Bab 5 | Kembar

12 3 1
                                    

Meskipun tidak sepemikiran, kita tidak seharusnya menjauh.

-Badai & Lukanya-

"Brengsek lo!" Jason menarik jaket Ian yang ia pinjam dari Harry untuk menutupi seragam lusuhnya.

Jason memukul wajah Ian tanpa ampun dengan diiringi umpatan. Ia tidak terima musuhnya menang. Apalagi dengan cara licik seperti ini.

"Lo gak punya harga diri? Sampai nyuruh adik gue ngelakuin hal licik?" Perkataan Jason di antara pukulan dan tendangan membuat Ian meradang marah. Bukan soal harga diri yang ia permasalahan, tapi karena ia mengingat betapa buruknya dunia memberikan ia status menyedihkan yang selama ini ia rasakan.

Kali ini Ian membalas pukulan Jason. Beberapa orang yang dekat dengan Jason menghampiri melawan Ian bersamaan. Sementara Harry? Lelaki itu mengambil hadiah balapan berupa uang dari seorang perempuan.

"Sudah-sudah! Jangan berantem! Kayak anak kecil aja!" Ian yang akan meninjau wajah Jason langsung menghentikan aksinya setelah mendengar teriakkan dari arah samping.

Bukannya berwajah tegang seperti sebelumnya, Ian tersenyum simpul menatap lelaki berwajah manis yang terlihat seperti bukan laki-laki dewasa.

"Lo pulang Jakson! Lo seharusnya gak ada disini!" Jason menatap tajam kembarannya yang tidak tau malu membuat dirinya kalah. Adiknya itu lebih memilih sahabatnya dari pada dirinya yang setiap hari bersamanya.

"Pulang aja sana!" Jakson menyalakan mesin motor ketika Ian sudah naik. Tanpa menunggu lama mendengar ocehan kakaknya, lelaki itu melajukan motor meninggalkan arena balap.

Jason mengusap sudut bibirnya yang berdarah karena ulah Ian, "lo harus jaga Jakson baik-baik Ian. Lo buat dia tunduk sama lo, ketimbang gue, kakaknya."

***

Lelaki yang entah masih ingat bahwa dirinya belum mandi sendari kemarin atau tidak, menatap hamparan langit malam bertaburkan bintang. Tentu tidak mudah menemukan titik-titik kecil itu di kota. Antara gedung pencakar langit dan ribuan lampu menyala terang menunjukkan keindahannya.

Tapi bagi sahabatnya Malvi, hanya bintang dan bulan yang mampu menenangkan diri. Dan Ian mencoba itu, mencoba menangkap kedamaian dalam kesunyian di antara rumput yang ia tindih. Tubuh lusuhnya di biarkan menyentuh angin malam yang semakin menusuk tulang. Bahkan Jakson hanya bisa mencabut rumput-rumput bosan sekaligus lapar, ia menunggu Harry yang entah di mana. Laki-laki itu lebih dulu pergi melarikan diri dengan uang taruhan.

Ian tersenyum. Matanya masih menatap lurus bulan sabit yang sekilas mirip dengan senyuman Malvi. Jika saja gadis itu bersamanya, mungkin gadis itu akan berteriak histeris hanya karena menyaksikan pemandangan indah di tengah malam nan gelap. Tak peduli serangga atau ular berbisa, Malvi akan terus memuji kecantikan malam.

"Mikirin gadis jadi-jadian itu?" Jakson memecah keheningan sekaligus kedamaian Ian. Laki-laki itu baru saja merasai damai dengan semua pikirannya.

"Dia punya nama Jakson." Ian melirik sekilas lelaki di sampingnya. Malam ini hanya ketenangan yang ia inginkan. Sembari menunggu makan malamnya, Ian tidak ingin mendapatkan gangguan. Apalagi dengan wajah memar yang di akibatkan oleh kakak Jakson.

"Lo tau? Dia tadi cari lo." Ian tidak merespon. Ia sibuk merasakan sentuhan angin pada kulit dinginnya. Kedua mata telah tertutup mencoba tenang.

"Kakinya pincang!" Jakson sedikit mengeraskan suara membuat Ian membuka mata dan beranjak dari tidurnya.

"Mana handphone lo?" Senyuman penuh arti sudah tercetak samar di sudut bibir Jakson. Segera ia memberikan handphonenya kepada Ian.

Lelaki itu segera mencari nomor telepon Malvi. Tanpa memperdulikan Harry yang baru saja datang membawa makanan, ia mencoba menelfon sahabatnya dengan wajah cemas yang berusaha ia tutupi dari kedua temannya.

"Gimana keadaan lo? Kaki lo pincang?" tanyanya buru-buru ketika sambungan telepon sudah terhubung dengan Malvi yang saat ini berada di kamar mengerutkan kening.

"Lo doain kaki gue pincang? Temen mancem apa lo? Bukannya nolongin, malah di tinggal per..." Ian mematikan sambungan sepihak. Matanya sudah menyala kesal menatap Jakson yang sibuk dengan martabak hangatnya.

🏆

Sampai jumpa besok. Jangan lupa tinggalkan jejak.

BADAI & LUKANYA (menemani dikala libur sekolah.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang