BAB 9

36 7 16
                                    

Gadis itu memilih untuk langsung pulang ke indekos setelah menyelesaikan kelas. Dia ingin mempelajari materi-materi untuk ujian terakhirnya besok. Dengan senyum yang masih terukir di wajahnya, Kinan menaiki tiap anak tangga di indekos menuju ke kamarnya.

"Besok ujian terakhir, lusanya gue berangkat ke Jakarta," ucapnya, "nggak sabar banget mau ketemu sama Mama, Tiara, dan Arfan ...."

Kinan sampai di depan kamarnya, lalu mengeluarkan kunci kamar indekos yang ada di tasnya. Gerakannya sempat terhenti. Gue cuma punya waktu kurang lebih satu bulan. Semoga gue bisa fokusin temu kangen sama keluarga aja. Gue nggak mau ketemu sama dia, kata Kinan dalam hati.

"Eh, Kin. Udah pulang, lo," kata Anna.

"Iya, An. Gue mau belajar buat ujian terakhir besok," balas Kinan, memilih untuk tetap berada di luar kamarnya sejenak.

Terlihat Anna mengembuskan napas berat seraya menundukkan wajahnya. "Aaah, enak banget, lo. Gue masih ada tiga hari lagi gara-gara ada dosen yang minta diundur," jawab gadis itu lesu.

"Sabar, ya. Semangat!" kata Kinan sambil tersenyum, membuat Anna kembali melihat dirinya. Temannya bisa melihat dengan jelas kalau Kinan sedang sangat bersemangat.

"Iya deh, yang mau pulang kampung. Pulangnya ditemenin Ayang, lagi."

Kedua mata Kinan membulat. "Anna!" omelnya, sedangkan yang diomeli terlihat tidak bisa menahan tawanya. "J-jangan ngomong gitu, dong," lanjut Kinan malu.

"Kenapa gitu? Gue dukung banget kalo lo beneran jadian sama Andra, lho. Lagian ... lo juga sadar kalo dia suka sama lo, kan? Walaupun dia belom ngomong langsung," kata Anna, "atau lo emang sengaja pura-pura nggak tau? Parah."

"Ng-nggak, bukannya gitu, An ... kalo lo tau yang sebenernya, mungkin lo nggak bakal bilang kayak gitu," timpal Kinan seraya membuka pintu kamarnya.

"Ya lo kasih tau gue, dong. Gue kan nggak tau."

Kinan menghentikan langkahnya seraya menolehkan wajahnya ke arah Anna. "Guenya yang belom siap buat cerita. Sorry," kata gadis itu.

***

Suasana di dalam ruangan itu terasa semakin sunyi karena pemiliknya masih berada di atas kasur dan belum berniat melakukan apa-apa. Dia hanya diam sambil melihat ponsel yang ada di tangannya.

Gadis itu kembali tersenyum ketika dia melihat salah satu foto yang tersimpan di album ponselnya. Foto Kinan dan Arfan, adik laki-lakinya yang sudah kembali menjadi Arfan yang penuh warna.

"Kakak nggak tau apa yang sebenernya jadi penyebab kita bisa balik akur, Ar. Apa itu ada hubungannya sama dia atau karena kepergian papa?" tanya Kinan dengan perasaan sedih.

Namun, setelahnya gadis itu langsung tersadar kalau maksud dari pertanyaannya tidak memiliki jawaban yang pasti. Pilihan yang Kinan sebutkan sama-sama mengarah kepada satu orang yang sama.

Tiba-tiba Kinan merasakan kalau matanya panas. Dia menyentuh pelupuk matanya dan menemukan air mata yang hampir mengalir. Gadis itu segera menyekanya. Pa ... Kinan kangen banget sama papa. Papa bangga sama Kinan, kan? Apa Kinan udah berhasil jadi kakak yang baik buat Arfan? Pa ... aku harap aku bisa denger suara papa lagi, ucap Kinan seraya bangkit dari tempatnya.

"Gue nggak boleh kayak gini. Gue harus fokus. Ujian gue nggak boleh sampe remidi," ucap Kinan sambil meyakinkan dirinya. "Kalo sampe remidi, nanti liburan gue jadi telat atau dicepet-cepetin balik lagi ke sini. Nggak mau ...."

Diambilnya beberapa buku dari rak dan diletakkan di atas meja. Gadis itu mengambil posisi duduk yang nyaman sebelum mulai belajar. "Yuk, bisa. Semangat, Kinan!" katanya lagi.

Epanliebe (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang