Gadis itu berjalan menuju ke halte terdekat untuk menaiki angkutan umum. Pada sore itu tidak banyak orang yang berdiri di sana sehingga Kinan bisa menggunakan fasilitas umum yang disediakan di halte itu. Tempat duduk.
Kinan melihat plastik di tangannya. Aroma kue yang dia beli membuat senyum di wajah gadis itu terus bertahan. Dia bahkan tergoda untuk mulai memakannya. "A-ah, tahan, Kin. Lo udah mau pulang juga," ucapnya, "makan bareng Arfan aja."
Namun, senyum di wajahnya mulai menghilang karena angkutan umum yang ingin dia naiki tidak kunjung datang. Gadis itu melihat ke kanan dan ke kiri. "Tumben banget, lama."
"Kinasih!"
Gadis itu refleks menoleh ke sumber suara. Namun, dia segera tersadar. K-kenapa gue nengok? Itu bukan nama gue, tanya Kinan dalam hati.
"Hahaha, nengok, dah," ucap seseorang yang masih duduk di atas sebuah motor. Laki-laki itu kemudian mendekatkan motornya hingga sudah benar-benar berhenti di depan halte.
"Ngapain, sih, lo di sini?!" tanya Kinan dengan nada tidak suka. Namun, hal itu berhasil menarik perhatian sedikit orang yang sedang berada di halte itu.
"Mau nganter lo balik."
"Ha?"
Evan berdecak sebal setelah mendengar respons Kinan. "Kurang jelas gimana lagi, sih, omongan gue?" tanya laki-laki itu.
"Ya maksudnya lo ngomong gitu, apa? Gue nggak mau," balas Kinan.
"Oh ya. Sorry. Ada yang kurang dari omongan gue," sambung Evan, "gue nggak nerima penolakan."
"Bodo."
"Ayolah. Udah sore gini, lho. Bakalan lama kalo lo naik bis. Macet—enak naik motor sama gue. Bisa wuuus—sampe rumah, deh," kata Evan panjang lebar.
"Was wus was wus—udah sana, hush!" balas Kinan sambil mendorong pundak Evan.
"A-awh, sakit, Kin," ucap laki-laki itu seraya memegangi pundaknya. Kinan mengubah raut wajahnya ketika melihat Evan mengaduh. "Pasti gara-gara kebentur dinding tadi, nih. Awh ...," lanjut Evan, sesekali memejamkan matanya.
Kinan tiba-tiba merasa tidak enak. Melihat laki-laki itu terus mengaduh ditambah lagi orang-orang yang masih melihat ke arah keduanya, membuat Kinan harus segera mengambil keputusan.
"Oke. Gue mau," kata Kinan pada akhirnya, membuat Evan kembali melihatnya sambil tersenyum.
Evan lantas memberikan helm di tangannya kepada Kinan seraya berkata, "Ini helm."
"Gue juga tau ini helm."
"Iyain, deh, biar cepet."
Setelah memakai helm, Kinan langsung menaiki jok belakang motor Evan. "Udah, ya? Mau jalan, nih," kata Evan.
"Iya. Buruan, deh," balas Kinan.
"Oke. meluncur!"
Kinan sempat terkejut karena Evan tiba-tiba melajukan motornya. "EVAN!" serunya, tapi malah direspons suara tawa oleh laki-laki itu.
***
Kalian mau tahu apa yang lucu? Selama perjalanan menuju ke rumah Kinan, Evan terus mengajak gadis itu bicara. Semua hal dia bicarakan seorang diri. Tentu saja karena Kinan sama sekali tidak berminat untuk berbicara dengan Evan. Alasan gadis itu menuruti keinginan Evan hanya karena ingin segera sampai di rumah.
"Ya ampun, Kin ... seenggaknya bales 'iya', 'enggak', 'hm', atau apa, kek," keluh laki-laki itu sambil menoleh sebentar ke belakang.
"Berisik. Lo kalo emang nggak niat mau nganterin gue, mending berhenti sekarang aja, deh," keluh Kinan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Epanliebe (TAMAT)
Teen FictionBlurb . "Kisah tentang kita yang dulu dan kita yang sekarang." . Waktu telah mengubah perjalanan gadis itu menjadi sosok perempuan yang kuat dan penuh rasa tanggung jawab dengan pilihannya. Sudah tidak ada lagi dia yang dulu. Dia tidak akan luluh de...