BAB 23

24 3 1
                                    

Sekarang Kinan dan Evan sudah sampai di suatu tempat. Sayangnya, gadis itu hanya bisa menebak-nebak karena setelah turun dari motor Evan, gadis itu diminta menutup mata. Namun, laki-laki itu tidak langsung percaya dan pada akhirnya menggunakan tangannya sendiri untuk memastikan Kinan tidak bisa melihat.

Sebenarnya usaha mereka untuk pergi bersama sangatlah sulit. Evan tidak bisa tiba-tiba datang dan mengajak Kinan pergi. Gadis itu harus meminta bantuan Jeni. Mereka bertiga lalu bertemu di sebuah kafe karena alasan pergi Kinan hanya ingin bertemu Jeni dan menghabiskan hari. Baru setelah itu Jeni memisahkan diri dan memberi waktu untuk Kinan dan Evan pergi bersama.

"Van ... mau ke mana, sih? Jangan aneh-aneh, ya!" omel Kinan ketika sadar kalau dia sudah berjalan cukup jauh.

Evan terkekeh. "Tenang aja. Sekarang kepercayaan kamu ke aku lagi dipertaruhkan," balas laki-laki itu, membuat Kinan meraih tangan Evan dan mencubitnya.

Sayangnya, cubitan itu sudah bisa Evan tahan sehingga tidak membuatnya merasa sakit sampai berteriak. "Jangan ngomel terus. Aku yakin abis ini kamu malah bilang makasih seribu kali ke aku," ucap Evan.

"Apaan?! Nggak mungkin. Paling kamu cuma mau ngerjain aku, kan? Udahan, ah—" Kinan berusaha untuk menjauhkan tangan Evan, tapi sangat sulit.

"Sabar-sabar. Bentar lagi nyampe."

Kinan mendengkus kesal dan tidak lagi protes. Kakinya terus berjalan ke arah yang dia sendiri juga tidak tahu. Namun, seperti kata Evan tadi. Evan tidak mau ambil risiko melakukan sesuatu yang berpotensi membuat Kinan marah kepadanya.

"Evan ...."

"Iya-iya. Udah nyampe, nih," kata Evan seraya berhenti.

"Tangan kamu, Van."

"E-eh, bentar dulu. Harus pake aba-aba, dong."

"Iiih, cepetan deh."

Evan terkekeh geli. Dia mulai berhitung mundur dari angka tiga sebelum akhirnya Evan menjauhkan kedua tangannya dari pandangan Kinan. Sekarang, laki-laki itu bisa melihat Kinan terkejut setelah melihat pemandangan di depannya.

"V-Van ...." Kinan sampai tidak bisa berkata-kata.

"Tuh kan. Kamu pasti suka," jawab Evan membanggakan diri.

Kinan masih terdiam di tempat sambil melihat pemandangan di sekitarnya, sedangkan Evan hanya tersenyum. Saat Kinan mulai melangkah kembali, Evan memilih untuk tetap diam. Gadis itu mulai berlari dengan senyum mengembang.

"Pelan-pelan, Kin. Nanti kamu jatoh."

Namun, Kinan malah menghentikan larinya. Gadis itu membalikkan tubuh dan melihat Evan. Dia melambai-lambaikan tangan seakan menyuruh laki-laki itu untuk menghampirinya. Evan pun tersenyum dan berlari ke arah Kinan.

Laki-laki itu bisa langsung merasakan perasaan bahagia di dalam diri Kinan. Senyum di wajah gadis itu menjelaskan semuanya. Bahkan ketika Kinan tiba-tiba mengulurkan tangan, Evan segera menautkan miliknya. Mereka berlari bersama.

***

Setelah puas berlari menyusuri tempat yang didominasi warna hijau itu, Evan mengajak Kinan untuk duduk di bawah pohon besar untuk menghalau sinar matahari sore. Namun, bukan duduk, Evan justru membaringkan tubuhnya.

"V-Van. Baju kamu nanti kotor, lho," kata Kinan.

"Gak pa-pa. Udah tanggung juga, Kin," balas Evan yang berbicara sambil memejamkan mata, "ikutan aja. Enak tau. Lagian kamu nggak cape abis lari-lari, ha?"

"Biasa aja, sih."

"Ya udah."

Pada akhirnya Kinan hanya duduk sambil melihat pemandangan di depannya. Gadis itu kemudian bertanya, "Kok kamu bisa nemu tempat kayak gini, sih?"

Epanliebe (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang