BAB 20

57 3 3
                                    

Sebenarnya Kinan dan Evan tetap berangkat dan pulang bersama. Hanya saja gadis itu meminta Evan untuk mengantarnya hanya sampai di depan gerbang kompleks. Namun, Evan sebenarnya tidak tega karena Kinan masih harus berjalan sedikit jauh untuk benar-benar sampai di rumah.

"Besok-besok. Aku nyamar jadi ojek aja, gimana? Biar kamu nggak harus jalan jauh."

Kinan tertawa geli mendengar ide laki-laki itu. "Apaan deh. Aneh-aneh aja," ucapnya.

"Aneh dari mana, sih? Aku kan nggak mau pacar aku cape."

"Iih. Geli tau, Van. Jangan kayak gini, ah. Berlebihan."

"Hm ... tapi iyain, ya? Mulai besok aku jadi ojek?

"Enggak."

"Iya dong, Kin."

"Enggak Evan."

"Please ... ya?"

"No."

Evan menyilangkan tangan di dada seraya mendengkus. "Ya udah, tapi mulai besok—eh, hari ini. Aku manggil kamu Kinasih. Ayo, pilih mana?" tawar laki-laki itu.

"Ck. Penawarannya nggak ada yang menguntungkan aku."

"Ada, Kinan. Penawaran pertama, kamu jadi nggak harus cape-cape jalan," jelas Evan, "penawaran kedua. Hm ... itu sih, panggilan sayang aja. Kan kamu manggil aku Epanliebe, ya aku boleh manggil kamu Kinasih, dong."

"Nggak ada!" Kinan tampak kesal. Dia tidak suka dipanggil seperti itu.

"Oke. Berarti kamu milih penawaran pertama," balas Evan, kembali memakai helmnya.

Kinan hanya bisa pasrah. Gadis itu baru berjalan masuk ke dalam kompleks setelah dia melihat Evan kembali melajukan motornya. Saat berjalan, gadis itu tiba-tiba tersenyum. Kinan sepertinya masih tidak menyangka dengan situasi yang dialaminya sekarang.

"Epanliebe? Emangnya itu panggilan sayang? Kepedean banget, dia," ucapnya pelan.

Karena terlalu fokus dengan Evan yang masih mengisi pikirannya, gadis itu hampir saja melewati gerbang rumahnya. Ketika sadar, dia justru melihat seseorang keluar dari mobil yang terparkir di garasi rumah.

"Kinan?"

Gadis itu menunjukkan wajah gugup sembari melangkah masuk ke pekarangan rumah. "Eh, Papa udah pulang. Tumben cepet?" tanya Kinan, lalu menyalami tangan Fero.

Fero tampak menoleh ke kanan dan ke kiri. "Kamu jalan kaki?" Pria itu justru memberi pertanyaan lain dan tidak memberi jawaban kepada putrinya.

"Kan angkutan umumnya cuma berenti di depan kompleks, Pa. Jadinya aku masih harus jalan kaki," jawab Kinan cepat. Gadis itu hampir saja lupa. Mungkin papanya bisa menemukan adanya perasaan lain dari ekspresi wajah yang dia perlihatkan saat ini.

"Kasiannya ...." Fero meletakkan tangannya di puncak kepala Kinan seraya mengusap dengan lembut. Hal itu cukup untuk membuat Kinan kembali tersenyum kepada papanya.

Entah ini ada hubungannya sama Evan, tapi gue ngerasa kalo perhatian Papa mulai kembali lagi kayak dulu, kata Kinan dalam hati.

***

Langit di luar kamarnya sudah berubah gelap. Kinan memutuskan untuk turun ke lantai bawah setelah selesai mandi. Saat sedang berjalan, gadis itu melihat pintu kamar adiknya tidak tertutup dengan rapat.

Awalnya Kinan berniat masuk sampai gadis itu teringat dengan kemurkaan sang adik beberapa waktu yang lalu. Kinan lantas menggeleng. Jangan deh. Nanti gue kena amuk lagi. Mana gue nggak ada persiapan apa-apa, batinnya.

Epanliebe (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang