki luka...