"K-Kak, bangun."
Kinan perlahan membuka matanya setelah mendengar sebuah suara. Gadis itu perlahan menolehkan wajah ke arah kasur dan menemukan Arfan sudah dalam posisi duduk. "Ar, udah bangun," ucapnya seraya mengudarakan tangannya.
Belum sempat menghindar, Arfan hanya bisa diam ketika punggung tangan sang kakak berhenti di dahinya, lalu beralih turun ke pipi. "Udah nggak panas. Gimana perasaan lo?" tanya Kinan.
"Gue gak pa-pa."
"Syukur deh, kalo gitu," ucap Kinan seraya bangkit dari duduk. Gadis itu meregangkan kedua tangan. Badannya terasa pegal. Wajar saja, semalam dia tidur dalam posisi duduk.
"L-lo semalem di sini?" tanya Arfan tidak percaya.
"Emangnya lo pikir enggak? Ar ... ya kali gue diem aja ngeliat lo sakit kayak gini."
Arfan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Laki-laki itu juga memalingkan wajah karena untuk menghindari pandangan Kinan. Sayangnya, hal itu membuat Arfan terkejut saat sang kakak tiba-tiba memeluknya.
"K-Kak, lo apa-apaan, sih—"
"Biarin. Gue nggak bakalan lepas kalo lo belom maafin gue."
Arfan terdiam. Hal itu membuat Kinan langsung bersuara lagi. "Maafin gue, Ar," ucap Kinan, "gue emang salah. Janji-janji gue ... gue kacau banget. Lo udah ngasih kepercayaan ke gue, tapi gue? Gue malah ngehancurin rasa percaya dan bikin bersikap kayak gini, sekarang.
Mama, Papa. Mereka nggak ada hubungannya. Jangan bikin mereka sedih karena rasa marah lo ke gue, Ar. Gue udah cukup dihukum karena perubahan sikap lo."
"Kak, gue ...."
Masih berpelukan. Kinan mengusap bagian belakang kepala Arfan. "Gue akan berkaca dari kesalahan gue. Nggak-nggak. Bukan cuma berkaca, gue akan berubah. Gue nggak akan ngecewain lo lagi, Ar," kata Kinan.
Arfan mengangguk dalam pelukan sang kakak. "Iya. Lo gue maafin."
Kinan lantas melepaskan pelukannya. "Beneran?" tanya gadis itu sambil melihat Arfan dengan wajah serius. Terlihat adiknya mengangguk, lalu setelahnya Kinan terkejut karena laki-laki itu baru saja tersenyum kepadanya.
"Arfaaaaan!"
Selang beberapa detik, pintu kamar Arfan terbuka dan menampilkan sosok kedua orang tuanya dengan wajah panik. "Arfan—Arfan kenapa??" tanya Fero.
Namun, Maura justru melihat kedua anaknya sedang saling tersenyum. "Kinan ... kamu bikin kita kaget aja deh," ucapnya.
Fero juga baru tersadar. Pria itu lantas menghampiri keduanya. "Gimana keadaan kamu, Ar?" tanyanya seraya menyentuh dahi Arfan.
"Aku udah gak pa-pa, Pa," balas laki-laki itu sambil tersenyum kepada papanya.
Setelah melihat senyuman itu, Fero tidak bisa menahan dirinya. "Ya ampun ... ternyata rencana aku berhasil, Ma!" seru Fero.
Kinan dan Arfan saling memandang, sedangkan Maura melihat suaminya dengan wajah bingung. "Rencana apa, Pa?" tanya Maura.
"Rencana buat bikin mereka akur dong, Ma! Liat tuh, sekarang kalian udah akur, kan?" tanya Fero, sedangkan kedua anaknya tampak mengangguk secara bersamaan.
***
Sepanjang hari, dia harap hanya ada hal-hal yang dapat membuatnya tersenyum. Karena Kinan tidak mau mengacaukan pagi harinya yang sudah bahagia dengan perdamaian antara dia dan sang adik.
Namun, hal itu membuat Kinan tidak bisa berangkat bersama Evan. Setelah mengetahui kalau rencananya berhasil, Fero ingin mengantar kedua anaknya ke sekolah. Awalnya Kinan ingin menolak, tapi dia juga tidak mau mematahkan keinginan papanya yang sedang bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Epanliebe (TAMAT)
Teen FictionBlurb . "Kisah tentang kita yang dulu dan kita yang sekarang." . Waktu telah mengubah perjalanan gadis itu menjadi sosok perempuan yang kuat dan penuh rasa tanggung jawab dengan pilihannya. Sudah tidak ada lagi dia yang dulu. Dia tidak akan luluh de...