BAB 3

61 12 7
                                    

Kinan harus bersiap melewati hari yang membosankan karena teman sebangkunya—Jeni—tidak masuk. Namun, ketidakhadiran temannya juga menjadi salah satu alasan bagi gadis itu untuk beristirahat sejenak dari kebiasaannya meladeni Evan.

Sayangnya, gadis itu benar-benar tidak tahu harus melakukan apa sekarang ini. Sesaat setelah bel istirahat berbunyi, dia mengembuskan napas berat sembari menyandarkan pipinya ke meja. "Gue sangat bosan. Help ...," keluhnya.

Beberapa teman sekelasnya tampak menoleh ke arah Kinan. Salah satu dari mereka lalu berucap, "Kasian banget, sih lo. Gue cuman bisa bilang sabar aja."

"Kenapa lo nggak ke kantin aja, Kin?" sahut yang lainnya.

"Males. Sendirian banget, gue," balas Kinan sambil melihat ke arah kedua temannya.

Setidaknya hidup Kinan bisa sedikit lebih tenang karena musuhnya sedang tidak ada di dalam kelas. Sepertinya laki-laki itu menghabiskan waktu istirahat di luar kelas. Mungkin dia sedang bermai bola atau sudah menduduki salah satu kursi di kantin. Entahlah, Kinan juga tidak ingin tahu.

"Gue mau tidur aja, deh. Kalo udah bel masuk, bangunin, ya," ucap Kinan, kemudian mulai membenarkan posisi wajahnya dan menutupinya dengan tangan.

Gadis itu baru saja memejamkan matanya. Dia hampir mencapai mimpi yang dirasakan sangat membahagiakan. Namun, baru saja gadis itu bisa bahagia, semuanya tidak bisa dirinya selamatkan karena seseorang yang menyentuh pundaknya.

Dia bertahan. Namun, sentuhan itu mulai berpindah ke tempat lain. Kinan mengerutkan kening karena sebuah benda yang terasa mengetuk dahinya beberapa kali. Karena sudah terlalu kesal, gadis itu membuka kedua matanya.

"Bangun juga," ucap seseorang yang sekarang sedang duduk di kursi yang ada di depan meja Kinan.

Kinan membulatkan kedua matanya seraya membenarkan posisi duduk ketika melihat sosok di depannya. Laki-laki itu tersenyum puas ketika melihat Kinan yang akhirnya membuka mata. Namun, dia sepertinya lupa kalau gadis itu akan berteriak kepadanya sebentar lagi.

"Lo apaan, sih?! Ganggu gue lagi tidur aja!" omelnya.

"Lo tidur beneran? Ini kan di sekolah, Kinan ... tempatnya belajar. Kenapa malah tidur, ha?" tanya Evan dengan nada sok memberi ceramah.

"Kayak lo nggak pernah aja, Van," sambar salah satu temannya.

"Sssh ...." Evan langsung menaikkan telunjuk kanannya ke depan mulut agar temannya tidak ikut campur.

Kinan yang sudah merasa sangat kesal langsung menarik kemeja Evan hingga laki-laki itu tertarik dan mendekat ke tempatnya. Dalam yang cukup dekat, Evan bisa melihat dengan sangat jelas, kedua mata Kinan tengah memandang penuh amarah kepadanya.

"Jangan. Ganggu. Gue." Kinan mengeja tiap kata dengan penuh penekanan agar Evan bisa mengerti kalau gadis itu benar-benar sedang tidak dalam mood yang baik untuk diganggu.

Namun, bukannya takut, Evan justru semakin menyunggingkan senyumnya setelah dia mendengar ucapan Kinan. "Ya udah, gue nggak bakal gangguin lo," balas Evan, "tapi, dengan satu syarat."

Perlahan Kinan melepaskan cengkeraman di kemeja Evan sembari memutar kedua bola matanya. "Apa?" tanya gadis itu sambil melihat ke arah Evan hany masih saja tersenyum.

"Lo terima permen ini," kata Evan, lalu mengeluarkan sebuah permen dari saku kemeja yang laki-laki itu pakai. Sebuah permen Alpenliebe lollipop rasa stroberi.

Kinan mengambil permen itu tanpa berkata apa-apa. Setidaknya dia bisa memegang ucapan Evan yang tidak akan mengganggunya. Entah untuk berapa lama, yang terpenting dia bisa membebaskan diri dari gangguan musuh terbesarnya.

Epanliebe (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang