BAB 17

21 4 15
                                    

Gadis itu tengah berjalan memasuki kompleks perumahannya. Dengan plastik putih di tangannya, dia tersenyum saat membayangkan senyum akan dia dapat dari sang adik. Gadis itu cukup tahu diri dengan tidak berharap lebih dari adiknya yang lain.

"Kalo dengan ngeliat senyum Tiara udah cukup bikin gue seneng, ya udahlah, ya."

Kinan membuka gerbang rumahnya seraya berjalan menuju teras. Sebenarnya gadis itu sudah biasa langsung masuk ke dalam ketika pintu rumah terbuka, tapi berbeda karena saat ini dia melihat pintu tertutup dan tidak ada mobil yang terparkir di garasi.

"Masa mama pergi nggak ngabarin aku, sih?" tanya Kinan seraya mengeluarkan ponsel miliknya dari dalam tas. Dia lebih dulu menaruh belanjaannya di kursi yang ada di teras.

"Halo. Mama pergi sama Tiara?"

"E-eh, Kin. Kamu udah pulang, ya? Konci rumah ada di tempat biasa." Maura berkata, tapi tidak menjawab pertanyaan Kinan.

"Iya-iya, aku tau. Mama perginya lama? Padahal aku bawa oleh-oleh buat Tiara," lanjut Kinan sembari mengambil kunci rumah yang diletakkan mamanya di dalam salah satu sepatu.

"Iya, Kin. Kamu nanti kalo laper, masak sendiri aja bisa, kan? Sekalian sama Arfan juga, ya. Kita pulangnya bakal malem, nih. Kamu nggak usah nungguin, kita bawa konci kok."

"Ha ...?"

Setelah cukup berbicara, Kinan akhirnya mengakhiri panggilan telepon dengan Maura. Posisinya dia masih berdiri di teras dan baru berniat untuk membuka pintu. Namun, gadis itu justru dikejutkan dengan kehadiran Arfan yang tiba-tiba berdiri di belakangnya.

"Astaga! Lo ngagetin gue aja, Ar," keluh Kinan sambil mengambil kunci rumah yang dia jatuhkan karena terkejut.

Saat pintu rumah sudah terbuka, Arfan langsung melangkah masuk melewati kakaknya. Namun, belum sampai langkah Arfan mencapai tangga, ucapan Kinan berhasil membuat dia membalikkan tubuhnya.

"Kita cuma berdua sampe nanti malem. Lo mau makan apa? Biar gue bikinin, tapi nanti abis gue mandi," ucap Kinan.

"Terserah."

Singkat, padat, dan tidak jelas. Arfan kembali melangkahkan kakinya menaiki tiap anak tangga menuju kamarnya setelah memberi jawaban kepada Kinan. Gadis itu hanya bisa pasrah dan berjalan menuju dapur. Isi plastik putih yang dia bawa adalah kue cokelat kesukaan sang adik. Karena Tiara sedang tidak ada di rumah, Kinan memasukkan kue itu ke dalam kulkas.

"Bahan makanannya lumayan banyak, tapi gue juga males bikin yang ribet," kata Kinan seraya menutup pintu kulkas. Gadis itu menggaruk-garuk rambutnya karena bingung.

"Gue mandi dulu, deh. Baru abis itu mikirin mau masak apaan buat gue sama Arfan."

***

Sepertinya gadis itu tidak akan melakukan hal yang membuatnya sulit. Pada akhirnya Kinan memilih masakan yang mudah dan pasti disukai oleh adiknya. Nasi goreng telur. Kinan menuangkan hasil masakannya ke dalam mangkuk besar. Setelah selesai, gadis itu memanggil Arfan untuk turun.

Untungnya dia hanya perlu berseru satu kali karena tidak lama setelah itu Arfan terlihat menuruni tangga menuju ke lantai bawah. Kinan tersenyum seraya melepaskan celemek yang tadi dia pakai.

"Makan yang banyak, ya Ar," ucap Kinan sambil melihat Arfan yang sekarang sudah menempati kursinya.

"Ya."

Ruang makan itu terasa sangat luas karena hanya diisi oleh dua orang, yaitu Kinan dan Arfan. Kinan yang sengaja memilih posisi duduk berhadapan dengan Arfan, sering melihat ke arah sang adik secara diam-diam. Walaupun harusnya dia tahu kalau Arfan bisa saja kapan saja menangkap basah dirinya.

Epanliebe (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang