Sore itu Kinan dan Arfan bertengkar hebat. Awalnya dia hanya ingin membangunkan sang adik yang tertidur masih dengan memakai seragam sekolahnya. Kinan tahu kalau adiknya belum makan siang sehingga gadis itu menghampiri kamar Arfan.
Namun, bukannya mendapat respons yang baik, Kinan justru melihat kemarahan Arfan yang mengira kalau Kinan sudah lancang karena masuk ke kamarnya. Padahal ini bukan kali pertama gadis itu masuk ke kamar adiknya.
"T-tapi, Ar. Kakak cuma mau ngajak kamu makan siang bareng," ucap Kinan. Saat ini dia dan Arfan sudah berdiri berhadapan.
"Makan aja sendiri. Gue nggak nafsu."
"Ar ... niat gue baik. Gue cuma mau bangunin lo karena gue tau lo belom makan. Lo aja masih pake seragam kayak gitu," ucap Kinan, tapi tidak diindahkan adiknya. "Lo kenapa, sih? Kalo ada masalah itu cerita," lanjutnya dengan nada yang sudah meninggi. Sepertinya dia sudah tidak bisa lagi menahan kesabarannya.
"Nggak."
Kinan masih diam di tempatnya hingga Arfan kembali bicara. "Mending lo keluar. Gue nggak mau diganggu," ucap laki-laki itu seraya melangkah maju. Dia bermaksud mengarahkan kakaknya untuk melangkah mundur hingga keluar kamar.
Sayangnya Kinan terlalu keras kepala sehingga dia tidak mau mengikuti keinginan sang adik. Kinan justru melangkah maju dan membuat keduanya berdiri berhadapan hanya dengan jarak yang sangat tipis. Kinan melihat kedua mata Arfan yang sedang memandangnya tajam.
Kinan tidak bicara. Dia terus memandang Arfan hingga benteng beku di hati adiknya mulai mencair karena panas. "Jadi lo masih mau di sini? Ya udah, biar gue aja yang pergi. Itu kan yang lo mau?" ucapnya seraya melangkah melewati Kinan.
Gadis itu tidak menyangka kalau Arfan akan mengucapan sesuatu yang sangat sensitif untuknya. Dengan cepat Kinan memegang pergelangan tangan Arfan. "Mau lo apa, sih Ar? Lo bikin posisi gue buruk karena orang-orang ngiranya gue yang udah nyebabin lo kayak gini. Lo masih belom puas dengan semua perhatian itu?" tanya Kinan setelah menarik tangan Arfan agar berhadapan kembali dengan dirinya.
"G-gue? Ini salah gue?"
Kinan sedikit bingung setelah mendengar respons laki-laki itu. Kinan melihat beragam perasaan hanya dengan memandang wajah adiknya. "Ar ... tolong kasih tau gue kalo emang gue yang salah ... gue mau hubungan kita balik kayak dulu lagi," pinta Kinan.
"Lo nggak tau gimana tersiksanya gue harus ada di posisi ini."
"Emangnya lo pikir gue enggak? Kebahagiaan gue nggak sempurna lagi karena orang yang gue sayang udah ingkar sama janjinya. Sepele, tapi nyatanya gue berubah karena hal itu," kata Arfan seraya melepaskan pegangan tangan sang kakak dan melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya.
Kinan terdiam di tempatnya. Dia sedang mencerna maksud dari ucapan terakhir Arfan. "Janji ...?" tanyanya pelan.
***
Saat waktunya makan malam, adik laki-lakinya tidak terlihat duduk di kursi yang biasa dia tempati. Kinan sedari tadi juga tidak banyak bicara dan terus terlihat murung. Kedua orang tuanya hanya bisa bingung melihat sikap putri sulung mereka.
"Aku mau nyamperin Arfan dulu, ya," kata Fero seraya bangkit dari duduknya.
"Aku aja, Fer," cegah Maura sambil memegang pundak suaminya.
Fero akhirnya menurut dan kembali duduk di tempatnya. Dia beralih melihat putrinya yang sekarang hanya mengaduk-aduk makanannya. "Kinan. Jangan diaduk-aduk, itu makanan. Dimakan, Nak," ucapnya.
Kinan menghela napas pelan seraya menyendokkan makanannya ke dalam mulut. Dia menuruti ucapan Fero tanpa melihat ke arahnya. Gadis itu belum bisa menghilangkan amarah Arfan sore tadi. Rasanya sesak setiap kali dia mengingatnya. Bahkan Kinan merasa ingin sekali menangis saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Epanliebe (TAMAT)
Teen FictionBlurb . "Kisah tentang kita yang dulu dan kita yang sekarang." . Waktu telah mengubah perjalanan gadis itu menjadi sosok perempuan yang kuat dan penuh rasa tanggung jawab dengan pilihannya. Sudah tidak ada lagi dia yang dulu. Dia tidak akan luluh de...